36. The Butterfly Comes Back

1.9K 162 7
                                    

RESTI

Adit: safe flight, Res. Kabarin kalau udah touchdown.

Adit: Res? Udah touchdown?

Adit: mungkin kamu sibuk. Oke, semangat kerjanya.

Adit: <sent a photo> makan siang.

"Dasar curang!" aku memberengut kesal ke arah foto menu makan siang yang dikirim Adit berjam-jam lalu.

Yah, sudah berjam-jam lalu.

Aku memang menerima permintaan maafnya, tapi bukan berarti dia bisa segampang itu mengembalikan keadaan seperti semula. Mungkin agak keterlaluan, tapi aku butuh bukti. Buat percaya lagi pada sesuatu atau seseorang yang sudah bikin kecewa itu sulit. Tapi pada akhirnya, hanya tindakan yang bisa diandalkan pada keadaan seperti ini.

Ngomong-ngomong, Adit mengirim foto mangkok.

Ya, mangkok udon yang sialnya sangat-sangat kukenali.

Adit pasti makan siang di restoran Udonku!

Kota Semarang diguyur hujan malam ini. Perutku jadi keroncongan bukan main melihat foto udon yang dikirim Adit sekarang. Bayangin hujan-hujan sambil makan udon itu dosa! Tapi, nggak. Lebih dosa lagi kalau cuma kirim fotonya kayak Adit begini.

Sambil menghela napas panjang, aku beranjak dari kasur. Bodo amat pesan-pesan Adit. Aku nggak mau menggubrisnya. Lalu, aku mulai menggeledah isi koper.

Kalau nggak salah ingat, aku sempat mengemas Pop Mie. Walau hanya semalam, tapi nggak ada salahnya jaga-jaga kalau tiba-tiba lapar dan tak bisa ke mana-mana seperti saat ini.

Nah, kan!

Begitu menemukannya, aku bergegas mengambil teko elektrik dari kabinet kecil di seberang kasur. Setelah menuang airnya dan mencolokkan kabelnya, aku mulai membuka bungkus Pop Mie.

Bertepatan itu, ponselku berdering.

Aku segera meraihnya dan refleks menerima panggilan tersebut. "Halo?"

"Hai," Suara Adit terdengar kaget di ujung sana. "Ini... aku. Sori, aku nggak nyangka kamu cepet ngangkat teleponnya."

Refleks, aku memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam.

Bodohnya. Kenapa aku nggak mengecek nama penelepon sebelum mengangkat panggilan ini?

"Kenapa, Dit?" tanyaku akhirnya.

"Just checking. Kamu nggak bales chat-ku tadi siang, jadi aku khawatir."

"Aku nggak apa, Dit."

"Iya."

"Iya."

Lalu, ada hening yang lumayan lama. Aku melirik air di teko listrik yang belum juga mendidih. Untuk pertama kalinya, aku nggak sabar untuk menuang air panas itu.

"Aku nggak ganggu kamu kan, Res?" tanya Adit memecah keheningan.

Kepalaku otomatis menggeleng. "Nggak. Cuma lagi nunggu air mendidih buat bikin Pop Mie," jawabku sekenanya.

"Pop Mie? Kamu makan malemnya Pop Mie?"

"Hm, aku males ke restoran sendiri, Dit. Nggak mungkin keluar hotel juga. Udah malam—"

"Nggak usah keluar hotel. Kamu bisa pake ojol—"

"Aku nggak tau mana makanan yang enak dan nggak. Lagian, besok kan ada acara. Nggak mungkin aku makan yang aneh-aneh sekarang."

"Kalau aku kasih rekomendasi, mau nggak?"

Mataku mengerjap cepat. "Emangnya kamu tau makanan enak di Semarang? Kamu pernah ke Semarang?"

"Ada lumpia."

"Ya ampun, buat makan malam, Adit. Bukan buat ngemil lucu." Tiba-tiba saja aku nyesel sudah bertanya dengan lelaki ini. Jawabannya benar-benar tak bisa diharapkan.

"Pertanyaan pertama kamu kan makanan enak, ya menurut aku lumpia Semarang enak, Res. Apalagi kalau dimakan pas baru jadi," beber Adit. "Aku pernah beberapa kali ke sana. Tapi soal makanannya, aku bisa tanya Prajna—"

"Pacarnya Agharva?" selaku cepat. Lalu, menggeleng. "Jangan, Dit. Ngerepotin banget kamu mesti ngechat dia atau izin Agharva dulu."

"Mereka ada di sebelahku. Lagi hangout bareng... oh, Prajna says hi. Just for your info."

Aku heran mengapa Adit nggak ngomong-ngomong sebelumnya.

"Hai juga, Prajna. Eh... Agharva," sapaku rada kikuk. Tak sepenuhnya paham kenapa menyapa kedua orang yang nggak kukenal-kenal amat itu.

Aku mendengar Adit mengobrol di sisi lain telepon. Dia benar-benar menanyakan rekomendasi makanan kepada Prajna.

"Dit, nggak usah, deh. Lagian makan Pop Mie cukup buat sekarang. Semarang lagi hujan juga. Cocok."

Lantas, helaan napas Adit terdengar.

"Kenapa? Nggak seneng aku berontak ya?" tantangku, sengaja.

"Bukan. Bukan itu, Res," sanggah Adit buru-buru. Kemudian melanjutkan, "Somehow I wish I'm there with you."

Aku spontan menggigit bibir bagian bawah. Wajahku menghangat padahal AC di kamar itu cukup dingin ditambah hujan di luar sana. 

Dan, kupu-kupu sialan yang kukira sudah mati suri, kini kembali mengepakkan sayapnya di dalam perutku. 

*** 

[10.03.2024] 

double updates!!! semoga sukaaaaakk... ^^ kita masih proses menyiksa Aditama Primandaru, kok. Hihihi... walau dibaik-baikin tapi.. hehehehehe... 

anyway, jangan lupa vote & commentsnya ya ^^ 

enjoy your reading! see you on next chapters. 

xoxo 

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 09 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Emergency BoyfriendWhere stories live. Discover now