Chapter 10

231K 6.3K 442
                                    

The song for this chapter is:

Ariana Grande (feat. Mac Miller) - The Way

The Corrs - All The Love in The World

Mandy Moore (feat. Jonathan Foreman) - Someday We'll Know

***

"Pagi." Sapaku begitu Will membuka matanya. Semalam aku memang menginap di rumah sakit mengingat setiap hari Jumat aku tidak ada kelas. Will membalas sapaanku disaat aku berjalan ke arahnya. Kuusap lembut kepalanya yang sudah tak memiliki sehelai rambut pun—tentunya ini efek yang ditimbulkan dari kemo. Tapi Will justru terlihat bangga dengan kepala botaknya. Ia tidak pernah mengeluh dan justru menyukai saat-saat dimana aku mengelus kepalanya dengan lembut. "Kau mau sarapan?" tawarku sembari berjalan ke arah nampan yang suster taruh di atas meja beberapa saat sebelum Will terbangun dari tidurnya.

"Ya. Dan kalau boleh susunya buang saja."

Aku menoleh, memberikan senyuman lembut namun disertai tatapan tajam yang biasa kutujukan padanya jika ia sedang berusaha mencari gara-gara denganku.

"Kau tahu? Mungkin itu lah sebabnya mengapa kau terhitung sebagai bocah yang pendek di kalangan bocah-bocah seumuranmu." Aku menyodorkan segelas susu pada Will dan ia langsung menerimanya dengan agak ragu.

"Kau bercanda. Gen di keluarga kita adalah yang terbaik. Aku tumbuh tinggi tanpa perlu meminum minuman menjijikan ini."

"Terserah." Aku beranjak untuk menyiapkan roti isi yang sudah dibagi menjadi dua.

"Serius, Kenya. Kau mungkin yang paling tinggi di keluarga kita sekarang, tapi pertumbuhan anak laki-laki itu memang lambat. Lihat saja tiga sampai lima tahun lagi, aku akan lebih tinggi darimu."

Aku terkekeh sambil memberikannya roti isi. Benar dengan apa yang dikatakan Will. Ayahku adalah seorang mantan atlit dan mungkin dari gen-nya lah aku memiliki tubuh seperti ini. Tinggi semampai dan proporsional tanpa harus berolahraga atau melakukan diet ketat. Aku memiliki proporsi tubuh yang didambakan oleh para gadis di dunia ini. Setidaknya itu lah yang sering Jules katakan padaku. Kecuali pada bagian dada.

Sial! Seketika aku teringat akan kata-kata Harry yang menghina ukuran payudaraku yang kecil.

"Kenya!"

"Eh?" aku mengerjap kaget.

Will menatapku selama beberapa saat sebelum melanjutkan perkataannya, "Berikan aku jusnya."

Lantas aku langsung memberikan jus yang juga sudah disediakan oleh rumah sakit. Aku tidak tahu jus macam apa yang mereka berikan yang jelas aku kurang suka dengan baunya. Seperti campuran wortel, brokoli, dan sejenisnya. Ew.

"Ngomong-ngomong, mengapa kau memakai baju seperti itu?" Will memicingkan matanya padaku.

Sialnya aku tidak membawa baju ganti jadi aku masih harus memakai baju semalam. "It's nothing. A-aku hanya sedang mencoba sesuatu yang baru." Aku tersenyum pura-pura.

"Selamat pagi, Will, nona Sharp?" sebuah suara yang diikuti oleh langkah kaki membuatku menoleh dan berbalik. Kudapati dokter Schmidt datang bersama seorang suster untuk memeriksa keadaan Will seperti biasanya.

"Selamat pagi, dokter." Sapaku.

"Dia baru bangun?" aku melangkah mundur ketika dokter beranjak memegang tangan Will untuk mengecek denyut nadinya.

"Ya, ia baru saja bangun dan sarapan." Ujarku kemudian langsung berjalan ke arah jendela untuk memberikan ruang yang lebih luas bagi dokter Schmidt. Aku memperhatikan seluruh gerak-geriknya yang dimulai dari memeriksa detak jantung Will dengan stetoskop kemudian mencatat sesuatu di papan yang dibawa oleh suster.

CHANGED (sudah DITERBITKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang