16. One Sided?

937 184 19
                                    

"Om lo baik. Tapi Tante lo nyeremin." Adit berkomentar seraya menghempaskan tubuh ke sofa sepeninggalan Om Damar dan Tante Emma.

Tawaku kontan tersembur.

Tak urung, kepalaku manggut-manggut, setuju.

Tanpa berniat ingin menilai jelek salah satu dari mereka, tapi memang tadi kesannya Om Damar baik banget sementara Tante Emma nakutin abis.

Selama beberapa jam terakhir tadi, rasanya aku seperti terserap ke dalam dunia novel. Tiba-tiba saja aku merasa seperti Han Hyo-joo di serial drakor W, Two Worlds. Meski tidak ada acara baku tembaknya, tapi lumayan bikin jantungku ketar-ketir selama itu.

"Well, untungnya mereka udah pulang," kataku.

Kendati demikian, rasa gelisah belum serta-merta lepas dari dada. Aku berulang kali mengatur ritme napas, tapi rasanya seolah masih ada yang bergelanyut di dadaku.

Padahal Om Damar dan Tante Emma sudah pulang. Tetapi aura mereka, Tante Emma khususnya, masih tertinggal di seluruh penjuru apartemen. Saking kuatnya aura itu, aku takut sosok tante Emma tiba-tiba nongol dan bikin sport jantung seperti adegan jump scare di film horor.

"Sori, ya." Aku bersuara lagi sembari mengusap-ngusap wajah dan menatap lelaki di sebelahku. "Weekend kita jadinya ambyar banget."

Adit melempar senyum. "Santai aja. Tapi sebenarnya weekend kita udah kacau pas bos gue telepon," ujarnya menenangkan. "Tapi minimal Tante lo nggak penasaran lagi sama gue."

Sesuai dugaan, Adit memang tidak bisa langsung pulang. Tante Emma tiba-tiba menawarkan Makaroni Panggang yang katanya tadi dibeli pas masih hangat-hangatnya. Tentu saja Adit tak punya pilihan selain menerima tawaran Tante Emma.

Akibatnya, dia jatuh ke perangkap Tante Emma, yaitu moment of truth!

Demi Tuhan, Tante Emma tidak berhenti mencecar Adit dengan pertanyaan-pertanyaannya. Wanita itu bahkan sampai sengaja memasang tampang ala pemain sinetron antagonis yang mengintimidasi.

Untungnya, Adit tetap tenang menjawab pertanyaan-pertanyaan Tante Emma.

"Tante gue agak kolot, sih..." Aku meringis malu. "Tapi dia bukannya mau bikin lo tertekan atau gimana-gimana gitu. Jadi... jangan diambil hati ya ekspresi atau nada ngomong Tante gue yang kayak ngajak berantem tadi."

"None taken. Lagian tadi juga pertanyaannya masih standar, kok. Kan, masih seputar daily basis. Tempat tinggal, keluarga, sama kerjaan gue. Cuma emang agak lebih tense aja, sih."

Refleks aku mengerang dan menutupi wajah. "Nah, itu diaaaaaaaa! Maaf banget, Dit! Sumpah, jadi gue yang nggak enak."

Tahu-tahu, Adit menarik kedua tanganku. Mau tak mau, aku jadi duduk berhadapan dengannya lagi. Kini tangannya merangkum wajahku. Senyuman terulas di bibirnya.

"Santai aja, Res. Toh, udah lewat dikit. Mending sekarang, kita mikirin mau ngapain sisa hari ini. Gue masih punya waktu beberapa jam sebelum balik pulang dan nganter nyokap gue ke kondangan," katanya sambil mengecek jam.

"Kalau gitu lo balik aja. Biar lo bisa istirahat sebelum nganter Tante Laras," usulku spontan.

"Ya masa gue ninggalin lo sendirian? Lagi senewen gini?"

"Ini tinggal sisa-sisa aja, kok. Gue nggak bakal kenapa-napa juga kalau ditinggal sendiri, Dit. Toh, kalau kenapa-napa, gue bisa telepon Restu—"

"—atau gue," sambung Adit sembari menatapku. Pelan-pelan, sudut bibirnya mulai tertarik sedikit. "Lo boleh telepon gue kalau kenapa-napa, Res. Malah... gue ngarep lo mau telepon gue meski nggak kenapa-napa."

Wajahku langsung menghangat. Tanpa memedulikan semburat merah di wajahku, aku menarik Adit kemudian mendorongnya menuju pintu apartemen.

"Kayaknya lo mending balik aja sekarang, deh. Omongan lo melantur, Dit!"

Adit tertawa. "Tapi nanti lo beneran telepon gue, kan?"

Ugh. "Ya, ya, ya. Lihat aja nanti."

"Eh, itu curang namanya!" Tiba-tiba Adit menahan diri tepat di ambang pintu apartemen. Dia memutar sedikit tubuhnya dan memandangiku. Alisnya menyatu. "Hubungan itu mesti ada timbal balik, Resti Ayodhya. Bukan satu pihak aja. Kalau cuma satu pihak aja, artinya bertepuk sebelah tangan."

Oke, apa maksud ucapannya?

Sebenarnya, aku gereget ingin membahas definisi hubungan yang dimaksud Adit dalam kalimatnya. Itu bikin penasaran banget! Apa maksudnya dengan hubungan bertepuk sebelah tangan?

Tetapi kalau dibahas sekarang, kemungkinan besar Adit tidak bakal pulang-pulang.

"This won't be one sided right, Res?" tanyanya lagi.

Aku memutar bola mata. "Gimana kalau kita bahas setelah lo menunaikan tugas antar Tante Laras ke kondangan?"

Sekalian, aku juga perlu waktu untuk memikirkan jawaban untuk pertanyaan Adit.

Akhirnya, Adit menyerah. Dia membiarkanku mendorongnya hingga keluar apartemen. Dia berbalik dan senyam-senyum itu masih menghiasi bibirnya.

"Kalau gitu, gue tunggu telepon lo, Resti Ayodhya."

Ya Tuhan, dia tak bisa sekali saja tidak bikin jantung orang berjumpalitan, ya?

***

lagoon, 8 Sept 2023

AN: wokeeehhh! Sampai jumpa di bab2 berikutnya~

Baru ngeh ini cerita updatenya kayak orang ngambis. 😌👊🏻 Wkwkwk...

Anyway happy friday and enjoy your weekend! 😆💕

The Emergency BoyfriendWhere stories live. Discover now