Menguji Pak Ranu

8.2K 1K 63
                                    

Pukul lima pagi, Ranu terbangun dan kaget melihat dirinya sendiri berada di tempat tidur bersama Bhiru. Rupanya semalam ia telah ketiduran dan membuat mereka tidur bersama berdesak-desakan di atas tempat tidur rumah sakit yang tidak seberapa lebarnya.

Menghela nafas sambil tersenyum, Ranu mencoba sedikit bergeser untuk memberi ruang lebih pada Bhiru yang tampak tidur begitu lelap dengan kepala bersandar di bahunya dengan bibir sedikit terbuka. Memperbaiki posisi tangan Bhiru agar selang infus tidak terganggu pun tidak luput dari perhatiannya.

Tapi Ranu tidak menyangka jika Bhiru tiba-tiba akan mengejutkannya dengan suara igauannya.

"Bapak kenapa bdwhbdjsdsj..." Dengan bibir berkecap-kecap seperti sedang menikmati makanan di mulutnya.

"Saya kenapa?" Ranu lumayan penasaran dengan igauan Bhiru yang terakhir karena terdengar tidak jelas.

"Gbdwkdbkjbwd blaaah.." Bhiru menyahut lagi dengan suara tidak jelas dan membuat Ranu kembali terkekeh geli.

Sepertinya Bhiru punya kebiasaan mengigau di kala tidur.

Ranu lalu membiarkan dirinya terus berada di samping Bhiru. Ia ingin menatap gadis itu lebih lama dan berharap perawat jaga tidak datang terlalu pagi untuk mengganggu mereka berdua.

Hingga satu jam kemudian, Bhiru terbangun dan melihat Ranu masih berada di atas tempat tidurnya dan tengah menatap dirinya tanpa berkedip.

"Pagi..." Ranu menyapa dengan suara rendahnya yang terdengar seksi sambil menopang pipinya menatap Bhiru yang bola matanya sontak terbelalak kaget..

"Ya Tuhan!" Bhiru segera duduk dan tersadar jika semalam mereka telah tidur di tempat yang sama.

Mengusap wajahnya dengan panik dan terutama mengusap kedua sudut bibirnya, Bhiru cemas jika semalam ia tidur sambil ngiler dan pak Ranu malah melihat aibnya itu. Pokoknya jangan sampai pak Ranu melihatnya!

"Kenapa kamu panik?" Ranu masih dalam posisi rebahan miring nan santai sambil menopang pipinya mengamati Bhiru yang mendadak panik begitu bangun dan melihatnya begitu dekat ada di sampingnya.

"Ya panik lah, pak," ungkap Bhiru sedikit lega karena tidak menemukan residu iler kering di masing-masing sudut bibirnya.

Ketika tiba-tiba mereka mendengar seseorang akan membuka pintu kamar. Reflek, Bhiru yang panik tanpa pikir panjang langsung mendorong Ranu agar segera pergi dari tempat tidurnya. Tapi usahanya itu malah membuat Ranu berguling turun dengan cepat dari tempat tidur dan  sialnya malah membuat ia terjatuh ke bawah tempat tidur dengan cukup keras.

Bhiru sampai ikut ngilu membayangkan bagaimana rasanya.

"Aduh, maaf pak maaf! Bapak nggak apa-apa kan?!" Bhiru menyesal telah membuat pak Ranu terjatuh. Dari atas tempat tidur tangan Bhiru berusaha menggapai pak Ranu yang sempat meringis kesakitan di lantai.

Ranu tidak menjawab, ia memilih menggapai tangan Bhiru lalu berdiri sambil kembali bersikap tenang, seolah-olah kejadian tadi sama sekali tidak menyakiti tubuhnya. Padahal yang sebenarnya punggungnya sedikit nyeri karena benturan tadi.

Seorang perawat jaga pun masuk menyapa mereka, "selamat pagi?"

"Pagi, Sus." Bhiru meringis sambil menatap pak Ranu yang kini tengah duduk perlahan di kursi bersamaan dengan masuknya perawat yang hendak mengecek kondisi Bhiru.

Membiarkan perawat memeriksa tekanan darahnya dan sebagainya, Bhiru mencuri pandang pada pak Ranu yang tampak sedang mengusap-usap pinggangnya sendiri, Bhiru yakin pak Ranu pasti sedang merasa kesakitan.

"Tekanan darahnya normal ya bu," kata perawat yang bertugas mengukur tekanan darah sambil melepas pengukur tensi. "Tapi masih ada keluhan yang dirasakan, nggak?"

LOVE WITH [ OUT ] LOGICOù les histoires vivent. Découvrez maintenant