20

4.2K 398 25
                                    

Fillio Danadyaksa. Nama itu benar-benar tertulis di sebuah makam yang sejak tadi aku pandangi. Sudah berjam-jam aku berada di area pemakaman ini dan aku tak berniat untuk pergi. Mataku terasa sembab. Mungkin kantong mataku sudah membengkak.

Dari matahari terik hingga tertutupi bangunan-bangunan, aku masih saja belum berniat untuk pergi. Rasa ngeri berada di antara banyaknya makam tak lagi terasa. Hanya ada kesedihan atas perginya seseorang yang aku cintai bertahun-tahun lalu, yang sedihnya baru aku ketahui hari ini.

Perasaanku semakin tidak nyaman. Dari segala hal, kepergian Kak Lio dari dunia ini adalah hal yang paling tidak aku harapkan. Namun, aku bisa apa? Semua hal sudah terjadi dan kepergian Kak Lio dari dunia ini adalah akhir dari kisahku dengannya.

Aku menatap langit dan menghela napas panjang. Hatiku hampa. Tak ada siapa-siapa di hidupku. Mama juga sudah meninggalkanku dari dunia ini karena sakit yang dideritanya. Papa sudah memiliki keluarga baru. Keluargaku yang lain juga memiliki hidup masing-masing.

Aku tak akan menikah. Aku sulit mempercayai laki-laki mana pun. Sudah terlalu sering aku mendengar rumah tangga yang hancur karena perselingkuhan. Lagipula, aku juga tak bisa membuka hatiku karena sampai detik ini, bahkan saat aku sudah tahu Kak Lio telah pergi dari dunia ini, aku belum bisa melepaskan Kak Lio dari hatiku.

Akan tetapi, sampai kapan aku akan seperti ini?

"Kenapa kamu harus pergi terlalu cepat?" tanyaku, memandang nama Kak Lio. "Sudah sore, Kak...." Aku tersenyum paksa. "Aku pulang dulu, ya?"

Karena perasaanku tidak enak sekarang. Aku yakin apa yang tertangkap di pandanganku bukanlah penjaga makam. Sebelumnya, aku berpikir bahwa makhluk itu adalah burung karena memiliki sayap. Namun, sosok itu terlalu besar untuk disebut burung.

Makhluk itu seperti manusia yang memiliki sayap hitam di punggungnya. Apakah aku sedang berhalusinasi? Ataukah aku sedang berada di batas antar dunia manusia dan gaib?

"Jangan pura-pura nggak lihat gue. Karena cuma lo manusia yang bisa lihat gue sekarang."

Makhluk itu bicara seperti manusia dan suaranya seperti laki-laki. Aku memejamkan mata sesaat. Aku gemetar. Ternyata aku masih takut pada hal-hal gaib.

Kepakan sayap itu bisa kudengar karena suara kepakannya cukup besar. Aku membeku ketika makhluk itu terbang dan berhenti di hadapanku. Mau tak mau, aku melihat makhluk itu dengan jelas. Dia seperti manusia yang memiliki sayap. Sepasang sayap hitamnya terus bergerak sehingga kedua kakinya tidak menapak di tanah. Dia juga bereskpresi seperti manusia. Kini, makhluk itu bersedekap sambil memandangku dengan wajahnya yang seperti manusia.

Aku bersyukur tidak melihat wajah hancur yang bisa saja membuatku pingsan. Hanya ada wajah laki-laki muda yang sepertinya berusia awal 20 tahun.

"Gue udah mantau lo dari tadi," katanya. "Dan lo terpilih untuk mendapatkan penawaran gue hari ini."

Dia bukan malaikat maut, kan?

"Apa...?" tanyaku pelan.

"Apa lo mau mengulang waktu dan kembali ke masa lalu?"

Aku terdiam mendengar pertanyaannya. Mengulang waktu. Itu adalah harapanku seandainya hal itu memang ada. Kuberanikan diriku untuk menatap makhluk itu. "Memangnya bisa?"

"Bisa," balasnya cepat. "Dengan mengulang waktu, lo harus membayar dengan umur lo."

"Umur?"

"Ya, umur." Makhluk itu terbang semakin tinggi dan aku semakin mendongak untuk menatapnya. "Bayaran untuk memutar waktu hidup lo adalah umur lo. Kalau lo mau mengulang waktu ke dua belas tahun lalu, berarti umur asli lo harus dipotong dengan dua belas tahun."

Daraजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें