Beliau Bapak Saya

7.5K 1K 33
                                    

Aroma restorannya beserta interiornya tidak terlalu banyak berubah. Bahkan letak meja favorit keluarganya pun masih tetap sama, di dekat taman belakang restoran. Bhiru ingat, dahulu keluarganya sering makan di restoran ini. Terutama setiap kali ada perayaan ulang tahun dan perayaan kenaikan kelas ia dan kakak laki-lakinya.

Melihat pak Ranu telah duduk di spot favorit Bhiru dan keluarganya, Bhiru menyusul duduk lalu memberi isyarat pada salah satu pelayan restoran yang kemudian tergopoh-gopoh menghampiri Bhiru dan bosnya.

"Bapak mau makan apa?" Bhiru bertanya pada pak Ranu yang masih serius menekuri daftar menu di tangannya, seolah-olah sedang memeriksa sebuah dokumen penting di mejanya. Bhiru dan pelayan restoran sudah lumayan lama menunggu pak Ranu yang begitu khusyuk membaca daftar menu.

"Apa yang paling enak di sini?" pak Ranu beralih bertanya pada sang pelayan restoran yang tampak terpukau menatap kegantengannya. Hingga sempat gelagapan karena belum siap ditatap oleh lelaki yang ketampanannya sering membuat banyak wanita menoleh berkali-kali jika berpapasan dengannya.

"Bebek gorengnya." Bhiru menjawab sebelum pelayan restoran itu membuka bibirnya.

"Yakin enak?" Pak Ranu beralih menatap Bhiru yang tengah menopang pipinya dengan kedua tangannya. Tidak bermaksud bersikap sok imut di depan bosnya, tapi karena Bhiru benar-benar senang bisa kembali datang ke restoran ini lagi.

"Kalau nggak enak, saya yang bayar." Bhiru mengulang kembali tantangannya seperti di awal mereka akan masuk ke dalam restoran.

"Percaya diri sekali." Pak Ranu menutup buku menunya. "Oke, saya pesan itu," pesannya sambil menatap Bhiru yang masih senyum cengengesan padanya.

"Kalo begitu bebek gorengnya dua porsi, mbak." Bhiru menyebutkan pesanan mereka berdua. "Jangan lupa sambalnya dibanyakin." Bhiru berkata pada pelayan restoran yang masih saja belum bosan menatap bosnya, padahal ia lah yang jelas-jelas sedang mengajaknya berbicara.

"Kalau minumnya?" Pelayan itu kembali menanyai pak Ranu setelah mencatat pesanan yang pertama, bukannya Bhiru yang jelas-jelas hendak akan menyahut lagi.

"Saya es jeruk saja." Bhiru menyebutkan pesanannya tidak peduli meski pelayan itu masih saja terus menatap pak Ranu. "Kalau bapak mau minum apa?" Bhiru beralih menatap pak Ranu yang malah sedang menatapnya dengan tatapan tajam yang tidak biasanya karena sontak membuat hati Bhiru berdesir aneh.

"Apa aku salah pesan tempat makan ya?" batin Bhiru mendadak salah tingkah karena tatapan bosnya. Atau Apakah karena ini pertama kali pak Ranu makan berdua saja dengannya? Bhiru sungguh tidak ingin jadi overthinking dengan bosnya itu.

Relax, ini hanya makan malam biasa bukan nge-date.

"Es jeruk hangat." Pak Ranu menyahut dan kini situasi semakin bertambah aneh. Bhiru bingung apalagi pelayan restorannya. Apakah pak Ranu juga sedang salah tingkah?

"Es jeruk hangat, Pak?" Bhiru mengulangi apa yang diminta bosnya sambil tertawa geli. "Memangnya ada?" Bhiru mengecek kembali daftar menu di tangannya, siapa tahu benar-benar ada.

"Sorry, maksud saya jeruk hangat." Pak Ranu mengulang kembali pesanannya dengan wajah datar. Bhiru yakin pak Ranu salah tingkah gara-gara pelayan itu terus saja menatapnya.

"Bebek gorengnya mau yang paha atau dada? Goreng biasa atau extra kering?" tanya pelayan itu lagi seolah ingin berlama-lama di dekat pak Ranu.

"Paha," jawab Bhiru bersamaan dengan suara Pak Ranu. "Goreng biasa saja." Bhiru menambahkan.

"Baik, saya ulangi pesanannya ya pak. Dua paha bebek goreng biasa, satu es jeruk dan satu jeruk hangat. Ada lagi?" pelayan itu kembali menatap pak Ranu alih-alih menatap Bhiru.

LOVE WITH [ OUT ] LOGICWhere stories live. Discover now