20. Encore

905 190 22
                                    

Playlist: Enchanted, cover by Owl City. 

(kalo mau tau atau play lagunya, ada di multimedia yak) ^^  

enjoy! 

*** 

Adit membawaku ke sebuah kafe yang katanya menjadi salah satu tempat biasa teman-temannya nge-band.

Minggu ini dia diajakin nge-band lagi. Sebagai pacar official-nya, tentu saja aku diajak untuk mendukungnya tampil di panggung. Namun seperti pada pertemuan pertama kami, tangan Adit terasa dingin karena demam panggungnya muncul.

"Hei." Aku meremas genggamanku untuk menarik perhatian lelaki yang sudah diam seribu bahasa di sebelahku. Sudut bibirku tertarik sedikit ketika Adit menoleh. "Aku kan nontonin kamu. Nanti di panggung, kamu fokus aja ke aku. Bisa, kan?"

"Kalau kamu duduk di depan gini, mana mungkin nggak bisa fokus ke kamu?" balasnya ikut meremas genggaman. Dia menarik napas dalam-dalam. "Makasih, Pacar... eh, bukan darurat lagi ya?"

Aku tertawa dan menggeleng. "Bukan Pacar Darurat lagi," kataku mengingatkannya.

"Makasih, Pacarku," balasnya tulus seraya mencium punggung tanganku. "Akhirnya, bukan Pacar Darurat lagi. Sekarang, aku bisa kontek kamu sepuasnya!"

"Emang sebelum-sebelumnya kurang puas?"

Seingatku, Adit jarang ragu-ragu untuk menghubungiku. Kecuali, pada saat kami sama-sama mengira hubungan pacar darurat itu sudah selesai. Namun, setelahnya pun Adit tidak malu-malu lagi menghubungiku. Entah itu ada obrolan atau tidak.

Malah, semestinya aku yang lebih banyak mengonteknya. Entah kenapa aku masih merasa kikuk sendiri dengan semua ini. Mengganti gaya ngomong dengan aku-kamu saja bikin kupu-kupu di perutku bangun.

Padahal aku sudah pernah pacaran selama delapan tahun dan nyaris menikah. Tetapi sama Adit entah gimana malah seperti mulai lagi dari nol. Aku kembali bertingkah seperti remaja puber yang baru saja pertama kali mengalami jatuh cinta.

Jantungku berdebar-debar tiap kali melihat namanya di notifikasi atau layar ponselku. Pipiku bersemu ketika dia melancarkan skinship atau act of service yang bikin sejuta umat jomblo iri dan dengki.

Atau, seperti tadi malam, aku nyaris tidak bisa tidur saking over excited-nya mau diajak nonton lelaki itu nge-band.

Aku sudah bolak-balik mengingatkan diri bahwa usiaku sebentar lagi kepala tiga. Sayangnya, usaha itu sia-sia. Tingkahku tetap saja kayak remaja puber!

"Kan, Resti's addict," katanya sambil melempar senyum tipis. "Nggak bakal puas kalau soal kamu, sih!"

Wajahku makin memanas. Refleks, aku menabok lengannya yang bersandar pada meja bundar di antara kami.

"Duileh, gombalannya ya, Mas Adit!" decakku tanpa bisa menahan senyum yang terus-terusan merekah di bibir.

Mia benar. Aku memang merasa lebih semringah sejak resmi berstatus jadi pacar Adit. Meski ada satu jerawat di pipi, tapi setiap kali menengok kaca, wajahku memang terasa lebih cerah.

Padahal waktu pacaran dengan Patra, aku cukup yakin wajahku juga sama cantiknya. Namun entah gimana, kayaknya sama Adit malah lebih shining-shimmering-splendid. Rutinitas skincare-ku pun tidak berubah.

Ternyata, the power of Adit's affection ril beda!

"Tama."

Mendengar suara itu, otomatis kepalaku mencari-cari asal suara sementara posisi duduk Adit menegak. Dia menurunkan tangannya yang menggenggamku ke bawah meja tanpa melepaskan genggaman kami.

The Emergency BoyfriendWhere stories live. Discover now