My Beautiful Girl : 20

15.3K 495 7
                                    

Vote, please...



.





Di dalam kamar, tepat di tengah malam. Leo tertidur tak menyadari bahwa diluar hujan deras mengguyur kota.

Namun, terganggu dari tidur malamnya karena suara ketukan yang mengganggunya. Leo telah mencoba beristirahat dan menghadapi tantangan hari ini, tetapi setiap kali dia mencoba kembali tidur, suara ketukan terus mengganggunya.

Leo menggeram, mendorong selimutnya hingga terjatuh ke lantai. "Sialan." Rutuknya, beringsut turun dari ranjang.

Sedangkan Alessa di luar meremas kedua tangannya, setelah mengetuk pintu kamar Leo dihadapannya. Lama tak ada tanggapan dari dalam, ia bergegas memutar tumitnya, bersiap pergi dan di saat bersamaan pintu terbuka lebar.

Leo mengucek matanya. Di saat Alessa menatap pria itu dari atas hingga bawah. Sial, apa Leo tidak bisa membeli sebuah baju?

"Apa?" Tanya Leo. Tidak menyadari bahwa perempuan di depannya, terlihat menahan malu dengan rona merah pada pipinya yang tak terlihat karena ruangan yang temaram.

Berdehem untuk menghilangkan sesuatu di tenggorokannya, dan mengalihkan pandangan di depannya. "Ak... Gue boleh habisin teh dari nyokap lo?"

Alis Leo terangkat, menunggu perempuan itu menyelesaikan ucapannya—sesuatu yang penting. Namun sepertinya, hanya itu. Leo menggaruk keningnya kesal. "Serius Alessa, hanya itu?" Katanya dengan nada jengkel. "Gue pikir lo ngabangunin gue, karena ada sesuatu yang penting."

Alessa memutar kedua bola matanya. Awalnya dia juga enggan menganggu tidur pria itu. Namun, Alessa tidak ingin pria itu terbangun di pagi hari dan menemukan teh spesial—buatan ibunya telah habis.

"Lo boleh abisin teh itu. Termasuk isi di dalam kulkas itu, tanpa lo harus bertanya sama gue!"

"Makasih." Kata Alessa, berjalan meninggalkan Leo yang menatap tidak percaya kepergiaannya.

Alessa cukup lelah untuk hari ini, karena energinya terkuras habis untuk menyelesaikan skripsinya yang setengah jalan lagi. Revisi yang tak henti-henti yang ia dapatkan, membuatnya enggan berdebat dengan pria itu.

***

Hujan turun dengan deras di luar apartement, menimbulkan suara menenangkan yang memenuhi ruangan. Pasangan itu berbaring menyamping menatap jendela, berpelukan di bawah selimut. Menikmati hangatnya pelukkan satu sama lain.

30 menit yang lalu, mereka baru saja menghabiskan kegiatan panas penuh gairah. Sebelum, akhirnya Dave menarik Livy ke dalam pelukannya.

Mereka terdiam sejenak mengatur napas, dan termenung memikirkan pikiran masing-masing yang memenuhi isi kepala mereka. Sambil menyaksikan tetesan air hujan mengalir deras di kaca jendela.

Suara hujan bagaikan musik di telinga keduanya, dan mereka merasa bersyukur karena aman dan hangat di dalam sementara badai mengamuk di luar, dan pikiran mereka.

"Livy?" Panggil Dave, lembut.

Saat memanggilnya, bibirnya menyentuh permukaan kulitnya, Livy tanpa sadar merinding. Karena beberapa menit yang lalu, bibir pria itu mencumbunya habis-habisan. "Ya?" Balasnya serak.

"Mari kita melanjutkan hidup bersama." Bisiknya lagi, tangannya mencari-cari tangan Livy lalu mengenggamnya erat.

Livy terdiam, bukan memikirkan dirinya yang ragu. Tidak. Hanya saja mereka telah hidup bersama selama 2 tahun. Itu pun karena, Dave menikahinya karena kasihan.

"Aku mengatakan ini karena, kamu mungkin tahu cintaku telah habis. Begitu juga denganmu. Jadi, mari kita melanjutkan hidup bersama." Lanjutnya lagi, mencium pundak wanita itu.

My Beautiful GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang