Kuperhatikan mata Jules memandang ke arah di balik pundakku. Kontan aku memalingkan wajah dan kudapati Harry tengah berdiri di ambang pintu. Jadi Julia Parker—satu-satunya teman baik yang kumiliki—kenal dengan Harry? Wow.

"Ada apa kau kemari? Dari mana kau tahu apartemenku?" Jules bangkit dari sofanya dan berjalan melewatiku—atau lebih tepatnya menghampiri Harry.

Aku tidak menduga bahwa ternyata Jules dan Harry saling kenal. Sungguh sebuah kebetulan.

"Seseorang telah mencari gara-gara denganku." Jawab Harry sarkastik. Di detik itu pula lah Jules menoleh dan memandangku dengan bingung.

"Ba-baiklah, tunggu sebentar disini. Aku harus berbicara dengannya." Ujar Jules sedikit tergagap sambil lalu menutup pintu apartemen kami dan membiarkan Harry menunggu seorang diri di luar. "Apa yang sebenarnya terjadi?" Jules berbalik dan merendahkan suaranya nyaris serendah bisikan.

"A-aku meminjam uangnya."

"Apa? Bagaimana bisa? Sejak kapan kau mengenal Harry, Kenya? Dimana kau mengenalnya? Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa kau membawanya kemari?"

Aku tergelak, "Whoa, tenanglah, Jules! Mengapa kau jadi panik begini? Well, yang penting saat ini aku butuh uang $100 darimu. Aku janji akan segera mengembalikannya secepat mungkin."

"Seratus dollar?? Untuk apa?" Jules menyilangkan kedua tangannya di dada. Kemudian ia berjalan mendekat ke arahku dengan pandangan menyelidik.

"Ceritanya panjang, tapi aku berjanji setelah ini semua selesai aku akan menceritakan semuanya padamu. Ayolah, Jules, kumohon. Aku sangat membutuhkannya."

Jules mendengus pelan—atau lebih tepatnya mendengus pasrah, "Baiklah."

Oh, terimakasih Tuhan.

"Tapi setelah ini kau harus menceritakan semuanya padaku. Harus."

"Aye aye, miss Parker. Aku berjanji." Ujarku meyakinkan.

Lalu sejurus kemudian Jules berangsur menuju kamarnya dan kudengar Harry mulai mengetuk-ngetuk pintu apartemen kami. Awalnya aku ragu untuk membukanya, tapi ia terus menerus mengetuk pintunya hingga kurasa gendang telingaku seperti hampir pecah!

"Sabar sedikit!" pekikku.

"Mengapa lama sekali?? Aku sedang terburu-buru, bodoh!"

"Hey, seharusnya kau berterimakasih padaku karena aku telah menemukan dompetmu. Coba bayangkan jika dompetmu itu jatuh ke tangan yang salah. Mungkin saat ini kau sedang menangis di kamarmu."

Lagi-lagi rahang Harry menegang. Tangannya yang dipenuhi oleh tato langsung menyentuh pinggiran pintu seolah-olah ia sedang menahan amarahnya yang memuncak. Tepat ketika ia hendak berbicara kudengar suara Jules yang memanggilku.

"Kenya, ini."

Pun aku segera berbalik ke arahnya. Jules menyodorkan dua lembar uang $50 padaku dan detik itu juga aku menghujamkannya ke dada Harry. "Ambil ini dan sekarang pergilah. Urusan kita sudah selesai."

"Tidak, tunggu dulu." Sanggah Jules. Ia berdiri di sampingku dan berdecak pinggang. "Apa kau akan datang ke pesta malam ini?"

"Tergantung. Jika si bedebah itu ada disana maka aku tidak akan datang." Jawab Harry. Entah mengapa kurasa baru kali ini aku bertemu dengan pria yang tidak pernah santai saat berbicara. Lihat saja gesture-nya yang kaku, ditambah lagi dengan gigi-giginya yang (selalu) mengatup rapat.

"Oh, ayolah, Harry. Mengapa kau masih saja menaruh dendam padanya? Ini ulang tahun Zayn, kau tentu harus ada disana."

"Ini bukan mengenai Zayn. Ini mengenai si keparat itu. Kau tentu mengerti apa maksudku, Jules."

CHANGED (sudah DITERBITKAN)Where stories live. Discover now