27

2.7K 337 12
                                    

Dia masih terus menatapku dengan senyum kecilnya yang manis.

"Lo dan teman-teman lo," gumamnya. "Habis main make up make up-an ya?"

Aku tak menyangka seperti ini responsnya. Tidak buruk juga. Ara melakukan hal yang terbaik untuk membuka banyak peluang percakapan di antara aku dan Kak Lio.

"Lo ngejek gue, Kak?" tanyaku, menjadi semakin berani setelah menemukan kesimpulan yang paling dekat.

"Apa itu terdengar mengejek?" tanya Kak Lio sambil menegakkan punggung. Dia mengangkat alisnya tinggi-tinggi. "Apa lo terang-terangan ngejar gue?"

"Iya," balasku tanpa banyak berpikir.

Kak Lio terdiam sejenak. Cowok itu berbalik dan kembali ke sofa, lalu duduk di sana.

"Apa rumor tentang gue nggak cukup untuk ngebuat lo mundur?" tanya Kak Lio lagi. "Gue. Suka. Laki-laki," lanjutnya penuh penekanan.

Tujuannya sudah terlihat jelas. Dia memang ingin membuatku menghindar darinya.

Aku ingin mendekat. Sementara dia ingin menjauh.

"Gue nggak peduli mau lo belok atau lurus," kataku, membuatnya jadi membeku. "Karena gue jatuh cinta pada pandangan pertama ke elo, Kak."

Aku tersenyum puas melihat Kak Lio yang terdiam. Sekarang apa rencananya?

"Keluar," kata Kak Lio. Raut wajahnya berubah dingin. "Jangan jadi anak yang keras kepala."

Hoo.... Dia berubah menjadi sok tegas. Aku menjadi semakin ingin melawannya.

"Tapi, Kak, kenapa ya lo segitunya ngaku-ngaku suka cowok?" tanyaku. Ini adalah pertanyaan yang tidak kuada-adakan. "Apa lo lagi menjaga diri dari cewek-cewek yang berusaha deketin lo karena ada hati satu cewek yang sedang lo jaga? Atau karena lo lagi menghindar dari seorang cewek demi kebaikan lo dengan cewek itu? Atau dua-duanya?"

Kak Lio tidak mengatakan apa-apa selain ekspresi di wajahnya yang sempat kulihat terkejut.

"Kenapa malah diam, sih, Kak?" tanyaku, menuntut jawaban dari Kak Lio yang masih tak mau membuka mulut. Sepertinya dia sedang memikirkan rencana baru untuk membuatku menjauh darinya.

"Atau kita buktiin aja apa lo bener-bener gay atau enggak?" Aku tak membutuhkan jawaban Kak Lio sehingga aku melangkah lebih dulu dan berhenti di hadapannya. Dia terlihat bingung dan sejujurnya aku gugup.

Sekali saja! Aku ingin melihat responsnya dengan berpura-pura ingin menciumnya, tetapi aku tidak akan menciumnya.

Kunaikkan satu lututku di atas sofa. Kedua tanganku berada di samping kepala Kak Lio, seolah-olah mengurungnya agar dia tidak ke mana-mana.

"Lo ... mau ngapain?" tanyanya sambil mengernyit.

"Mau nyium lo."

Kak Lio membelalak. "Apa...?"

Tentu saja! Siapa yang tidak kaget mendengar kata-kata itu dari lawan jenis?

"Buat buktiin lo beneran gay atau bukan," kataku, tetapi aku hanya tetap di tempat.

Kak Lio memalingkan wajah dengan gelisah. "Menyingkir dari gue."

"Kenapa? Apa lo kepanasan?" tanyaku sambil memiringkan kepala, mengikuti arah wajahnya yang sedang berpaling. "Harusnya lo ngerasa biasa aja karena gue bukan tipe lo."

Aku ingat dengan jelas, di kehidupan sebelumnya ketika aku menggoda Kak Lio yang berusaha untuk menahan diri dariku, dia akan berperilaku seperti sekarang. Melihat ke lain arah, meneguk ludah beberapa kali, juga napasnya yang pendek.

Sekarang sudah jelas. Kak Lio mengingat semuanya.

Kak Lio juga pasti tahu aku mengingat kehidupan sebelumnya karena tingkahku yang jauh berbeda dibanding dulu. Hanya saja, dia sepertinya tak ingin membahas perubahanku. Kalau dia membahas perubahanku, sama saja dia mengiyakan bahwa benar bahwa dia berada di situasi tak masuk akal. Sama sepertiku.

Kenapa dia memilih untuk menghindar? Apa karena dia takut mengambil kesucianku untuk kedua kalinya karena dia adalah seorang hyper? Seharusnya dia tak perlu takut. Ada banyak cara—

"F*ck."

Aku langsung melotot mendengar kata-kata yang barusan keluar dari mulut Kak Lio.

Kak Lio memandangku dengan tatapan tajam. "Menyingkir dari gue sebelum lo tahu akibatnya."

Dia pikir aku takut? Aku memang takut....

"Memangnya akibatnya apa?" tanyaku dan tak lama setelah aku bertanya dengan angkuh, Kak Lio langsung menarik tanganku dan membantingku hingga aku berbaring di atas sofa. Dia menahan tubuhnya di atasku dengan kedua lengannya yang terlihat mengeras.

Aku terlalu membuatnya marah.

Aturan kedua saat berada di dekat Kak Lio; tidak boleh hanya berdua bersama Kak Lio di sebuah ruangan.

Baru sebentar berada di posisi itu, Kak Lio langsung berdiri dan menarikku dengan kasar untuk cepat berdiri. Aku sudah seperti sebuah tali rapia yang meleyot ke sana-sini.

Kak Lio mendorongku ke luar ruangan, lalu dia menutup pintu dengan keras tanpa mengatakan sepatah kata lagi.

Hening. Semua berlalu begitu cepat.

Setelah semua usahanya untuk membuatku menjauhinya, sekarang dia ingin menjadi cowok kasar? Dia tahu dengan jelas tipe cowok yang paling aku benci.

"Perhatian! Perhatian! Waktu istirahat telah selesai. Mata pelajaran selanjutnya akan dimulai. Silakan kembali ke kelas masing-masing. Terima kasih."

Bel baru saja berbunyi. Kulangkahkan kakiku segera menjauh dari sana.

Awas saja, Fillio Danadyaksa! Semakin kamu menjauh, aku akan semakin mendekat dengan agresif.

***


thanks for reading🌺

love,

sirhayani

DaraDove le storie prendono vita. Scoprilo ora