"Jules mungkin masih di kampusnya, ia biasa pulang sore atau larut malam jika ia pergi dengan teman-temannya." Aku menaruh kunci apartemenku di atas bupet sebelum membuka mantelku dan menaruhnya di gantungan dekat pintu. "Apa kau lapar?"

"Ya, sangat lapar." Ezra duduk di atas sofa setelah ia menaruh tasnya di dekat kakinya.

Aku tersenyum seraya berlenggang masuk ke dalam dapur lalu membuka kulkas. Kudapati ada makaroni dan keju yang masih utuh, dan aku tahu ini makanan kesukaan Ezra meski pun terkesan seperti anak-anak, tapi dengan cepat aku memasukkannya ke dalam oven.

"Apa ini yang kau lakukan setiap harinya?" Ezra melingkarkan tangannya di pinggangku secara mengejutkan. Aku pun berbalik ke arahnya, menatap matanya yang berwarna abu-abu, kemudian menaruh tanganku di dadanya yang bidang.

Tangannya semakin erat di pinggangku. "Ya, kira-kira begitu. Apa yang kau harapkan dari seorang mahasiswi tingkat dua jurusan sastra dan literatur? Aku tidak sesibuk dirimu, dokter Mills."

Merasa terhibur, ia pun terkekeh sambil menarik tubuhku mendekat lalu menautkan kening kami, "Aku merindukanmu."

Aku menggigit bibir bawahku sebelum menjawabnya, "Aku juga."

"Hmm, kau tidak terlihat seperti itu."

Aku mengernyit, bingung. "Apa maksudmu?"

"Entahlah, seharian ini kuperhatikan kau banyak diam dan merenung. Kau seperti sedang berada di dimensi lain?"

"Di dimensi lain." Aku tergelak sambil melepaskan kedua tangannya dari pinggangku. Oven di belakangku berbunyi dan aku langsung mengambil makaroni dan kejunya keluar, menyajikannya di piring kemudian memberikannya pada Ezra. "Mungkin kau terlalu banyak menonton film ber-genre Sci-fi, oleh sebab itu kau berpikir demikian." Aku mencoba untuk mengubah topik pembicaraan sekaligus menghindari tatapan Ezra yang menatapku curiga.

Aku berjalan menuju meja makan sementara Ezra mengikutiku dari belakang, kami duduk berhadapan dan Ezra mulai menyuapkan makaroni dan kejunya ke dalam mulut. "Mungkin." Ia membenarkan, tapi aku tahu ia melakukan itu karena menyadari sikapku yang berusaha untuk menghindari pertanyaan itu. "Ini enak. Terimakasih, sayang."

"Sama-sama."

"Kau tidak makan?"

Aku menggeleng cepat, "Tidak."

"Kau diet?"

"Tidak."

Ezra mengangkat sebelah alisnya setelah mengambil satu suapan besar dan mengunyahnya perlahan, "Lalu?"

"Habiskan makananmu. Jangan berbicara ketika kau sedang makan, kau bukan anak kecil lagi, Ezra Mills."

***

Jules baru saja meneleponku, ia berkata bahwa malam ini ia tidak akan pulang karena menginap di tempat Tyler. Ia juga berkata jika Niall mencarinya kemari, maka aku harus tutup mulut, dalam arti jangan sampai Niall tahu bahwa Jules sedang bersama Tyler.

Saat ini Ezra sedang berada di kamar mandi sementara aku duduk di ruang tengah dan menonton acara MotoGP yang biasa aku tonton dengan Jules. Sialnya, untuk yang kesekian kali aku jadi kembali teringat pada Harry. Bagaimana ia pertama kali membawaku dengan motor besarnya, kemudian bagaimana ia mengemudikan motor balapnya di arena, lalu sensasi ketika ia membawaku pergi dua hari yang lalu, semuanya begitu jelas di ingatanku.

Aku ingat betapa nyamannya ketika tanganku melingkar di pinggangnya dengan erat, merasakan punggungnya yang lebar serta rambut ikalnya yang diterpa oleh angin hingga menggelitik wajahku sesekali. Dan sekarang—secara tiba-tiba—aku merindukan sensasi itu. Aku ingin berada di atas motornya sambil memeluknya dari belakang.

CHANGED (sudah DITERBITKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang