Mengantar Pulang

7K 901 46
                                    

"Kamu pulang sama saya." Pak Ranu berkata sambil mendorong trolinya tepat ketika Bhiru sedang menguap lebar dan sontak tercengang karena ajakannya.

"Nggak usah, Pak. Terima kasih. Saya bisa pulang sendiri naik taksi." Bhiru menolak dengan cepat.

"Sekarang sudah hampir pukul sepuluh. Rawan buat perempuan pulang malam sendirian," kata pak Ranu lagi dengan nada tak ingin dibantah seperti biasanya. "Lagipula searah."

Bhiru menatap punggung pak Ranu yang bergerak terus menuju ke arah area parkir bandara. Andai masih ada Langit dalam hidupnya, pasti ia masih bisa mengandalkannya untuk menjemputnya pulang. Yang pasti bosnya itu tidak akan tampak seiba ini padanya. Bhiru tahu bosnya itu pasti khawatir dengan keselamatan sekretarisnya yang jomblo dan selalu tampak lemah ini.

"Tapi sebelum saya antar kamu pulang, kita mampir sebentar ketemu Archa." Pak Ranu memberi tahukan tujuan awalnya saat mereka sudah berada di dalam mobil dan Bhiru baru mengenakan sabuk pengamannya. "Saya takut oleh-olehnya keburu basi kalau nggak langsung diberikan malam ini." Pak Ranu menambahkan sambil mengemudikan mobilnya sementara Bhiru yang kelelahan cuma bisa mengangguk setuju saja. 

Perjalanan menuju rumah keponakan pak Ranu terasa sunyi karena Bhiru yang mengantuk hanya bisa diam bersandar sambil menatap sayu ke depan, menatap jalanan malam. Sesekali pula ia menguap lebar, sementara pak Ranu tetap fokus menyetir dan belum ada tanda-tanda ingin mengobrol dengan Bhiru. Tampaknya lelaki itu sudah tahu jika mood Bhiru sedang dalam keadaan tidak baik.

Sejak meninggalkan Surabaya, bosnya itu sebenarnya memperhatikan Bhiru yang tampak lelah dan lebih banyak melamun ketimbang mengoceh. Jadi lelaki itu membiarkan Bhiru dalam keheningannya ketimbang mengajaknya mengobrol.

Sampai di rumah keponakan pak Ranu, mereka berdua langsung disambut oleh kakak perempuan pak Ranu dan Archa keponakannya yang tanpa sungkan-sungkan bergelayut manja di lengan Bhiru.

"Kak Bhiru, aku kangen deh sama kakak." Bocah sepuluh tahun dengan rambut panjang terurai itu tampak begitu riang bertemu dengan Bhiru.

"Kak Bhiru juga." Bhiru mengusap rambut Archa yang begitu halus. "Lalu kenapa belum tidur, Cha?"

"Karena aku tahu kak Bhiru akan datang. Om Ranu sudah kasih tahu Archa sebelum kemari." Archa menjawab dengan polos, sementara omnya memperhatikan interaksinya bersama Bhiru dengan tatapan lembut.

"Malam, bu." Bhiru memberi salam pada kakak pak Ranu yang malam itu juga keluar menyambutnya dengan senyum hangat.

"Masuk yuk. Minum wedang jahe dulu." Perempuan berusia empat puluh lima tahun itu mempersilahkan masuk Bhiru dengan ramah meski pun wajahnya tampak mengantuk. Tapi Bhiru malah melemparkan pandangannya ke arah pak Ranu. Menunggu bosnya itu menjawab dan berharap mereka tidak akan singgah terlalu lama.

"Nggak usah, kak. Setelah antar oleh-oleh buat kakak dan Archa, aku harus antar Bhiru pulang. Kasihan sudah malam." Jawaban yang dilontarkan pak Ranu sontak membuat Bhiru menarik nafas lega. Memang sudah seharusnya.

"Yaaaaah...kok bentar doang sih, Om?!" Archa sontak protes, bibir mungilnya langsung cemberut. "Aku masih pengen ngobrol lama sama kak Bhiru." Gadis manis yang bola matanya juga kecil seperti Bhiru itu merajuk sambil mengayun-ayun lengan Bhiru.

"Lain waktu aja ya, karena kak Bhiru sudah kecapekan dan besok nggak boleh kesiangan berangkat ke kantor, Cha." Pak Ranu mencoba membujuk Archa dengan membungkukkan tubuh jangkungnya. Bahkan Pak Ranu sempat mengalihkan pandangannya pada Bhiru yang tengah menatapnya dengan mata sayu mengantuk.

"Iya, Cha. Lain kali saja ya. Archa juga harus tidur cepat. Besok sekolah, kan?" Bhiru mengusap pelan pipi Archa yang cemberut. Entah mengapa bertemu dengan Archa, Bhiru merasa sedang bertemu dengan dirinya yang masih kecil. Masa ketika hanya ada kegembiraan dan sekali pun menangis hanya karena berebut mainan dengan sepupu-sepupunya.

LOVE WITH [ OUT ] LOGICWhere stories live. Discover now