"Aku baik. Kau dari mana saja?"

"Dari rumah teman." Dustaku.

"Selarut ini?"

Kontan aku menelan ludah dan menyembunyikan wajahku, "Aku ketiduran di tempatnya. Well, sebaiknya kau beristirahat, William. Aku akan menginap disini malam ini. Tidur lah." Aku kembali memandangnya. "Selamat malam."

"Selamat malam, Kenya." Will tersenyum padaku sebelum ia memejamkan matanya. Lantas aku beranjak menuju sofa di ujung ruangan tanpa memberikan ciuman selamat malam pada Will. Agak aneh tapi Will memang paling tidak suka jika dicium. Ia pernah berkata padaku bahwa ciuman selamat malam itu hanya untuk bocah lima tahun. Jadi, jika aku ingin melakukannya aku harus menunggunya hingga terlelap.

Well, ini adalah hari yang sangat teramat panjang di seumur hidupku. Terlalu banyak yang terjadi pada hari ini dan aku merasa lelah. Sangat lelah. Dan ini semua gara-gara Harry. Jika saja pria itu tidak meninggalkan dompetnya di bar kemarin malam, mungkin aku tidak akan sesial ini.

Harry brengsek. Sekarang aku sudah tidak mampu berpikir apa-apa lagi hingga akhirnya aku tertidur pulas.

...

Paginya aku terbangung dengan kondisi yang mengerikan. Rambutku kusut dan berantakan. Riasan wajah yang kugunakan sudah luntur ke sekitaran wajah. Kakiku sakit bukan main dan tubuhku kedinginan.

Sementara Will masih tertidur pulas di ranjangnya, aku pun berusaha sebisa mungkin untuk tidak menimbulkan suara sedikit pun sebelum pulang ke apartemen. Aku yakin Jules pasti menanyakan keberadaanku mengingat notifikasi yang kudapatkan darinya ada 13. Tidak lupa aku mencium kening Will terlebih dahulu sebelum pergi.

Dan sekarang masalahnya adalah haruskah aku pulang dengan pakaian semacam ini? Bajuku tertinggal di ruang ganti di pub semalam! Sial. Tapi, kemungkinan besar di waktu sepagi ini Jules pasti belum bangun dari tidur. Mungkin aku bisa diam-diam masuk ke dalam apartemen dan langsung berganti pakaian.

Aku mendengus lega ketika membuka pintu apartemen dan Jules tidak terlihat di sekitaran. Dengan segera aku berjinjit dan berlari menuju kamarku lalu menutup pintu. Kuraih sebuah kaus polos dan celana pendek dari dalam lemari sebelum berlalu ke dalam kamar mandi. Tak lupa aku melepaskan terlebih dahulu mini dress yang semalaman kupakai dan menaruhnya di tumpukan baju kotor milikku. Aku juga menaruh ponselku di atas meja untuk mengisi ulang baterainya.

Sekitar tiga puluh menit aku membersihkan tubuh dibawah siraman air hangat, aku bergegas mengenakan pakaian yang kubawa tadi dan mengeringkan rambutku di kamar dengan pengering rambut. Lalu tiba-tiba ponselku bergetar dan menyala, pertanda ada pesan masuk. Seketika itu pula aku mendapat kabar dari Spencer bahwa aku mendapat panggilan untuk melayani seseorang di kamar hotelnya malam ini.

Hebat.

Setidaknya malam ini tidak akan ada yang menggagalkan usahaku dalam mendapatkan uang.

Tak lama, aku kembali mendapatkan pesan. Namun, kali ini nama Ezra yang tertera di layar. Kontan senyuman di wajahku mengembang lebar. Seperti biasa, ia selalu menyapa dan menanyakan kabarku dan Will. Dengan lincah jari-jariku membalas pesannya setelah mematikan pengering rambut yang kugunakan. Aku bertanya padanya kapan ia akan berkunjung ke New York, tapi ia masih belum tahu karena masih sibuk dengan prakteknya di Rumah Sakit. Oleh sebab itu bibirku langsung melengkung ke bawah setelah mendapatkan pesannya. Padahal aku sudah sangat merindukan Ezra.

Bayangkan saja, sudah lebih dari dua bulan kami tidak bertemu.

...

Awalnya aku sudah bisa bernapas lega karena ketika aku menginjakkan kakiku di kelas Harry tidak kutemukan di kursi mana pun. Sampai mata kuliah berlangsung lewat dari setengah jam pun aku masih bisa menghirup udara bebas, karena kupikir mungkin Harry tidak akan masuk ke kelas siang ini. Namun, nyatanya aku salah. Harry tetap datang meski terlambat lebih dari 30 menit.

CHANGED (sudah DITERBITKAN)जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें