16

4.1K 369 24
                                    

Meskipun aku merasakan banyak ketakutan setelah kejadian itu, termasuk semakin takut kehilangan Kak Lio, tetapi aku merasa lebih baik setiap kali Kak Lio selalu menyempatkan diri untuk bertemu denganku sekalipun dia sebenarnya punya kesibukan sendiri.

Kami tentu saja tak melakukan dosa besar itu untuk yang kedua kalinya apalagi seterusnya meskipun kami masih saja hampir setiap hari bertemu. Aku menyadari bahwa Kak Lio merasa bersalah atas apa yang terjadi dan kejadian itu membuatnya bisa lebih mengontrol dirinya sendiri.

Untuk menghilang sesaat dari hidup Kak Lio agar aku bisa menenangkan diri, aku merasa tudak sanggup. Bagaimana jika dalam tahap itu Kak Lio diam-diam bertemu cewek lain dan yang terparah melakukan hubungan fisik seperti yang Kak Lio lakukan padaku? Ketakutan itu lah yang membuatku ingin selalu bertemu Kak Lio.

Hatiku tersasa sakit walau hanya membayangkannya.

Sekarang, di kantin sekolah ini, Kak Lio tak menemaniku seperti biasanya. Dia mengerjakan tugas kelompok bersama teman-temannya dan aku tak mungkin muncul di antara mereka.

Semua makanan yang masuk ke mulutku jadi terasa hambar. Makanan ringan favoritku jadi tak berarti lagi. Aku sempat ketakutan karena berpikir bahwa mungkin saja aku hamil, tetapi itu tidak mungkin karena sudah tiga hari aku datang bulan. Sehari setelah kejadian malam itu, aku mencari segala hal tentang kehamilan di internet dan aku lega karena jawaban yang aku cari cukup memuaskan.

Mungkin, hal yang membuatku menjadi lebih tak berserela makan selain karena tak ada Kak Lio di sampingku adalah omong kosong yang dibicarakan oleh sekumpulan siswi seangkatanku. Meja mereka tak jauh dari mejaku sehingga aku bisa mendengar segala pembicaraan tentang Kak Lio.

Pandanganku lebih banyak tertuju pada siswi bernama Ara karena dia lah yang memimpin pembicaraan itu. Nama kami hampir mirip. Juga merupakan nama yang umum. Dia terkenal dekat dengan beberapa kakak kelas cowok terkenal. Aku akui dia cantik dan punya kelebihan lebih banyak dibanding diriku. Dia menyebut-nyebut nama Kak Lio seolah-olah Kak Lio adalah orang terdekatnya. Tawanya yang memperlihatkan lesung pipit bahkan bisa membuat orang sepertiku menjadi iri.

"Haha, beneran! Gue kenal Kak Lio, mau apa kalian?"

Pipiku lagi-lagi mengembung karena makanan yang belum aku kunyah. Dia seperti sedang bercanda, tetapi terdengar penuh keyakinan.

"Gue bisa dapetin Kak Lio, loh. Atau kalian mau lihat foto Kak Lio bareng gue?"

"Mana foto kalian? Mana? Gue nggak percaya sebelum gue lihat."

"Belum adaaa, tapi kalau kalian mau bakalan gue dapetin!"

"Yeee, kan beneran omdo. Eh, bentar, bukannya Kak Lio sering bareng cewek seangkatan kita juga?"

Posisiku membuatku bisa melihat siswi bernama Ara dengan cepat sehingga aku sudah melihatnya saat temannya mengajukan pertanyaan itu. Hal yang tak kusangka-sangka adalah Ara menatapku. Kami berpandangan untuk beberapa detik. Dia seolah-olah tahu keberadaanku di sini atau mungkin karena kami tak sengaja bertatapan.

"Cewek yang itu?"

Setelah mendengar jawaban Ara, aku merasa dia sebenarnya tahu keberadaanku di sini dan sengaja berucap cukup keras agar aku mendengarnya. Bagaimanapun, teman-teman cewek itu tak menyadari keberadaanku. Ini bukan karena aku terlalu sensitif kan?

"Gue yakin, Kak Lio bisa nyari cewek yang lebih cantik," katanya lagi. "Kayak gue."

Rasa percaya diri tinggi, kecantikan, teman yang banyak, ramah, hal-hal yang ada pada dirinya itu membuatku jadi merasa semakin rendah.

"Ngomong-ngomong, kalau pun dia punya cewek, gue bersedia jadi orang ketiga."

Aku tahu ucapannya di depan teman-temannya itu terdengar seperti candaan, tetapi aku merasa kesal apalagi saat dia sempat melirikku sebentar, lalu cekikikan. Tak ada tatapan sinis atau tatapan ejekan. Aku ingin sekali menjambak rambut panjangnya di depan semua orang.

DaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang