22 - Romi? Cinta?

3.8K 280 5
                                    

Fadel tersenyum ke arah Dela yang tengah duduk di sampingnya.

"Mana mungkin orang kayak kamu pandai ngegombal," komentar Fadel seraya mengikat tali sepatunya. Dela menaikkan satu alisnya.

"Ngeremehin? Aku pandai, kok!" ujar Dela.

"Coba?"

"Ah, ngegombal itu tugasnya cowok," kata Dela seraya berjalan mendahului Fadel menuju pintu depan.

"Bilang aja gak pandai!" teriak Fadel menyusul ke arah Dela.

Dua hari yang lalu mereka pulang dari Hokkaido, dan kini sudah harus mulai bersekolah lagi. Apa lagi Toni dan Mei, yang sibuk mendesak mereka agar cepat pulang, tak lupa di bawakan oleh-oleh.

"Apaan sih, dari tadi pegang-pegang?" tanya Dela sambil menarik tangannya yang di pegang Fadel. Fadel bergidik.

"Ih yaudah deh, gak papa..." rajuk Fadel kemudian berjalan cepat mendahului Dela. Dela menahan tawa.

Sejak kapan Fadel jadi pandai merajuk begini? Astaga. Lucunya.

"Ih jangan marah, dong!" teriak Dela mengejar Fadel yang berjalan jauh di depannya.

***

"So, mana oleh-olehnya?" tanya Toni sambil menyodorkan tangannya yang kosong. Fadel dan Dela hanya saling pandang.

"Di rumah, ntar deh," jawab Fadel cengengesan.

"Bilang aja gak inget kita lagi," kata Mei membuang muka. Fadel dan Dela menahan tawa.

"Tau tuh, mentang-mentang udah—"

Fadel langsung memukul kepala Toni dari belakang.

"Enak!" ujar Toni kemudian membalas pukulan Fadel.

"Enak ya, udah saling tau perasaan satu sama lain. Aku mah, masih waiting," ujar Mei tersenyum miris sambil menatap ke depan.

Toni menelan ludah. Duh, apa dia yang ke-GR-an atau memang benar yang di maksud Mei itu adalah dirinya? Toni cuma takut, nanti ternyata dianya aja yang ngira kalau Mei suka sama dia, padahal aslinya enggak. Toni paling anti jadi cowok yang ditolak. Rusak dong image-nya Toni, masa cowok ganteng di tolak, sih?

"Kode keras, tuh," bisik Fadel sambil menyikut Toni. Toni hanya cengengesan.

"Ah Del, gue ke WC dulu ya, lo ikut?" tanya Toni.

Fadel, Dela, dan Mei memberi tatapan garing ke arah Toni.

"Ngapain gue harus ikut ke WC bareng lo?" tanya Fadel membuat Toni jadi mati kutu. Toni hanya cengengesan lagi lalu berjalan menuju yang tadi di katakannya.

Toni rasanya bimbang. Pengen nembak tapi takut, pengen memperpanjang masa PDKT tapi dia gak suka dikode lagi sama Mei. Gimana, dong?

Bruk.

"Eh! Maaf." Gadis itu segera memungut kertas-kertas yang berjatuhan akibat tabrakannya dengan Toni.

Toni ikut menolong perempuan itu. "Lo gak papa?" tanya Toni.

"Loh, Bang Toni?" gadis itu mengernyitkan dahinya.

Toni ikut mengernyitkan dahinya. "Kok lo tau nama gue?"

"Bang Toni temennya Bang Fadel, kan?" tanya orang itu riang. Toni mengangguk walau dengan ragu-ragu. "Aku mau ngasih ini buat Bang Fadel, tolong kasihin ya, Bang?" lanjutnya sambil menyodorkan sebuah ensiklopedia.

"Loh, ini bukannya punya Fadel?" Toni mengambil ensiklopedia tersebut.

"Iya, Bang. Kalau gitu, Cinta permisi dulu, ya."

Toni hanya mengangguk melihat gadis itu berlari menjauh. "Jadi, Cinta namanya?"

"Iya, namanya Cinta." Toni menoleh ke arah suara.

"Siapa lagi lo?" tanya Toni melihat orang yang barusan tampal bicara padanya. Padahal Toni jelas-jelas tak mengenal orang itu.

***

"Elah lama banget lo ke WC doang," komentar Fadel ketika Toni baru memasuki kelas. Toni hanya nyengir kuda.

"Eh ya, nih Del, dari Cinta," ucap Toni menyodorkan ensiklopedia Fadel ke si pemilik. Fadel mengernyitkan dahi.

"Cinta?" tanyanya direspon dengan anggukan oleh Toni.

"Dan tadi gue juga ketemu Romi."

Fadel mengernyitkan dahinya. "Romi?" Toni mengangguk.

"Sejak kapan dia sekolah di sini?" tanya Fadel hanya direspon dengan gidik bahu oleh Toni. Toni memang tak tau apa-apa, dia aja hanya heran sedari tadi.

FADELATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang