SURABAYA

7.1K 981 44
                                    

Pukul empat sore, pesawat yang ditumpangi Bhiru tiba di Bandara Juanda Surabaya.

Mendorong troli berisi satu tas koper ukuran kecil miliknya dan tas jinjing besar berisi pakaian dan sepatu pak Ranu serta menyeret tas besar berisi 14 stick golf yang membuatnya diperhatikan oleh banyak orang, Bhiru terus menggerutu meluapkan kekesalan yang dialaminya sejak awal perjalanan.

"Wedhus! Nggak berat apanya?! Nggak repot apanya?! Dia kira tenagaku ini sekuat kebo?! Dasar bos sinting! Aku doain kena karma sudah menindas perempuan lemah kayak aku!" Bhiru menggerutu sambil mendorong troli dengan kesal.

Menuju pintu keluar, ia ,melihat ada seorang pria paruh baya yang mengangkat tinggi-tinggi kertas putih lebar bertuliskan namanya BHIRU ALODYA, Bhiru lumayan lega.

"Mbak Bhiru ya?" Bhiru mengangguk saat lelaki berbadan kurus itu menerka sosok Bhiru yang langsung bergegas menghampiri.

"Iya, saya Bhiru."

"Saya Basuki, mbak. Sopir hotel yang disuruh jemput mbak Bhiru. Mari..." lelaki yang ternyata sopir hotel itu lalu mengambil alih semua barang bawaan Bhiru bersamanya.

Menghela nafas lega, Bhiru duduk bersandar di jok belakang mobil. Paling tidak pak Ranu mengirim orang menjemputnya dan bahkan menyiapkan kamar hotel untuknya. Tidak mungkin juga setelah menyerahkan barang-barang pak Ranu, Bhiru langsung terbang lagi ke Jakarta. Paling tidak ia akan menginap semalam.

"Kamu di mana?" Pak Ranu menghubungi gawainya saat Bhiru baru saja sampai di lobi hotel dan seorang staf hotel mengambil alih barang-barangnya serta mengantarnya menuju kamar hotel pak Ranu. Seperti biasa tanpa basa-basi.

"Di lobi, Pak."

"Bagus, kamu langsung ke kamar saya."

"Iyaaaa, Pak." Bhiru menjawab dengan nada lelah.

"Nada suara kamu kenapa nggak enak didengar?"

Bhiru mendengus kesal. Sekarang nada suara saja dipermasalahkan? Dasar arogan!

"Masa sih pak? Bapak pasti salah dengar." Bhiru berkilah dan bosnya itu langsung mematikan panggilannya begitu saja.

"Dasar kompeni!" Dengan sengak Bhiru melontarkan julukan itu begitu saja sambil melangkah mengikuti staf hotel yang membawanya menuju kamar pak Ranu di lantai 4.

Setelah mengetuk pintu dua kali, tak lama pintu terbuka dan Bhiru sempat tertegun menatap pak Ranu yang berdiri di hadapannya dengan rambut sedikit berantakan setengah basah serta hanya mengenakan bathrobe putih yang membungkus tubuh tinggi tegapnya. Sepertinya pak Ranu baru selesai mandi, karena Bhiru dapat mencium aroma harumnya sabun dari tubuh bosnya itu.

Yang mana aroma itu menggiring otak Bhiru traveling kemana-mana.

"Ini tas pakaian dan tas golf bapak." Setelah otaknya kembali normal karena sempat hang gara-gara traveling, Bhiru menyerahkan tas pakaian dan tas golf pak Ranu begitu saja di depan pintu.

"Dokumennya mana?" tagih bosnya lagi masih menunggu.

"Sebentar pak. Dokumennya ada di dalam koper baju saya, pak." Bhiru jongkok untuk membuka kopernya. "Ini, Pak?" Bhiru langsung berdiri tanpa menutup kopernya dan menyerahkan map berwarna merah pada bosnya.

"Oke, kalau begitu terimakasih," ucap pak Ranu setelah mengecek sebentar dokumennya serta menerima semua barang titipannya sambil menutup pintu kamarnya tepat di depan wajah Bhiru. 

Nyaris saja hidung Bhiru kepentok pintu andai ia tidak reflek mundur selangkah.

Bhiru lalu menuju ke kamar hotelnya yang ternyata bersebelahan dengan kamar pak Ranu!

LOVE WITH [ OUT ] LOGICWhere stories live. Discover now