My Beautiful Girl : 10

Mulai dari awal
                                    

Pandangan mereka akhirnya bertemu, Leo menyeringai melihat rambut hitam panjangnya membingkai wajah cantiknya. Kedua mata indahnya berair, bila satu kali mata perempuan itu berkedip, air mata itu akan luruh membasahi pipinya yang di hiasi rona merah.

Tanpa sadar salah satu tangan Leo terangkat, menangkup pipi tirus Alessa yang kini terpejam, bulir air mata jatuh dengan gerakan cepat Leo menghapusnya. "Aku tau... Aku tau ini terasa menyakitkan tapi aku berjanji... Aku berjanji akan membuatmu nyaman." Kata Leo wajahnya mendekati ceruk leher perempuan itu yang terbuka, menyambutnya.

Leo menggeram saat tanpa perintah mulai menggerakkan pinggulnya.

"Kau membunuhku."

Wajah Leo kembali terangkat, bingung. Napasnya terasa sesak karena dorongan kebutuhan dan kebingungan saat mendengar suara lirih Alessa keluar dari bibir ranumnya.

"Kau membunuhku, Leo." Kata Alessa lagi, nada suaranya berubah dingin dan tajam.

"Tidak... Ini tidak akan membunuhmu..."

"Kau membunuhku!" Alessa mengalihkan pandangannya ke bawah.

Leo mengikuti hal serupa, dia mengikuti arah mata Alessa.

Seketika semuanya berubah, mereka tidak lagi telanjang dan kini mereka tengah berbaring di ruangan apartement, yang memisahkan dapur dan ruang tv dengan berpakaian lengkap.

Leo menarik tangannya mundur. Saat dia merasakan tengah memegang sesuatu yang keras dan benda itu menusuk perut Alessa yang terbaring pasrah. Tidak. Teriaknya.

"Alessa..." Leo tergagap mengangkat tubuhnya menjauh. "Aku... Aku tidak bermaksud..." Ini gila, mata Leo terbelalak saat darah mulai muncul membasahi lantai dan baju putih yang Alessa gunakan. "Tidak, aku... Aku minta maaf." Tanpa sadar Leo mulai terisak, tangannya sudah berlumuran darah saat sekuat tenaga mencoba menghentikkan pendarahan tersebut.

"Alessa, aku tidak bermaksud membunuhmu. Aku..."

"Kamu melakukannya, Leo." Potong Alessa menyeringai kearahnya, sebelum wajahnya terlempar ke samping dan mulai batuk darah.

Melihat hal tersebut tubuh Leo semakin bergetar ketakutan, dia tak ingin Alessa mati karenanya. Tangannya terulur menyentuh pipinya yang dingin, saat melihat jejak darah yang ditinggalkan olehnya dia semakin histeris.

Leo mencoba menghapus jejak darah tersebut namun semakin membuat wajah Alessa berlumur darahnya sendiri.

"Tidak Alessa, maafkan aku... maafkan aku... maafkan aku... maafkan aku..." Jerit Leo frustasi.

.


Sebuah tepukkan menyadarkan Leo dari lamunan mimpi buruknya tadi malam.

"Bro." Panggil Vino wajahnya menatap saudaranya, penasaran dan bingung.

Karena sejak tadi ia memperhatikan Leo yang terdiam seribu bahasa dengan kening yang berkerut, terlihat sedang memikirkan sesuatu.

Leo berdecak kesal, mengeyahkan tangan Vino yang masih setia di pundaknya kasar. "Apaan sih?!" Bentaknya.

Vino mengerutkan kening, tanpa banyak berbicara ia beringsut menjauh kembali ke posisi semula.

Leo yang menyadari dirinya yang salah, berdehem salah tingkah. "Sorry." Gumamnya pelan. Di samping Vino mengangguk kecil.

Ini semua salah mimpi buruk sialan itu. Leo selalu memikirkan arti dari mimpi tersebut. Tidak mungkin di masa depan dia membunuh Alessa, itu bukan yang dia inginkan atau dia harapkan.

Cafe The Wolf Espresso malam ini terlihat tidak terlalu ramai, tidak seperti hari biasanya. Leo menyandarkan punggungnya setelah mengumpulkan kembali jiwanya, memandang ke arah Ogay yang tengah asik mengobrol dengan kumpulan perempuan yang seumuran dengan mereka.

My Beautiful GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang