9 - Double Date

5K 357 17
                                    

"Eh, Mei. Udah dateng?" ujar Dela ketika Mei baru saja ingin mengetuk pintu kamar Dela.

"Udah." jawab Mei nyengir. Dela mengernyitkan dahi.

"Kenapa?" tanya Dela menatap Mei lekat-lekat sambil memasang wajah curiga.

"Kenapa apanya?"

"Kok kayak yang seneng banget?" ulang Dela menaikkan satu alisnya. Mei menggeleng polos.

"Gak, tuh. Yuk turun, Fadel sama Toni udah nunggu," kata Mei segera menuruni anak tangga mendahului Dela.

Dela mengernyitkan dahi. Toni? Jadi Toni ikut? Pasti Fadel yang undang. Tapi gak papa, justru kalau lebih ramai lebih bagus. Dan mungkin, tingkah Mei barusan itu karena Toni.

"Halloha para bapak-bapak! Udah lama nunggu?" teriak Dela dari anak tangga. Fadel dan Toni hanya saling pandang lalu berbisik-bisik seakan mengasihani kelakuan Dela yang mereka rasa udah melenceng dari kenormalan.

"Apa yang kalian bisikkan?" tanya Dela memukul Fadel duluan.

"Gak ada kok, gak ada!"

"Yaudah, kita belajarnya di mana?" tanya Mei. Dela tersenyum jahil.

"Di kamar Fadel aja, kamar Fadel kan wangi," kekeh Dela menaik-naikkan alisnya kearah Mei. Mei ikut terkekeh. Tau dong kan, maksudnya? Mereka teringat pas mereka menyelinap masuk ngobrak-abrik isi kamar Si Fadel waktu itu.

Fadel yang melihat mereka secara bergantian hanya menggaruk tengkuknya heran. "Kenapa kalian?"

"Eh, selesai ini ke kafe yang jual crepe di dekat stasiun, yuk? Aku traktir, deh," ajak Toni nyengir kuda. Dela tersenyum lebar.

"Boleh! Kita bertiga aja, ya, Fadel kan masih sakit," ucap Dela dengan nada mengejek.

"Kejamnya!" kata Fadel. Dela dan Mei tertawa.

"Ya, kamu kan masih sakit," ujar Dela.

"Udah sembuh! Orang sakit kepala doang kok, kemarin," sanggah Fadel memutar kedua bola matanya sebal.

"Iya."

"Yuk ke kamar Fadel," ajak Mei berjalan mendahului mereka. Dela, Toni, dan Fadel mengikuti dari belakang.

"Yaelah, kalian satu kamar?!" tanya Toni setengah kaget.

"Nggak, lah! Tuh, kamar gue," jawab Fadel menunjuk kamar atas. Toni hanya mendelikkan bahu.

"Kalian duduk aja dulu di atas ya, aku mau bikinin teh," kata Dela berjalan menuju anak tangga yang akan menghubungkannya dengan dapur.

"Ehm, aku juga," sahut Fadel mengikuti Dela dari belakang. Dela mengernyitkan dahinya.

"Emang bisa kamu bikin teh?" tanya Dela.

"Eh, bisa, ya. Jangan ngeremehin aku," jawab Fadel memeletkan lidahnya. Dela hanya memutar kedua bola matanya sebal lalu bergegas menuju tangga.

"Eh, kamu ngapain sih ngikutin aku?" tanya Dela menghentikan langkahnya ketika sudah cukup jauh dari kamar mereka. Fadel mengernyitkan dahinya.

"Lah, kenapa emang? Gak boleh?"

"Ya gak boleh, lah. Tapi tadi katanya masih sakit," ucap Dela melanjutkan langkahnya. Fadel tertawa.

"Cie, perhatian!" godanya menyikut Dela. Dela membelalakkan matanya.

"Nggak, ya! Aku cuma ngerasa gak enak hati aja, nanti kalau kamu gak cepat sembuh. Kan aku bertanggung jawab secara penuh atas kamu sekarang," ucap Dela sembari kesusahan untuk mengambil gula yang ada di rak paling atas. Fadel mengukir senyum.

FADELAOnde as histórias ganham vida. Descobre agora