15 - Fadel sakit (lagi)

4.3K 322 14
                                    

"Fadel!" panggil Bu Lia sambil memukul meja Fadel menggunakan penggaris panjangnya. Fadel yang tengah enak-enak bermimpi, langsung tersentak dan segera duduk dengan tegap.

"A-ada apa, Bu?" tanya Fadel mengedipkan matanya berulang kali berusaha menetralkan pandangannya. Rambutnya acak-acakan, matanya memerah.

"Enak tidurnya?" kekeh Bu Lia dengan nada tawa paksa. Fadel ikut tertawa. "Jangan ketawa!"

Fadel seketika terdiam dari tawanya. "Saya sedang sakit kepala, Bu"

"Kalau sakit tuh ke UKS," kata Bu Lia. Fadel hanya mengangguk mengiyakan ucapan Bu Lia.

Bu Lia kembali menuju papan tulis untuk menerangkan pelajaran matematikanya.

"Kamu gak papa, Del?" bisik Dela dari depan. Fadel hanya berdehem kecil sambil menenggelamkan kepalanya ke sela kedua lengannya. "Beneran gak papa? Yuk kuantarin ke UKS,"

"Gak usah, nanti siapa yang bakal nenangin kelas kalau aku gak di sini? Toni kan juga gak dateng," ujar Fadel dengan suara lesu. Toni, si wakil ketua kelas emang sedang libur, karena ada urusan keluarga ke luar kota.

"Yaelah, kalau pun nanti kamu tetap di sini, kelas juga gak bakal aman karena kamu tidur terus," oceh Dela sambil memutarkan kedua bola matanya sebal melihat Fadel si kepala batu ini.

Memang, sedari tadi pagi Fadel kelihatan loyo dan lesu banget. Dela sempat bertanya tadi pagi, tapi Fadel bilang gak papa, dan keras kepala untuk tetap pergi ke sekolah.

"Ibu permisi ke WC sebentar. Jangan sampai ada yang ribut!" kata Bu Lia dengan tatapan mematikan. Semua murid di kelas menelan ludah lalu mengangguk.

"Del, kamu gak papa, toh?" tanya Mei dari meja sebelah. Ingat kan, kalau Mei duduknya di meja sebelah Fadel?

"I'm fine, thanks," jawab Fadel masih menutup matanya. Dela dan Mei hanya saling pandang.

"Beneran kamu gak papa? Kita masih satu jam lagi baru pulang," kata Dela. Fadel mengangguk.

"Ih kamu nyebelin banget, sih! Cepat ke UKS sana," ujar Mei dengan kesal.

"Udah kubilang aku gak mau," jawab Fadel tak kalah kesal.

"Cepat," kata Dela menarik tangan Fadel untuk berdiri. Fadel menghela napas lalu pasrah mengikuti apa yang di katakan dua gadis labil ini.

Dela dan Fadel akhirnya keluar dari kelas dan menuruni anak tangga menuju UKS. Fadel hanya mengangguk-angguk ketika Dela mengomelinya sepanjang perjalanan.

"Dela? Fadel? Ngapain? Siapa yang sakit?" tanya Bu Dewi, selaku guru yang bertanggung jawab atas UKS. Dela nyengir kuda.

"Fadel, Bu. Katanya sakit kepala," jawab Dela. Bu Dewi hanya mengangguk-angguk mendengar jawaban Dela.

"Yaudah, tiduran aja dulu di dalam. Cuma ada satu murid kok di UKS," ucap Bu Dewi bangkit dari mejanya.

Del mengernyitkan dahi. Satu murid?

"Cinta, Bang Fadel-nya ikutan di sini, ya," ujar Bu Dewi ketika menerobos tirai yang tergantung di ambang pintu.

Orang yang bernama Cinta itu hanya melirik sedikit lalu mengangguk. Dela menatap seseorang yang bernama Cinta itu. Se-tau Dela, Cinta merupakan anak kelas sepuluh, adik kelas Fadel dan Dela.

"Kan udah kubilang aku gak mau tadi," bisik Fadel sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal itu.

"Pokoknya di sini aja. Udah ya, aku tinggal dulu. Nanti pas pulang aku jemput. Tas kamu biar aku yang bawain," ucap Dela berlalu.

Fadel hanya berdecak kesal sambil menatap ke atas langit-langit ruangan ini dengan kosong. Saat seperti ini, dia tak tahu harus apa. Dia tak punya teman ngobrol. Dan sialnya, kantuk yang sedari tadi ia pendam-pendam di dalam kelas, malah hilang seketika setelah sampai di UKS.

"Abang kelas 11-2, ya?" tanya Cinta memecahkan keheningan yang berlaku kurang lebih lima menit itu.

"Hah? Oh, iya," jawab Fadel. Cinta hanya meng'O'kan ucapan Fadel. Fadel memandang ke arah Cinta yang sedang menatap ke langit-langit ruangan ini. "Itu kaki kamu kenapa?"

Cinta menatap balik. "Ehm, jatuh dari sepeda"

Fadel mengernyitkan dahinya. "Gara-gara itu kamu tiduran di UKS?" Cinta menggeleng cepat.

"Sakit kepala. Kalau kaki sih, cuma sakit sampingan," jawab Cinta terkekeh.

Fadel tertawa. "Emangnya ada ya, yang namanya sakit sampingan?" Fadel bangun dari tidurnya. Cinta yang melihat hal itu, sempat mengernyitkan dahinya.

"Kemana, Bang?" tanya Cinta.

"Kaki kamu yang kayak gitu bikin aku ngeri. Boleh kuobatin, kan?" tanya Fadel seraya mengambil plester dan obat-obatan lainnya di sudut ruangan.

Deg.

Jantung Cinta jadi berdetak tak karuan.

"Kalau gak diobati, nanti bisa infeksi," sahut Fadel sambil mengobati lutut Cinta yang terluka. Cinta hanya mangut-mangut mendengar penjelasan Fadel.

Ting. Ting. Ting.

Bel berbunyi. Semua murid berhamburan dari kelas. Setelah selesai mengobati lutut Cinta yang terluka, ia segera kembali menuju tempatnya semula.

"Hai, Del! Udah sembuh?" tanya Dela melangkah masuk ke ruang UKS. Fadel mengangguk sambil tersenyum. "Yuk pulang, nih, tas kamu berat banget...."

Fadel segera duduk dari tidurnya, begitu pula dengan Cinta.

"Cinta, aku pulang duluan, ya," pamit Fadel sambil mengangkat tangannya. Cinta hanya mengangguk sambil tersenyum.

Fadel dan Dela pun berjalan keluar dari UKS untuk segera pulang.

"Kamu saling kenal sama Cinta?" tanya Dela penuh selidik. Fadel mengernyitkan dahinya.

"Kenapa emangnya?"

"Gak papa, cuma mau tau."

"Gak, sih. Tadi kami sempat ngobrol dikit," jawab Fadel akhirnya. Dela hanya membulatkan bibirnya, meng 'O' tanpa suara.

"Kudengar, dia selalu dibully oleh cewek-cewek se-angkatannya," ujar Dela. Fadel mengernyitkan dahi.

"Bully? Kenapa?"

"Dia kan cantik. Cowok banyak suka ke dia, dan cewek-cewek jadi iri sama dia," terang Dela. Fadel terdiam.

Gadis sebaik itu dibully? Jahat sekali mereka.

***

"Lagi masak apa?" tanya Fadel dari belakang ketika Dela tengah mengaduk adonan kue. Berasa kayak suami-istri, ya? Sayangnya, Fadel gak meluk dari belakang.

"Del, besok kayaknya aku mau pergi ke rumah sakit di mana papa bekerja," ujar Dela tiba-tiba. Fadel mengernyitkan dahinya. Terkejut? Bisa jadi.

"Kenapa tiba-tiba?" tanya Fadel.

"Kangen sama dia," jawab Dela. "Pokoknya, walaupun mama larang-larang aku ketemu papa, sekarang aku udah gak peduli."

Fadel hanya mengangguk membenarkan ucapan Dela, bibirnya mengukir senyum tipis. Memang itulah yang seharusnya Dela lakukan dari dulu, pikir Fadel.

*

FADELATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang