Jenar Naik Kelas dan Bhiru Galau

6.3K 774 13
                                    


Satu minggu kemudian.

Berangkat ke kantor, Bhiru menenteng paper bag berisi jas pak Ranu yang telah ia cucikan di binatu. Meski pun pak Ranu akan menolaknya dengan alasan telah dibuang, pokoknya Bhiru akan bersikukuh mengembalikannya saja dari pada menjadi salah satu beban hidupnya. Bhiru takut jika ia terlalu lama menyimpannya, cepat atau lambat Langit akan mengetahuinya. Bisa-bisa hubungan Bhiru dengan Langit yang sedang akur akan memanas lagi seperti sebelumnya.

Sejak memutuskan melangkah ke jenjang yang lebih serius, entah kenapa hubungannya dengan Langit tak lagi setenang dan sedamai seperti dulu. Langit yang sekarang mudah sekali tegang dan naik pitam. Begitu pula dengan dirinya. Bhiru jadi merasa apakah ini yang dinamakan ujian pra-nikah? Seperti yang pernah dialami banyak pasangan. Katanya ketika menuju ke jenjang pernikahan, pasangan seperti Bhiru dan Langit akan mendapat ujian yang akan menentukan masa depan pernikahan mereka kelak.

Meletakan paper bag di atas meja pak Ranu, Bhiru mengucapkan, "Makasih, ya pak."

Pak Ranu menatap Bhiru dengan serius sambil bersedekap. Membuat Bhiru mendadak kehilangan suaranya. Bosnya itu terlalu mempesona bagi gadis bermental beriman lemah seperti dirinya.

Pura-pura batuk satu kali sambil membetulkan letak bandonya, Bhiru sebenarnya salah tingkah ditatap seperti itu oleh pak Ranu.

"Apa itu?"

"Jas bapak."

"Buang saja."

"Nggak bisa. Terserah bapak mau terima lalu kemudian dibuang, yang penting saya sudah kembalikan jasnya."

"Bukannya mau dijadikan keset?" tukas pak Ranu membuat Bhiru tersentak kaget.

Bosnya itu benar-benar bisa membaca pikirannya kah? Ia memang pernah berpikir akan menjadikannya keset di rumahnya atau apakah ia pernah mengucapkannya niatnya langsung di depan pak Ranu? Seingatnya tidak pernah. Meski pun hanya sekedar candaan. Ketimbang dijadikan keset rumah, bukannya lebih menguntungkan kalau dijual di loakan? Lumayan uangnya bisa dipakai buat modal buka warung seblak.

"Mana bisa pak? Mana mungkin saya tega menaruhnya sebagai keset kamar mandi lalu saya injak-injak. Saya takut kualat sama bapak." Bhiru bersikeras dan membuat bibirnya tipis manyun.

Menatap paper bag di mejanya lalu berganti menatap Bhiru yang tampak berharap ia akan mengambilnya, pak Ranu akhirnya luluh.

"OK, saya terima."

Bola mata Bhiru seketika bersinar dan senyumnya mengembang lebar sambil mengucapkan, "terima kasih, pak!" Lalu keluar dari ruangan dengan perasaan lega.

"Tunggu," perintahnya tiba-tiba membuat Bhiru kembali mundur.

"Ya Pak?"

"Sudah tanggal berapa ini?" Pertanyaan bosnya membuat Bhiru teringat.

"Laporan ya pak?" Bhiru meringis merasa bersalah. Seharusnya kemarin ia menyerahkannya pada pak Ranu. "Nanti siang saya serahkan ke bapak." Bhiru bergegas keluar ruangan tanpa menunggu persetujuan dari pak Ranu yang tampak menghela nafas samar menatapnya pergi.

Pria itu merasa stafnya itu akhir-akhir ini selalu tampak senewen jika bertemu dengannya.

Keluar dari ruangan pak Ranu, Bhiru melihat Jenar dikerumuni oleh anak-anak divisi marketing yang bergiliran mengucapkan selamat padanya. Ternyata Kumala benar, Jenar akhirnya mendapat promosi menjadi manager HRD.

Tidak buru-buru mengucapkan selamat seperti yang lainnya, Bhiru menghela nafas sambil memilin ujung kemejanya. Sedih, senang dan galau bercampur menjadi satu. Sedih karena ia bakal tidak bisa sering-sering bertemu Jenar. Senang karena Jenar memang layak mendapatkannya dan ia bangga padanya. Dan galau karena apa yang diungkapkan Kumala sebelumnya benar-benar akan terjadi.

LOVE WITH [ OUT ] LOGICWhere stories live. Discover now