My Beautiful Girl : 21

Mulai dari awal
                                    

Detik itu juga, demi tuhan Leo ingin menerjang saudaranya, memukulnya bertubi-tubi hingga dirinya juga kehabisan napas. Vino tidak bisa memiliki Alessa.

Motherfucker! Kedua tangannya terkepal di kedua sisi, napasnya memburu bersamaan dengan pikiran kotor yang terlintas dibenaknya. Tidak mungkin, Alessa membiarkan Vino menyentuhnya. Sedangkan, kepada dirinya saja perempuan itu jijik.

Soal ketampanan mereka imbang. Sedangkan untuk kekayaan Leo lebih unggul. Vino hanya memiliki beberapa properti berupa usaha club malam. Alessa harus memilihnya, karena dirinya lebih baik ketimbang si muka keledai Vino yang masih saja tertawa.

Suara denting oven memecah keheningan, Alessa berdiri dari duduknya untuk mengeluarkan pasta keju yang dirinya buat.

Tangan Vino terulur merangkul bahu Leo, yang masih terdiam seribu bahasa. Namun, saudaranya tersebut langsung menyentak kasar lengannya.
Ia meringis pelan. "Santai, Leo, gak perlu marah-marah." Godanya, menyeringai geli. Tahu apa yang sedang Leo pikirkan tentang Alessa yang berada di apartementnya.

Leo mendelik tajam, hingga matanya terasa sakit. "Tutup mulutmu, bajingan!" Geramnya tertahan.

Alessa yang mendengar umpatan Leo hanya mampu memutar kedua bola matanya. Menyimpan wadah kaca berisi pasta diatas meja, dia bisa melihat Vino melempar tatapan geli kepadanya. Drama dimulai.

"Kenapa lo ada apartement Vino?" Tanya Leo, melangkah kedepan. Suaranya terkesan menuntut dan ditekan disetiap kata.

"Gak usah drama, Leo..."

"Gue gak ngomong sama lo, ya. Brengsek!" Potong Leo, wajahnya terlihat geram menghunus Vino. "Lo bilang Alessa, perempuan baik-baik. Tapi nyatanya, lo sendiri yang pengen ngerusak dia. Oh, fuck you." Sembur Leo, mengacungkan jari tengah ke arah Vino yang terlihat malas menerima kemarahan saudaranya.

Sedangkan, Alessa sibuk membagi pasta saus keju ke atas piring. Untuknya, Vino dan si bocah drama-Leo yang datang tidak di undang.

"Oh, asal lo tau ya, Alessa. Vino lebih buruk dari gue."

Vino mendelik tak terima, atas tuduhan tersebut.

"Leo." Panggil Alessa, membuat pandangan Leo beralih padanya. "Gue gak tau apa maksud lo. Vino temen gue, karena Vino bantu gue buat bisa kerja di clubnya." Katanya lelah sembari duduk di kursinya.

Vino ikut duduk di hadapannya, mulai menyuap pasta saus keju buatan Alessa ke dalam mulutnya. Perempuan itu menemuinya, karena mencoba menghiburnya. Gisel mencampakkannya, bukan benar-benar mencampakkannya Gisel adalah perempuan tersulit yang pernah ia temui.

"Duduk, Leo!" Perintah Alessa, menatap Leo dari sudut matanya.

Entah apa yang membuat Leo menjadi patuh, pria itu langsung duduk di samping Vino. Alessa diam-diam menyembunyikan senyum gelinya.

Leo tak langsung memakan pasta yang tersaji di hadapannya, dia menatap serius gelas wine miliknya yang kosong. Sedangkan, milik kedua orang di sampingnya tinggal sisa sedikit. Mereka meminum wine, berdua. Tidak dapat di percaya, mereka pasti berkencan. Bajingan, Vino.

"Gelas itu tidak akan terisi sendiri, kalau cuma lo liatin ajah." Kata Vino, menyeringai miring.

Alessa mengangkat pandangannya, untuk melihat Leo yang menatapnya cemberut.

***

"Serius Alessa, asal lo tau kalau Vino lebih buruk dari yang lo bayangkan..." Cerocos Leo sembari mengemudikan mobilnya. Matanya silih bergantian menatap ke depan dan ke samping, memastikan bahwa Alessa mendenger ucapannya.

Alessa memijat pelipisnya pening. Tidak tahu tujuan Leo menjelek-jelekkan saudaranya sendiri. "Gue gak peduli Leo, yang gue tahu, Vino berbeda. Dia bantuin gue saat kesusahaan dan demi tuhan..." Geramnya tertahan diakhir. "Vino sedang patah hati." Sambungnya.

My Beautiful GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang