Ditampar Oleh Kenyataan

7.2K 1K 92
                                    

Lima hari kemudian. Di hari pernikahan pak Ranu sementara Bhiru malah bolos kondangan dan diam-diam memilih ujian beasiswa S2-nya.

"Sorry ya Bhi, aku nggak bisa temani kamu ujian. Kamu nggak apa-apa kan?" ucap Pandu dengan nada menyesal sebelum Bhiru keluar dari mobilnya. Mereka telah sampai di depan gedung Kedubes Jepang dan Pandu yang menawarinya tumpangan sejak kemarin, hanya bisa mengantarkannya di depan pagar gedung.

"Nggak apa-apa kok, Ndu. Kamu antarin aku ke sini saja aku udah makasih banget. Lumayan ngirit ongkos." Bhiru tersenyum lebar meski sebenarnya di dalam hatinya ia merasa tegang karena satu jam lagi ujiannya akan berlangsung.

Pandu memaksakan diri untuk tersenyum melihat Bhiru malah tampak tidak ingin ditemani olehnya. Andai pak Ramon tidak mendadak mengajaknya ke Medan pagi ini, sudah pasti Pandu akan menemani gadis itu ujian seleksi beasiswa S2-nya hingga selesai.

"Ya udah, Bhi. Semoga lancar ujiannya ya. Aku pergi." Pandu berpamitan lalu meninggalkan Bhiru dengan berat hati.

"Bye, Ndu..." Bhiru melambaikan tangannya melepas Pandu pergi sebelum memasuki area gedung.

Menatap layar gawainya sejenak, Bhiru lalu menon-aktifkan gawainya agar ia bisa lebih konsentrasi tanpa diganggu oleh siapa pun. Setelahnya sambil menghela nafas dalam-dalam, ia pun melangkah masuk ke dalam gedung kantor Kedutaan Besar Jepang untuk Indonesia.

Sembari menunggu waktu ujiannya tiba, Bhiru duduk menunggu bersama beberapa pejuang beasiswa S2 yang senasib dengannya. Tiga puluh menit lagi mereka akan melakukan ujian tertulis dan Bhiru berusaha melupakan bahwa di hari yang sama dan jam yang sama pak Ranu juga tengah mengucapkan ikrar pernikahan sehidup sematinya dengan Kania.

Berusaha untuk tidak terpengaruh, Bhiru terus menutup matanya sambil mengulang materi yang telah ia pelajari selama beberapa hari sebelumnya. Meski pun di saat yang sama ia pun tiba-tiba kembali merasakan nyeri pada perut bagian kanan bawahnya yang sudah ia rasakan sejak dua hari yang lalu. Namun karena rasa nyerinya masih bisa ditahan, ia tidak terlalu memperdulikannya.

Satu-satunya hal yang ia pedulikan saat ini dan membuatnya terperangah kaget adalah ketika ia melihat Jenar juga hadir di dalam ruang ujian! Perempuan itu masuk ke dalam ruangan ketika ujian tertulis baru lima menit dimulai.

Terperangah kaget menatap Jenar yang duduk di seberang mejanya dan perempuan itu sempat tersenyum tipis padanya, Bhiru tidak menyangka jika Jenar juga mengikuti seleksi beasiswa yang sama dengannya.

Benar-benar kebetulan yang sangat mengejutkan.

Dua jam kemudian, setelah ujian tertulis selesai dan pengumuman peserta yang lulus ujian tertulis akan diumumkan secara online sore nanti, Bhiru bergegas keluar dari ruang ujian. Bersamaan dengan itu, Jenar mengejar Bhiru yang tak sempat menghindarinya.

"Bhi, aku nggak menyangka akan bertemu kamu di sini." Jenar menyapa dengan nada senang namun canggung. Meski Bhiru jelas memperlihatkan sikap enggannya bertemu dengannya.

"Oh iya. Aku lumayan kaget juga." Bhiru menimpali sekedarnya, namun dalam hatinya ia berharap Jenar tidak akan lulus seleksi. Dengan demikian sebagian dendamnya akan terbayar.

"Dengan begitu, kita sama-sama nggak bisa datang ke acara pernikahan pak Ranu ya, Bhi." Suara Jenar terdengar getir saat mengungkit mengenai hari bahagia pak Ranu.

Bhiru hampir lupa, kalau Jenar juga menyukai pak Ranu. Bahkan sampai rela merendahkan dirinya untuk meraih perhatian dan cintanya. Tanpa sadar Bhiru terkekeh sinis.

"Iya. Berarti sekarang kamu sedang patah hati dong, Nar," ungkit Bhiru sinis.

Namun Jenar malah menggeleng sambil tersenyum dan menjawab, "aku sudah move on, Bhi."

LOVE WITH [ OUT ] LOGICWhere stories live. Discover now