Chapter 4

300K 7K 437
                                    

Harry menarik tubuhku secara paksa bersamanya melewati pintu keluar yang pertama sementara pintu yang paling luar dijaga oleh dua orang bodyguard. Aku tidak tahu ia ingin membawaku kemana, namun yang jelas aku tidak akan membiarkannya mengambil keuntungan dariku begitu saja.

"Lepaskan!" aku berusaha menepis tangannya dariku tapi tidak bisa. Sial, ia memang terlalu kuat.

"Dengar, kau harus menuruti ucapanku atau aku akan membawamu ke dalam sana. Aku bersungguh-sungguh, kau tentu tidak mau hal itu terjadi, bukan?" bisiknya di telingaku. "Kau tidak akan bisa lari dariku, Ken."

Otomatis ancaman yang ia lontarkan membuatku tidak bisa berkata atau pun berbuat apa-apa. Disaat kami melewati dua orang bodyguard di pintu utama saja aku seolah sudah pasrah. Kepalaku terlalu sibuk membayangkan apa yang hendak Harry lakukan dan apa yang akan terjadi jika aku berani melawannya.

Dasar orang tidak waras.

Selang beberapa saat kemudian, aku dan Harry tiba di parkiran. Namun, kali ini ia tidak membawaku ke mobilnya, tapi ke sebuah motor besar sejenis Harley Davidson atau apalah itu namanya. Lalu Harry memberikan sebuah helm padaku dan menyuruhku untuk memakainya.

"Kau ingin membawaku kemana?"

Harry tidak menggubris dan hanya melihat ke sekelilingnya berkali-kali. Gerak-geriknya membuatku berspekulasi bahwa ia khawatir jika ada seseorang yang melihatnya—entah itu siapa. Terlihat dari tatapannya yang menyiratkan kekhawatiran itu. Berkali-kali ia memalingkan wajah kesana-kemari sebelum akhirnya ia menuding tuas di setang dan mengengkol pedal kakinya.

"Cepat naik." perintahnya.

Perutku melilit. Aku belum pernah menaiki benda semacam ini sebelumnya. Mana lagi aku memakai sebuah mini dress ketat.

"Tunggu apa lagi, cepat naik!" pekiknya.

Sontak aku terperanjat dan kembali menuruti ucapannya. Kurasa memang ada yang salah dengan si brengsek ini. Atau paling tidak Harry memang memiliki masalah dalam mengontrol emosi.

Tepat setelah aku duduk di belakangnya, ia menoleh ke arahku, "Pegang yang erat."

Mengerti apa maksudnya, aku pun melingkarkan kedua tanganku di tubuhnya. Detik itu juga Harry melepas kopling di setang dan motor yang kami naiki melaju dengan cepat meninggalkan tempat.

...

Sepanjang perjalanan kami hanya diselimuti oleh angin malam yang menerpa. Tak satu pun di antara kami yang berbicara—bertanya pun aku tidak berani. Tapi aku mengira-ngira apa yang akan Harry lakukan terhadapku. Mungkin ia ingin meniduriku atau sejenisnya?

Kontan aku merasa mual. Aku tidak mau melakukan hubungan seks tanpa dibayar. Kuakui aku memang murahan tapi tidak semurah itu! Menurutku menjadi pelacur jauh lebih baik ketimbang melakukan seks bebas dengan pria mana pun tanpa upah.

Kini kami sudah keluar dari jalan raya. Harry mengendarai motornya menuju sebuah daerah perumahan yang sepi. Awalnya kukira ia akan membawaku ke hotel, tapi ternyata aku salah. Kami berhenti di depan sebuah rumah besar dengan halaman yang cukup luas. Tidak mewah tapi juga tidak buruk.

Pun aku turun dari motornya dan melepas helm yang kugunakan, begitu pun dengan Harry. Ia langsung menggiringku masuk sambil menengok kesana-kemari seolah memastikan tidak ada orang di dalam rumahnya yang seperti kapal pecah. Maksudku, lihat saja berapa banyak botol dan kaleng bir yang tergeletak di meja dan di lantainya. Aku bahkan menemukan puluhan gelas plastik berwarna merah yang tersebar di setiap ruangan—entah yang mana yang ruang tamu dan mana yang ruang tv, Harry menggiringku dengan terburu-buru menuju lantai atas.

CHANGED (sudah DITERBITKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang