Tak Ingin Jatuh Terlalu Dalam

7.5K 953 44
                                    

Pukul dua dini hari, Bhiru terbangun karena merasa haus dan ia terkejut melihat pak Ranu masih setia duduk di samping tempat tidurnya dengan kepala terkulai tidur di bibir kasur.

Astaga pak Ranu...

Pemandangan yang ia lihat sekarang mana mungkin tidak menggetarkan hatinya? Lelaki itu tampak lelah, namun memaksakan diri untuk terus menjaganya seperti ini. Apakah ia begitu berarti bagi pak Ranu? Hingga bosnya ini rela menjaganya seperti ini.

Pak Ranu bakal sakit leher kalau terus-terusan tidur seperti ini.

Bhiru jadi ingin membangunkannya dan memintanya agar pindah tidur di sofa yang lebih nyaman.

Eh tapi, Bhiru mendadak urung melakukannya. Ia malah menggeser sedikit posisi tubuhnya untuk mengamati lebih dekat wajah bosnya yang tengah mendengkur halus itu. Meski usahanya itu kembali membuat nyeri di perutnya terasa lagi.

Bhiru lalu mengamati wajah pak Ranu yang saat tidur dengan posisi seperti ini sepertinya terlalu sayang untuk dilewatkan. Kapan lagi Bhiru bisa mengamati wajah rupawan bosnya sedekat ini dengan leluasa?

Bhiru kini bisa melihat dengan jelas bulu mata pak Ranu yang lentik, sepasang alis tebal yang menaungi kedua matanya, hidung yang mancung sempurna, serta bibir tidak terlalu tipis yang dikepung oleh kumis dan brewoknya.

Bhiru jadi penasaran seperti apa wajah pak Ranu jika tanpa kumis dan brewok seperti ini? Mungkin jika pak Ranu mencukur habis brewok dan kumisnya, wajahnya akan terlihat jauh tampan dan sepertinya akan jauh lebih ramah lingkungan ketimbang versi yang sekarang. 

Penasaran dengan hidung pak Ranu yang terlalu mancung, Bhiru memutuskan untuk menyentuhnya dengan jari telunjuknya yang mendadak gemetar. Begitu pula dengan hatinya! Tapi ia tetap meneruskan aksinya menyentuhnya dan ketika ia berhasil menekan sedikit ujung hidungnya, Bhiru tersenyum puas.

Sialnya, kedua bola mata pak Ranu sontak terbuka karena ulahnya barusan. Lelaki itu menangkap basah kelakuan Bhiru yang cepat-cepat menarik tangannya dengan wajah panik.

"Kenapa sentuh hidung saya?" Ranu menuduh begitu saja karena ia memang merasakan Bhiru menyentuh hidungnya dan membuatnya terbangun. Lelaki itu memang mudah terbangun, meski pun hanya dengan sentuhan kecil.

Bhiru meringis lebar, malu karena ketahuan. Sementara itu jantungnya berdebar begitu kencang, seperti maling yang tengah tertangkap basah ketika mencuri.

Iya, Bhiru memang sedang mencuri kesempatan menyentuh hidung bosnya.

"Saya cuma mau ngetest hidung mancung bapak sebenarnya ditanam implan apa nggak?" Bhiru berkilah menutupi fakta bahwa debaran jantungnya saat ini benar-benar tidak nyaman ia rasakan.

"Dasar," gumam Ranu sambil mengusap hidungnya. "Hidung saya original," ucapnya bangga sambil menegakkan tubuhnya dan bersandar dengan santai untuk menatap Bhiru yang wajahnya tampak tegang..

"Ooh..." Bhiru semakin malu karena tuduhannya meleset.

"Kenapa bangun?" Ranu bertanya sambil menguap lebar. "Masih pukul dua dini hari. Ayo tidur lagi."

"Saya haus, pak." Bhiru berterus terang.

"Saya ambilkan minum." Pak Ranu beranjak hendak mengambil sebotol air mineral yang sengaja ia letakan di meja dekat sofa. Tapi kemudian ia urung melakukannya dan bertanya, "tapi kamu belum boleh minum atau makan sebelum kentut."

"Hah?" Bhiru hampir tak percaya mendengarnya. Pak Ranu terdengar sedang bercanda dengannya, tapi raut wajahnya tampak serius.

"Itu pesan dokter kamu."

"Jadi harus nungguin saya kentut dulu?"

"Iya."

Bhiru mengingat-ingat, apakah ia sebelumnya sudah kentut? Tapi ia tidak mengingatnya, tentu saja.

LOVE WITH [ OUT ] LOGICWhere stories live. Discover now