Chapter 5

272K 7.2K 175
                                    

The songs for this chapter:

Demi Lovato – Behind Enemy Lines

Ed Sheeran – The A Team

 ***

Setibanya di SUNY aku bergegas berlari menuju resepsionis untuk mencari tahu dimana Will ditempatkan saat ini. Perjalanan dari tempat Harry ke SUNY memakan waktu banyak karena aku harus berjalan terlebih dahulu untuk bisa sampai ke jalan raya dan mencegat taksi. Brengsek memang. Kakiku sampai lecet tapi aku mencoba untuk mengabaikannya. Will yang paling penting bagiku untuk saat ini.

Dengan telanjang kaki aku berlari menuju Unit Gawat Darurat (UGD). Perlu kau ketahui bahwa aku melepas sepatuku disaat aku tidak kuat lagi berlari menuju jalan raya dengan hak setinggi sembilan senti. Persetan dengan Harry! Ya, aku menyalahkannya. Kalau ia tidak membawaku ke tempatnya mungkin aku sudah menemani Will untuk melewati masa-masa kritisnya.

"Dokter! Bagaimana keadaan Will?" tanyaku panik ketika dr.Schmidt (dokter yang khusus menangani Will) muncul dari dalam ruang UGD bersama dua orang suster lainnya.

Ia melepaskan stetoskop yang melingkar di lehernya dan memasukkannya ke dalam saku jas. Aku mendapati matanya yang memandangku dari atas ke bawah. Tidak heran, karena aku yakin siapa pun yang melihatku dalam pakaian mini seperti ini ke rumah sakit pasti bertanya-tanya dari mana saja aku menghabiskan malam.

"Nona Sharp, aku senang akhirnya kau bisa datang. Will baik-baik saja, ia sudah melewati masa kritisnya. Kau tidak perlu khawatir."

"Lalu apa yang terjadi saat aku tidak ada?"

"Adikmu kejang. Kondisinya sejak tiga jam yang lalu memang menurun. Kita harus kembali melakukan kemo minggu ini."

Kemo?

"Mi-minggu ini?" aku menelan ludah. Aku belum siap untuk itu. Maksudku, aku belum menyiapkan cukup uang untuk membayarnya.

Dokter Schmidt mengangkat kedua alisnya yang sudah memutih persis seperti warna rambutnya. "Ya, Will harus kembali menjalani kemo sesuai dengan yang sudah dijadwalkan. Ia harus rutin menjalankannya."

Ya, aku tahu itu. Tapi bagaimana Will akan menjalani kemo jika aku tidak sanggup mengumpulkan banyak uang dalam waktu singkat. Asal kau tahu bahwa satu kali kemo di rumah sakit ini memakan biaya hingga $1500.

"A-aku mengerti. Terimakasih, dok."

Dokter Schmidt menyunggingkan senyumnya dan menepuk pundakku sebelum pergi. Ia memberitahuku bahwa aku sudah boleh menengok keadaan Will setelah ia dipindahkan kembali ke ruangannya. Otomatis disaat Will dipindahkan oleh para suster, aku mengenakan pakaian khusus serta sebuah masker yang diberikan oleh perawat sebelum masuk dan menemui bocah berumur 10 tahun yang terkujur kaku di tempat tidurnya. Kutaruh tas dan sepatuku di atas kursi lalu berjalan menghampiri Will.

Apa sekiranya yang harus kulakukan? Meski sudah menjadi pelacur saja aku masih kekurangan uang untuk biaya berobat Will. Apa aku harus meminjam uang lagi? Pada siapa? Ezra tidak mungkin memiliki uang sebanyak itu. Apalagi Jules. Hutangku saja sudah terlalu banyak padanya.

Harry...?

Ya, Tuhan! Mengapa disaat-saat seperti ini aku masih saja memikirkan si brengsek itu? Ia tidak akan mungkin mau meminjamkan uangnya padaku! Aku mengambil seratus dollar darinya saja ia sudah marah besar.

"Kenya..."

Aku terperanjat ketika mendengar suara Will yang parau memanggilku. Ia sudah sadar. Syukurlah.

Pun aku mengulas senyum padanya, "Hai, Will. Bagaimana perasaanmu?" tuturku sambil mengelus wajahnya yang pucat dan tirus. Entah ia sudah kehilangan berapa pons dari berat badannya dalam beberapa hari terakhir ini.

CHANGED (sudah DITERBITKAN)Where stories live. Discover now