Kesepakatan? Kesepakatan soal uang maksudnya? Harry mengejang di sebelahku. Tangannya mengepal dengan kuat dan secara spontan aku langsung menyambarnya. Harry menoleh. Raut wajahnya terlihat kaget sama seperti milikku. Oh, tidak. Apa yang kau lakukan, Kenya?

Namun, ajaibnya Harry langsung melenggang mengikuti kemana dokter—maksudku Christian—dan Sarah berjalan menuju ruang makan yang berada tidak jauh dari dapur dan minibar. Meja makan yang mereka miliki sangat besar dan kupikir cukup untuk 14 orang. Aku tidak dapat membayangkan bagaimana sepinya meja makan mereka setiap harinya.

Christian menarik kursinya di paling ujung dan duduk, sementara Sarah membuka kan piring untuk Christian yang menangkup di atas meja makan. Sedikit tercengang ketika Harry menarik kursi untukku di dekat Christian kemudian ia duduk di sampingku. Kulihat Sarah berlenggang dengan indahnya menuju dapur. Kuakui ibu Harry memiliki bentuk tubuh yang ramping dan bugar, tidak heran mengapa ia bisa menghasilkan anak setampan Harry. Aku jadi penasaran dengan sosok ayah kandungnya.

"Sarah sudah menyiapkan banyak hidangan malam ini. Dia cukup senang memasak, oleh karena itu kami tidak memiliki juru masak di rumah." Jelas Christian sambil meraih sebotol anggur di dekatnya. Suara keras langsung memekakkan telingaku disaat tutupnya terbuka. "Anggur merah tahun 1995. Agak sulit untuk di dapatkan, apa kau mau mencobanya, Nona Sharp?"

"Terimakasih." Aku menyunggingkan senyum sambil mengangkat gelas wine-ku ke arah Christian. Ia langsung menuangkannya dan meraih serbet untuk membersihkan sisa-sisa di ujung botolnya sebelum menuangkan ke gelasnya sendiri.

Oh, aromanya begitu nikmat. Sudahkah aku memberitahumu bahwa di antara semua minuman beralkohol, anggur merah adalah favoritku?

Tak lama setelah aku mencicipi anggur merah yang ditawarkan Christian, Sarah datang dengan dua buah piring besar berisi daging sapi merah yang dipanggang setengah matang dan udang segar yang sudah dimasak dengan saus berwarna kemerahan, lalu ia kembali lagi ke dapur dan datang membawa sepiring salad serta kentang tumbuk. Sarah duduk di ujung meja makan yang berlawanan dengan Christian.

Wow, dari apa yang kulihat bisa kukatakan semua makanan ini lezat. Lagi, aku bingung mengapa Harry memilih tinggal di frat house.

Bicara soal Harry, sontak aku menoleh ke arahnya karena ia tidak bersuara sama sekali sejak tadi. Namun, betapa terkejutnya aku ketika mendapati kedua mata hijaunya yang sedang menatapku dengan tatapan yang tidak kumengerti. Apa ada yang salah? Atau jangan-jangan ia masih terkejut dengan reaksi spontanku yang memegang tangannya tadi? Tapi aku memilih untuk tersenyum ketimbang menanyakannya. Dan untuk pertama kali, kulihat sudut bibir Harry yang berkedut seolah menahan senyuman.

Aku membuang muka menatap kedua tanganku di atas paha, tersipu malu dengan reaksinya tadi.

"Ayo dimulai. Tidak perlu malu-malu, santap saja apa yang ada di meja makan." Tutur Christian dengan nada suaranya yang begitu bersahabat.

"Kau mau kuambilkan?" aku berbisik pada Harry yang sedari tadi diam saja. Mendengar tak ada respon, aku pun mengiris sepotong daging sapi merah dan mengambil beberapa sendok kentang tumbuk untuknya, juga kacang polong beserta wortel. Sempat aku melirik ke arah Sarah yang memandangku getir. Jujur, aku sedikit takut dengan sorot matanya yang tidak kumengerti itu.

Selang beberapa menit yang diliputi oleh dentingan pisau dan garpu di piring, Christian akhirnya memecahkan kebisuan di antara kami berempat.

"Bagaimana dengan kuliahmu, Harry? Apa kau menikmatinya? Apa sastra dan literatur lebih menarik ketimbang filsafat?"

Harry mendengus sebelum menjawabnya, "Sama buruknya."

Oh.

"Kau sendiri, Nona Sharp? Bukankah kalian satu jurusan?" kali ini Sarah yang bertanya, cukup mengagetkanku, kukira ia akan lebih tertarik menanyakan kabar putranya ketimbang diriku.

CHANGED (sudah DITERBITKAN)Where stories live. Discover now