Mengunjungi Pabrik

5.3K 664 14
                                    

Keesokan paginya, setelah menaruh tumbler kopi pak Ranu di ruangannya, Bhiru mencari Kumala yang tampak tidak terlihat di kubikelnya.

"Kumala kemana?" Bhiru bertanya pada Jono yang kebetulan melintas di depannya, kedua tangannya sibuk memegang cangkir berisi kopi panas.

"Aku barusan ketemu Kumala di pantry," jawab Jono sambil berlalu dengan cepat menuju ke kubikel miliknya.

Melihat pak Ranu belum datang, Bhiru mengambil kesempatan itu untuk bergegas menemui Kumala di pantry dan ia menemukan sahabatnya itu sedang duduk sambil mengaduk teh di cangkirnya sambil melamun.

Teringat akan pertemuannya dengan Bian semalam, Bhiru tidak bisa menahan diri untuk bertanya pada Kumala soal Bian.

"Kum." Suara manis Bhiru membuat perempuan berwajah melankolis itu langsung mengangkat wajahnya sejenak dan masih mengaduk teh di cangkirnya.

"Serius amat ngaduknya?" Bhiru kembali menegur sambil meletakan satu cup kopi yang ia beli di kafe Mia yang sebenarnya untuk Kumala.

"Aku lagi berpikir, Bhi." Kumala menjawab dengan nada yang terdengar gelisah.

"Aku belikan kamu kopi istimewa nih." Bhiru mendorong pelan cup kopi berisi Cafe de Olla. Bhiru sengaja membelikannya karena menurutnya rasa dan aroma kopi itu istimewa dan ingin Kumala mencicipinya juga.

Kumala berhenti mengaduk dan menatap cup kopi berwarna merah jambu dengan logo kafe Mia yang disorongkan Bhiru ke dekat cangkir tehnya.

"Makasih, Bhi. Tapi aku lagi nggak minum kopi."

"Kenapa? Ini enak lho meski awalnya terasa aneh." Bhiru menyesap sedikit kopi miliknya yang sama seperti ia berikan pada Kumala.

"Lambungku sedang kurang sehat."

"Ooh..." Bhiru sebenarnya kecewa Kumala menolak pemberiannya. "Ngomong-omong...Aku ketemu Bian semalam." Bhiru nyeplos begitu saja tanpa filter seperti kebiasaannya.

Seketika Kumala menatap Bhiru dengan tatapan kaget.

"Katanya kalian sudah..."

"Kami sudah putus, Bhi." Kumala melanjutkan apa yang hendak dikatakan Bhiru dan tampak begitu tenang.

"Ooh..."

"Sudah lama," tambahnya sambil terus mengaduk tehnya.

"Kenapa nggak pernah cerita ke aku kalau kalian putus? Pasti kamu pernah mengalami masa-masa yang berat banget ya, Kum?" Bhiru menopang dagunya sambil menatap Kumala lekat-lekat. Wajah Kumala selalu terlihat melankolis, baik sedang senang mau pun sedih. Jadi Bhiru yang sudah mengenalnya lama pun masih kesulitan menebak isi hati Kumala.

"Berat apanya, Bhi? Aku malah senang putus darinya." Kumala tersenyum lebih lebar dan benar-benar tampak bahagia.

"Lantas yang tempo hari kamu telepon dengan mesra itu pacar baru kamu ya Kum?" tanya Bhiru penasaran.

Kumala mengangguk singkat sambil meminum tehnya dengan anggun.

"Baguslah. Ngomong-omong, kamu nggak ada niat mengenalkan pacar baru kamu ke aku dan Jenar nih?" Bhiru benar-benar penasaran seperti apa dan bagaimana pacar baru Kumala.

Kumala meletakan cangkirnya perlahan.

"Tentu akan aku kenalkan."

"Kapan?"

"Menunggu waktu yang tepat dong. Doi orangnya sibuk banget Bhi. Jadi kalau waktunya sudah pas, aku bakalan kenalin ke kamu deh."

"Asyik. Ngomong-omong doi seperti apa? Apa aku dan Jenar kenal? Aku ikut senang lihat kamu bahagia."

LOVE WITH [ OUT ] LOGICWo Geschichten leben. Entdecke jetzt