27 - Ingkar Janji

3.5K 303 9
                                    

TING tong.

Fadel melirik jam tangannya, usai menekan bel yang ada di sebelah pintu depan rumah milik Cinta tersebut.

"Masuk, Bang." ucap Cinta tersenyum. Fadel hanya tersenyum paksa, sambil melepas sepatu yang ia kenakan.

"Jadi, kamu mau tanya soal apa?" tanya Fadel berjalan mengikuti Cinta, menuju kamarnya.

"Soal procedure." jawab Cinta.

Fadel membelalakkan matanya, "Cuma itu? Masa yang itu aja kamu gak bisa, sih?"

Cinta terdiam, dengan tangan yang tetap mendorong pintu kamarnya.

Mungkin, kini Fadel akan berpikir kalau dia adalah gadis yang bodoh, soal mudah begitu tak bisa.

"Yaudah, kamu mau bikin apa dulu?" tanya Fadel melepas penatnya dengan duduk di karpet bulu merah yang terbentang di kamar Cinta.

"Bikin?" Cinta bertanya balik.

Fad menghela napasnya, "Kita harus tau, apa yang mau kita bikin kalau mau nulis procedure."

Cinta mengangguk-angguk. "Terserah Abang aja deh, yang penting jadi."

Fadel hanya mengangguk lalu meraih kertas putih dan pena yang disediakan Cinta tadi.

Ting🔔

Fadel merogoh saku kemejanya, mendapati sebuah pesan dari ratunya.

CamelliaDela
• Del, kamu pulangnya jam berapa?
• Masih lama? Ini udah mau jam 7 loh, kembang apinya jam 8 kan?

Fadel menghela napas beratnya.

CFadel
• Kamu duluan aja kesana ya, nanti aku nyusul.
• Masih lama ini kayaknya.

Fadel segera memasukkan hapenya kembali ke dalam saku kemejanya. Ia ingin ini segera berakhir, agar ia bisa cepat-cepat keluar dari sini.

"Bang Fadel kenapa?" tanya Cinta yang menyadari akan kegelisahan Fadel.

Fadel hanya diam, tak ada respon untuk pertanyaan gadis di sebelahnya.

Apa dia tak sadar, kalau dia adalah penyebabnya?

"Nih, udah. Aku bisa pergi sekarang, kan?"

Cinta menggigit bibir bawahnya. Yang ia harapkan, bukan lah seperti itu. Dia ingin Fadel agak berlama sedikit lagi di sini, diringi ukiran senyumnya. Namun, nihil. Fadel bahkan tak melempar senyum sekilas pun ke arah Cinta dari tadi.

"Iya, Abang bisa per--

Nada dering hape Cinta berbunyi, sehingga membuat ucapannya semula terpotong, dan kemudian beralih ke hapenya yang ada di atas meja rias.

"Hallo?"

"…"

"Iya, Bapak siapa?"

"..."

"Enggak, gak mungkin."

"…"

Hape Cinta jatuh meluncur ke permukaan keramik kamarnya. Fadel yang melihat itu. Sempat terkejut. Apa lagi, wajah Cinta pun mendadak pucat.

"Kamu kenapa?" tanya Fadel.

"Kak Mei.."

"Mei? Kenapa Mei?"

"Kak Mei kecelakaan."

•••

DELA memeluk tubuhnya. Dingin, walau pun jacket abu-abu milik Fadel itu sudah berusaha menghangatkan tubuhnya.

Arloji di pergelangan tangan kirinya yang sedari tadi ber'tik-tok' itu menunjukkan pukul 20.03 WIB. Fadel telat tiga menit. Padahal, dia tak pernah begini sebelumnya.

Jembatan di sini pun dipenuhi oleh berbagai pasang kekasih yang pastinya memiliki niatan yang sama dengan Fadel dan Dela. Tapi, entahlah. Lelaki itu masih belum muncul. Hapenya pun nonaktif, sehingga yang bisa Dela lakukan kini hanya lah menunggu.

•••

CINTA sedari tadi hanga menangis dalam diam. Kini, dirinya dan Fadel tengah ada di ruang tunggu. Fadel pun sebenarnya ikut cemas dan ingin mengabari Dela, bahwa teman dekatnya itu kecelakaan. Tapi, apa lah daya? Hapenya lowbatt di saat yang seperti ini.

"Mei di mana?!" tanya Toni tiba-tiba datang, dengan wajah penuh kekhawatiran.

"Lo.. tau dari mana Mei kecelakaan?" tanya Fadel mengernyitkan dahinya, lalu bangkit dari duduknya.

"Gue di telepon sama bapak yang nolongin dia. Karena nomor gue ada di panggilan keluar, makanya." jawab Toni duduk di kurs yang semula Fadel duduki.

"Gue bisa pinjam hape lo?" tanya Fadel.

"Hape gue tinggal di rumah."

"Ah, sial." umpat Fadel.

Dia punya janji, dan dia tak bisa berlama-lama dalam situasi bodoh ini.

Kalau pun kini dia tengah bersama Dela, dia akan membawa Dela ke rumah sakit, agar bisa menunggu bersama.

Apa yang kini gadis itu lakukan? Ah, tentu saja menunggu dengan hati yang kecewa terhadap kelakuan Fadel.

Fadel mengusap wajahnya gusar.

"Cinta, bisa gue pulang sekarang?" tanya Fadel.

Cinta agak terkejut, karena Fadel memanggilnya dirinya dengan 'gue' sedangkan Fadel dan Cinta mempunyai panggilan aku-kamu selama ini.

"Ehm, maksudnya.. bisa aku pulang?"

Cinta menunduk sedih. "Cinta mau Abang temani Cinta."

Fadel menarik napasnya dengan amarah yang kini menguap, yang ingin segera ia keluarkan.

"Abang temani Cin--

"Cukup, Cinta. Gue bukan siapa-siapanya lo. Gue punya banyak kegiatan lain selain nunggu bareng lo di sini. Lagian, Toni udah ada, kan? Lo gak takut lagi nunggu sendiri, kan?"

Fadel menarik napasnya, lalu segera berlari keluar dari perangkap ini.

Jam menunjukkan pukul 21.00 WIB.

Segera, ia banting stirnya menuju tempat yang memang seharusnya dari tadi ia datangi.

Bahunya naik turun, menandakan kalau ia kini benar-benar takut. Takut membuat hati Dela kecewa.

Setelah memarkirkan mobilnya dan mematikan mesin mobil, Fadel segera berlari menuju jembatan tersebut. Kembang api sudah berakhir, itu sudah pasti.

Tapi, Dela masih di sini?

Mobilnya memang tak kelihatan di sepanjang parkiran.

"Maaf Mas, tadi saya dikasih ini sama perempuan yang nungguin Mas." ujar lelaki tua yang merupakan dalang dari letusan kembang api sekitar satu jam yang lalu, sambil menyodorkan secarik kertas.

Fadel segera mengambil selembar kertas putih tersebut, lalu buru-buru membukanya.

Makasih ya Del, buat surprisenya. Rupanya sekarang anniv kita, makanya kamu sampai bela-belain minta letusin kembang api ke bapak yang tinggal di dekat jembatan. Karena HP kamu mati, jadi aku tulis di sini aja kalau kamu nanti ke jembatan, biar kamu gak bingung. Oh ya, aku malem ini ke Bogor, main ke rumah temen. Kamu bikin sarapan sendiri ya besok.

Fadel mengusap rambutnya gusar. Dia tau, Dela kecewa sekarang. Makanya, dia sampai bela-belain ke Bogor malam-malam gini, sendiri lagi.

Fadel segera berlari menuju mobilnya, lalu tancap gas menuju rumah. Ia harus mengganti baterai hapenya, agar bisa menyusul Dela ke Bogor dan menjelaskan semuanya.

*

FADELATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang