My Beautiful Girl : 27

15.8K 382 17
                                    

Vote, please...

.

Menyusuri jalan aspal yang membelah perkebunan teh, Leo disambut oleh pemandangan kebun teh yang sangat luas. Matahari pagi menuju siang bersinar cerah, memancarkan cahaya hangat pada daun teh yang bergoyang lembut tertiup angin. Udara dipenuhi dengan aroma teh yang manis, yang melayang di udara dan menggelitik lubang hidungnya. Suara gemerisik dedaunan dan kicau burung memberikan musik latar yang menenangkan, seolah-olah alam sedang menyambutnya, namun tak mampu membuat suasana hatinya membaik.

Leo memandang keluar mobil dengan cemberut, nasi sudah menjadi bubur dan dia tak bisa lagi menghindar dari perjodohan gila tersebut. Di depan mobil sang ayah melaju memimpin, sudah berbagai cara dia lakukan agar terhindar. Mereka seharusnya telah tiba di rumah keluarga yang akan menjadi calon besan tepat pada pukul 10 pagi, namun dirinya berulah.

Leo sengaja tak keluar dari kamar hotel saat suruhan ayahnya datang, ia mengunci kamarnya dari dalam dan mengganjalnya dengan sebuah kursi, persis yang dilakukan Alessa dulu. Hingga membuat kegaduhan di kamar hotel tersebut, Leo tak akan keluar bila suara putus asa ibunya terdengar sedih, membujuknya untuk keluar.

Leo menghela napas bersandar pada pintu kamar, bila ibunya sudah bersuara dengan lirih. Ia tidak bisa apa-apa, selain menurutinya.

Akhirnya, Leo menyerah. Dia membukakan pintu dan mendapat tamparana keras di pipi kirinya dari sang ayah, ibunya segara memasang badan, melerai semuanya dengan derai air mata.

Semuanya terasa sangat menyebalkan, dan buntu.

Suruhan ayahnya yang duduk di kursi samping pengemudi, bercerita tentang sejarah perkebunan teh milik Pak Bima, mencoba mencairkan suasana yang sepi.

Leo acuh tak peduli, dia tak menginginkan semua ini.

Kini sebuah rumah besar bergaya eropa terlihat tak jauh.

"Disana ada yang sedang berkuda." Tunjuk sang supir.

Leo berpindah tempat duduk, ia melihat keluar. Walau hanya satu tingkat, rumah itu sangat luas dan besar, ditambah dengan sebuah lapangan berkuda yang luas.

Seseorang di lapangan begitu lihai memacu kudanya, dengan pakaian khusus menambah keleluasannya berkuda. Leo memanatapnya takjub, ia tak pernah menyangka ada sebuah rumah bergaya eropa ditengah luasnya kebun teh, ditambah lapangan berkuda dimana helicopter saja bisa mendarat diatasnya.

"Apa dia?" Bisik Leo pada dirinya sendiri.

***

Alessa memejamkan mata dan mendengarkan suara tapak Thunder saat menyentuh tanah. Ia merasakan kekuatan hewan di bawahnya dan kebebasan lapangan terbuka di depannya.
Dia membuka matanya dan melihat sekelilingnya, menikmati keindahan pemandangan. Rerumputan hijau, langit biru, dan awan putih semuanya berpadu dalam harmoni yang sempurna. Ia merasakan kedamaian dan ketenangan menyelimuti dirinya saat dia berkendara melewati rintangan.

Alessa tersenyum pada dirinya sendiri, merasakan kegembiraan karena sejenak ia bisa melupakan semua hal buruk yang terjadi padanya.

Setelah hampir melewati 12 rintangan dalam 3 putaran ditambah hari semakin siang, Alessa membelokkan Thunder kembali ke kandang.

Thunder berlari kecil, sebelum menghentikan langkahnya.

Alessa turun, ia melepas topinya memandang ke arah halaman utama rumah dimana dua mobil baru saja tiba. Wajahnya kembali menjadi batu, tanpa ekpresi.

"Keluarga calon tunangan, non baru datang." Kata pembantunya, berjalan di sampingnya sembari menyodorkan handuk kecil.

Alessa tersenyum lebar, pura-pura antusian dengan kedatangan tamu tersebut. "Oh ya, aku tidak sabar..." Untuk melihat reaksi mereka, saat mengetahui perjodohan ini ditunda selama 6 tahun. Gumamnya didalam hati, dengan bergegas ke dalam rumah untuk bersiap, diikuti pembantunya yang lebih sering ia panggil 'bi'.

My Beautiful GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang