Ketika Bertemu

6.6K 990 68
                                    

"Ini apa?" Kumala tiba-tiba menyodorkan salinan formulir beasiswa S2 milik Bhiru yang tidak sengaja ia temukan di antara dokumen yang diserahkan Bhiru padanya.

"Ups!" Bhiru menyambar formulir itu dan segera meremasnya sebelum menyembunyikannya di dalam saku blazernya. Itu adalah salinan formulir yang sempat keliru dalam pengisiannya, sedangkan yang asli sudah ia kirim ke kantor Duta Besar Jepang sebagai penyelenggaranya, beberapa hari yang lalu. Bhiru tidak menyangka ia ternyata lupa membuangnya. Malahan ia begitu ceroboh membuat selembar kertas itu terselip di antara dokumen perusahaan. Untung saja dokumen itu belum sampai ke tangan pak Ranu.

"Percuma disembunyikan. Aku sudah baca." Kumala melipat kedua tangannya di dada, menunggu Bhiru memberinya jawaban yang sebenarnya. "Kamu nggak ingin cerita ke aku soal formulir tadi?"

Bhiru menempelkan dua telunjuk di bibirnya, memberi isyarat agar Kumala tidak terlalu keras mengatakannya. Setelah memastikan pak Ranu atau yang lainnya tidak akan mendengarnya, Bhiru akan menceritakannya.

Menarik Kumala ke bagian terdalam kubikel miliknya, Bhiru akhirnya bercerita, "Kalau aku berhasil lolos seleksi, aku akan segera resign, Kum." Membuat Kumala terperangah kaget menatapnya.

"Kenapa mendadak, Bhi? Kamu nggak pernah cerita sebelumnya kalau kamu mau lanjut S2? Di Jepang pulak!" Kumala mencubit pipi Bhiru dengan gemas. "Jauh amat! Gimana kalo aku sampai kangen?" Kumala mengungkapkan apa yang juga diungkapkan Pandu kemarin malam.

"Maaf, sebenernya aku baru akan cerita kalau sudah lolos seleksinya." Bhiru nyengir lebar.

"Pak Ranu sudah tahu soal rencana kamu?" Kumala bertanya lagi dan sempat membuat Bhiru gugup.

Selalu saja ia mendadak gugup jika menyinggung soal pak Ranu.

Bhiru menggeleng cepat sambil menangkupkan kedua tangannya untuk memohon, "Please jangan cerita..."

"Lho kenapa? Beliau perlu tahu juga kan? Sekretaris kesayangannya mau nekat ambil S2 ke Jepang gitu lho..." Kumala terkekeh mengejek Bhiru.

"Enak saja kesayangan."

"Tapi memang benar kok." Kumala terus saja mengejeknya meski Bhiru tidak bisa menerima pendapatnya.

"Pokoknya jangan dulu. Nanti kalo nggak lolos seleksinya, malu lah aku." Bhiru beralasan. Padahal selain plan A dia juga mempunyai plan B sebagai cadangan yaitu resign jika gagal ujian seleksi.

"Kalian pada ngomongin apa sih?" kepala Jono yang menjulur ke dalam kubikel hampir saja membuat Bhiru dan Kumala terkena serangan jantung saking kagetnya. "Serius amat. Lagi ngomongin mas Jono yang ganteng ini ya?"

"Enak aja!" Bhiru memukul kepala Jono dengan map berisi dokumen di mejanya. "Lagian kamu nongol gitu aja nggak pake permisi kayak setan!"

"Eh masa sih harus pakek permisi?" Jono menimpali. "Tapi kenapa tampang kalian tadi panik gitu? Hayooo sebenarnya lagi pada ngerumpiin apa di sini? Nggak takut kena tegur pak bos?" Jono tidak berhenti begitu saja.

Mendengar Jono menyebut bosnya, Bhiru sontak mengangkat kepalanya untuk melongok ke arah ruangan bosnya yang tampak kosong dan ia cukup lega karenanya. Pak Ranu sejak tadi keluar meeting bersama pak Sabda.

"Ngomong-omong, bantu aku nyebarin undangan pak Ranu dong." Jono tiba-tiba menunjukan undangan dengan cover mewah berwarna coklat keemasan yang ia bawa sejak tadi dan sebagian besar yang lain masih tersimpan rapi di dalam dus.

"Pak Ranu sudah mulai nyebar undangan?" Kumala menatap takjub undangan itu. Sementara Bhiru cuma diam tertegun dengan perasaan yang tak menentu dan kacau seperti anak kecil yang sedang kehilangan balonnya.

LOVE WITH [ OUT ] LOGICWhere stories live. Discover now