Yang Dielus Kepala Yang Berantakan Hati

9.2K 1K 65
                                    

Duduk lalu menutup wajahnya dengan kedua tangannya, Bhiru rasanya ingin menangis saja. Ia merasa lelah dengan harinya. Mentalnya yang sedang cidera ternyata begitu sulit diajak kerjasama.

Meski pun pak Ranu selalu membuatnya sibuk dengan banyak pekerjaan hingga membuatnya nyaris tidak bisa bernafas, tapi setidaknya membuatnya bisa menepikan kegalauannya. Meski itu hanya sementara saja, karena perasaan galaunya itu akan selalu kembali muncul dan lagi dan lagi. Entah kapan Bhiru dapat melenyapkannya.

Ia pernah mengalami cobaan yang lebih sakit dari masa sekarang dan berhasil bangkit. Namun tetap saja ia merasa lemah, rapuh dan tak berdaya menghadapi permasalahan ini. Ingin sesegera mungkin melupakan masalahnya, sakit di hatinya dan kenangan bersama Langit yang masih saja bercokol di benaknya. 

Jika kabur ke tempat yang paling jauh di muka bumi ini dapat membantunya, ia akan melakukannya.

Melirik arlojinya dengan suram, Bhiru menghela nafas frustasi. Waktu telah menunjukan pukul delapan malam. Sudah capek jiwa dan raga, belum makan malam juga tapi ia masih tersandera di meja kerjanya bersama setumpuk pekerjaan dari pak Ranu. Memandang ke sekelilingnya, Bhiru baru menyadari kalau ternyata di ruangan ini kini yang tersisa tinggal dirinya dengan pak Ranu saja!

Kumala yang awalnya hendak menemaninya lembur, malah mendadak harus segera pulang karena mendapat kabar sepupunya Nana pingsan di depan kontrakannya.

"Sudah selesai?" Suara Pak Ranu yang tiba-tiba muncul di depan kubikel benar-benar membuat Bhiru terkejut sampai memekik pelan. Bosnya itu benar-benar muncul tanpa suara seperti hantu saja.

Bhiru menggeleng murung, menatap pak Ranu yang berdiri menjulang tinggi di depannya seperti tiang ring basket dengan wajah tidak sabar.

"Lima belas menit lagi bisa selesai, kan? Mr. Songkarn, direktur marketing Bangkok sudah menunggu lho," tegas pak Ranu membuat Bhiru semakin tertekan dan memaksakan kepalanya untuk mengangguk.

"Tolong fokus. Saya nggak ingin ada kesalahan lagi. Sekecil apa pun." Setelah berkata demikian, pak Ranu kembali ke ruangannya.

Sepeninggal pak Ranu, Bhiru membentur-benturkan keningnya pada dinding kubikel. Ia benar-benar lelah dengan semuanya.

Hingga lima belas menit waktu yang diberikan untuknya berlalu begitu saja dan Bhiru benar-benar berhasil memenuhi deadline yang diberikan pak Ranu padanya. Berharap pak Ranu akan puas.

Tapi nyatanya ia keliru.

"Meski pun ada masalah pribadi jangan dibawa ke kantor dong! Pekerjaan kamu jadi nggak becus begini!" Pak Ranu melemparkan hasil pekerjaan Bhiru di atas mejanya setelah memeriksanya sekilas. Dia benar-benar kecewa dengan hasil pekerjaan Bhiru yang tidak sesuai dengan ekspetasinya. Padahal biasanya stafnya itu paling dapat diandalkan.

"Maaf, Pak. Akan saya perbaiki sekarang juga." Menahan diri untuk tidak menangis Bhiru memungut berkasnya. Meski pun bola matanya mulai telah terasa basah, tapi Bhiru pura-pura kuat.

"Yakin bisa selesai malam ini juga?" nada suara pak Ranu terdengar kejam dan meremehkan.

Bhiru mengangguk cepat lalu bergegas kembali ke kubikelnya. Kembali memperbaiki kesalahannya dan lima belas menit kemudian ia kembali menyerahkannya pada Pak Ranu. Ia merasa putus asa karena pak Ranu bakal tidak puas meski ia telah memperbaikinya beberapa kali.

Dan benar saja, bosnya itu tetap saja masih belum puas. Bahkan kali ini tega melemparkan hasil pekerjaan Bhiru ke keranjang sampah. Bhiru sampai shock melihatnya. Itu adalah hasil jerih payahnya! Ia mengerjakannya dengan perut keruyukan, kepala pening hingga ingin menangis saja. Setelah ia berusaha begitu keras memperbaikinya, pak Ranu dengan mudahnya mencampakan jerih payah Bhiru begitu saja. Tidak perlu berterima kasih asal menghargainya, Bhiru tak mengapa.

LOVE WITH [ OUT ] LOGICWhere stories live. Discover now