23. Support System Baru

936 196 19
                                    

"Di Bogor? Dalam rangka apa? Ada acara? Atau, family gathering?"

"Ada book launching salah satu penulis." Aku memberitahunya. Lantas, alisku menyatu. "Kayaknya aku udah bilang ke kamu minggu ini mau ke Bogor buat kerja, deh."

"Astaga. Minggu ini!" seru Adit tiba-tiba. "Aku kira launching-nya hari Minggu. Literally Sunday. Bukan hari Sabtu."

Mataku mengerjap-ngerjap. "Walah, kita miskom!" seruku spontan.

Walau sembilan tahun berkecimpung di dunia pengeditan, memang bahasa Indonesia suka tricky. Sebagai editor, aku malah tidak menyangka mengalaminya sendiri gara-gara perkara "minggu" yang kumaksud versus yang Adit maksud.

Minggu yang kumaksud adalah week. Minggu ini. This week. Sementara Adit justru mikir hari Minggu, alias Sunday.

"I think we must work on that part." Adit tertawa. "Biar nggak miskom."

Aku ikut tertawa. "Bisa, bisa."

Astaga, bilang minggu ini saja ternyata bisa jadi se-tricky ini!

Waktu bertanya kegiatan minggu ini, memang Adit dan aku sedang telepon-teleponan. Tetapi tak disangka, kayak gitu saja masih bisa miskom. Aku juga bilang ada launching buku dengan salah satu penulis yang baru terbit bukunya.

"Ngomong-ngomong, kamu di sana sampai jam berapa?" balasnya.

Pandanganku sontak beralih ke banner acara. Masih ada setengah jam sebelum acaranya benar-benar di mulai. MC-nya sudah siap. Peserta yang ikut book launching juga mulai memenuhi kursi-kursi yang dibariskan dekat panggung kecil dadakan. Di belakang panggung kecil, ada backdrop bertuliskan acara book launching yang memuat foto penulis, bukunya, dan si MC gaul yang selalu menjadi langganan acara kantor.

"Acaranya sampai jam lima, sih. Paling benar-benar kelar itu sekitar jam enam atau setengah tujuh."

Adit bersiul. "Malam juga. Abis itu pulang?"

Aku bergumam. Biasanya kalau habis acara-acara gitu, paling ada berkumpul bentar untuk ditanya-tanya sama Mbak Vida sebagai bahan evaluasi acara berikutnya. Kalau ada. Setelahnya, orang-orang baru bisa pulang.

"Kamu nanti sore jadi nge-band?"

"Nggak jadi," jawab Adit ringkas.

Selama sepersekian sekon, jantungku sempat berhenti berdetak. Kenapa tiba-tiba tidak jadi? Feeling-ku mulai waswas.

"Kamu nggak apa kan, Dit?"

Hubunganku dan Adit terasa lebih lengket akhir-akhir ini. Dia bilang lega karena sudah mengutarakan ceritanya meski bukan cerita yang menyenangkan. Sedangkan, aku juga lega karena tahu yang sebenarnya dari Adit.

Kendati demikian, perasaanku masih sering nano-nano kalau tak sengaja mengingat momen Adit bercerita.

Tak kusangka, Adit menyimpan cerita itu sendirian.

Aku tahu pacarku memang kadang suka di luar prediksi dan bertingkah luar biasa. Namun, sampai bisa menyimpan cerita itu dalam-dalam dan tak menahan diri agar tidak terusik dengan omongan sotoy orang-orang tentang hubungannya dan Dyah, rasanya amazing banget!

Meski Adit bilangnya aku yang tegar banget setelah putus dari Patra, malah aku merasa dia jauh lebih tegar.

"Aku baik-baik aja, Resti Ayodhya," kekeh Adit ringan. "Emang nge-band-nya di-cancel aja. Terlalu banyak band yang manggung, makanya daripada bikin sesak terus perform-nya keuber-uber, mending D'Akustik cancel. Toh, perform hari ini cuma-cuma alias nggak dibayar."

The Emergency BoyfriendWhere stories live. Discover now