Yang Tak Terduga

1.8K 294 37
                                    

Bhiru sesekali tersenyum menoleh ke arah kursi belakang mobil, ke arah Acha yang tengah tidur lelap.

Keponakan kekasihnya itu masih tidur dengan lelap dan tampak begitu cantik sambil memeluk boneka beruang kesayangannya. Padahal setengah jam yang lalu anak itu masih ceriwis membicarakan banyak hal pada Bhiru.

Gadis kecil itu benar-benar antusias mengikuti kepergian Om dan calon tantenya ke Bandung. Bahkan ia pun dengan senang hati akan menginap meski tidak membawa persiapan baju ganti.

Dan itu gara-gara Omnya yang tak sabaran untuk pulang sebentar mengambil baju ganti.

Namun, Bhiru tidak masalah dengan ulah Om Ranu yang tak lagi sabar ingin bertemu dengan calon mertuanya lagi. Ia baru saja mengingat kalau ia masih memiliki beberapa stel baju ganti yang pasti muat dikenakan Acha.

Untuk anak perempuan berusia sepuluh tahun, tinggi Acha hanya kurang sepuluh senti dari tinggi Bhiru.

"Kamu sudah kabari Papamu kalau kita akan datang?" Ranu bertanya sambil sesekali melirik Bhiru yang menoleh ke belakang sedang mengamati Acha.

"Belum." Bhiru menjawab tanpa mengalihkan perhatiannya.

"Kenapa?"

"Kejutan dong," jawab Bhiru kali ini sambil menyeringai jahil membalas tatapan heran kekasihnya.

"Kalo Papa kamu nggak suka ketemu aku lagi, gimana?" tanya Ranu hanya ingin memancing reaksi Bhiru. Biasanya gadis itu akan kesal karena pertanyaan semacam itu.

Tapi kali ini berbeda. Dugaan Ranu meleset.

"Masa atasan paling sadis di kantor yang suka bikin dengkul karyawan gemetaran panas dingin ini takut sama Papaku yang kalo ngusir ayam aja malah dicuekin sama ayamnya?" Bhiru menimpali sambil terkekeh geli.

Diejek seperti itu, Ranu memilih tertawa untuk menutupi sedikit rasa khawatirnya.

Andai saja Bhiru tahu. Ranu sebenaranya memiliki kekhawatiran besar akan ditolak lagi kedatangannya seperti sebelumnya. Apalagi Papa kekasihnya itu telah memperingatkannya dengan keras pada pertemuan pertama mereka yang sebenarnya bukanlah yang pertama kalinya.

Beruntung, Ranu memiliki mental ngeyel dan sedikit ugal-ugalan sehingga peringatan calon mertuanya itu tetap ia abaikan. Pokoknya ia harus berusaha memperjuangkan apa yang telah menjadi keinginannya sejak ia memantapkan pilihannya mengejar Bhiru.

Beberapa jam setelah berkendara, akhirnya mereka tiba di kediaman Bhiru di Bandung. Tepat pukul enam maghrib, mobil mereka memasuki halaman rumah dan mengejutkan Hari Teng yang tengah duduk bersantai di teras bersama Alvin keponakannya.

Namun lelaki itu menjadi lebih terkejut karena tenyata Bhiru tidak pulang berdua saja dengan Ranu.  Melainkan bertiga dengan  seorang gadis kecil sepuluh tahun yang sosoknya sempat membuat Hari Teng mematung untuk sesaat.

"Acha, ini Opa Hari. Papaku. Ayo salim." Bhiru membimbing Acha dan gadis kecil itu tanpa ragu mengulurkan tangannya lalu mencium punggung tangan lelaki tua yang tampak terpana menatapnya.

"Selamat sore, Opa, aku Acha." Acha mengenalkan dirinya sebelum mencium punggung tangan Hari Teng dan bibir lelaki tua itu terangkat sedikit bersama mimik wajah kagetnya. 

"Papa, dia Acha keponakan Mas Ranu. Maaf kalo kami nggak bilang sebelumnya kalo mau ke Bandung." Bhiru pun melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Acha. Mencium tangan Papanya lalu disusul oleh Ranu. Seperti biasa Papanya masih bersikap dingin pada Ranu meski tidak mengabaikan uluran tangannya.

Tapi tak apa, karena Hari Teng tetap mempersilahkan mereka bertiga masuk ke dalam rumah. Bahkan mengijinkan Ranu menginap, meski pun kekasih putrinya itu harus tidur di atas karpet yang dibentangkan di depan televisi. 

LOVE WITH [ OUT ] LOGICWhere stories live. Discover now