Chapter 16

203K 5.2K 419
                                    

The songs for this chapter:


John Mayer (ft. Katy Perry)  - Who You Love

Coldplay - The Scientist

***

"Kau oke?" Ezra bertanya disaat aku memainkan buih capuccino di cangkirku dengan sendok.

Memecahkan lamunanku, aku pun mendongak ke arahnya. Kami sedang berada di sebuah café terdekat di kampusku sekarang. "Ya, aku baik-baik saja. Well, jadi mengapa tiba-tiba kau datang ke New York?" aku mencoba menaruh nada keantusiasan dalam suaraku.

Ezra meminggirkan black coffee-nya ke samping, melipat kedua tangannya di atas meja, lalu mengangkat sebelah alisnya dan sedikit mencondongkan tubuh ke arahku. "Seperti yang kubilang tadi, aku berniat untuk memberikanmu kejutan, tapi ternyata kejutanku itu gagal karena kerepotan mencarimu. Apa sebenarnya yang sedang kau lakukan di belakang gedung bersama pria itu? Siapa dia?"

Mati sudah! Aku harus menjawab apa?

Aku menggeliat tidak tenang di kursiku. Berpikir, Kenya! Berpikir! "Bukan siapa-siapa, ia Harry, teman satu kelasku. Tadi ia memintaku untuk meminjamkan buku catatan, tapi...—" oh, ya Tuhan, aku benar-benar tidak tahu harus berkata apa! Aku paling tidak bisa berbohong di depan Ezra, mana lagi alasan klasik yang kuberikan terdengar sangat payah.

"Tapi kau tidak mau meminjamkannya?" Ezra melengkapi kalimatku, dan aku mengangguk pelan. Mulutku sedikit terbuka, membiarkan diriku untuk bernapas lewat mulut karena jantung dan paru-paruku dirasa kurang sinkron sekarang.

Ezra terkekeh, tangannya mengambil tanganku yang berada di samping cangkir dan meremasnya dengan lembut. Sekejap napasku langsung kembali normal karena awalnya kukira Ezra tidak akan mempercayaiku. "Apa kau mau mengunjungi Will?"

"Sekarang?"

"Tidak, minggu depan. Tentu saja sekarang, Kenya." Ezra terkekeh diikuti denganku, hanya saja bedanya suara tawaku terdengar hambar tidak seperti dirinya.

"Umm, kurasa ini sudah terlalu sore, bagaimana kalau besok saja? Aku sedikit lelah sekarang." Demi Tuhan, aku sedang tidak bersemangat untuk pergi kemana-mana. Aku hanya ingin menghilang! Gadis batinku menjerit, sesekali ia masih sering memukulkan kepalanya ke dinding.

"Baiklah kalau kau merasa begitu. Kita masih punya banyak waktu, kau mau kita pulang ke apartemenmu sekarang?"

Ezra memanggil seorang pelayan untuk menagih bill-nya. Setelah ia membayar, kami langsung berlalu menuju mobilnya dan pulang ke apartemenku.

Sepanjang perjalanan kami hanya diam, tidak ada satu pun di antara kami yang berbicara. Jelas karena aku masih merasa bingung dan kaku dengan situasi seperti ini. Ucapan Harry masih terngiang-ngiang di kepalaku. Ekspresi wajahnya, tatapan matanya, dan yang pasti bagaimana ia terlihat kecewa saat aku pergi dengan Ezra sungguh mengacaukan suasana hatiku sekarang. Mengapa pula ia harus terlihat kecewa? Aku masih berusaha menebak jawabannya tetapi nihil.

Lantas apa kira-kira yang Harry pikirkan saat itu? Ia tidak banyak bicara meski tatapannya terkesan jahat. Dan sekarang keberadaan Ezra sama sekali tidak membuat keadaan menjadi lebih baik, justru membuat semuanya jadi terasa lebih runyam.

Sesampainya di apartemen, aku merogoh kunci dan membuka pintu ruang apartemenku lebar-lebar. Ezra tidak henti-hentinya memasang senyuman kepadaku, dan aku hanya membalasnya sesekali. Aku paham jika Ezra mungkin mengharapkan sesuatu yang lebih, tapi sungguh aku tidak tahu harus bagaimana untuk berhadapan dengannya kali ini. Kedatangannya begitu tiba-tiba, padahal ia sudah berkata padaku bahwa ia sedang sibuk. Ah, dasar bodoh! Aku menggeram dalam hati. Tentu ia berkata kalau ia sedang sibuk, kalau tidak, mana mungkin ia bisa memberi kejutan?

CHANGED (sudah DITERBITKAN)Where stories live. Discover now