Part 36

8.1K 1.2K 190
                                    

Ini adalah part 40 kalau di Karyakarsa yaah.

Rumah yang tak pernah menawarkan senang itu kini sudah berada di hadapan. Tampak sederhana namun mewah dengan kombinasi warna putih dan peach, memberi nuansa hangat namun tak mampu menyentuh Ivanka yang selalu merasa dingin ketika berasa di sini.

Tampak tak hentinya menarik napas hanya untuk menemui orangtua yang sudah membesarkan ia sejak bayi meski tidak dengan kasih sayang yang cukup, wanita itu lantas melangkah masuk menuju rumah yang pintunya jarang terbuka seperti rumah kediaman orangtuanya Raddine yang lebih suka ia sambangi ketimbang rumah orangtua sendiri.

Terus melangkah penuh rasa ragu karena ini pertama kalinya ia datang tanpa disuruh. Ivanka yang tak tahu mengapa tangan tampak gemetar, membuka handle pintu yang menjulang begitu tinggi.

Pintu besar berwarna coklat tua itu ia dorong. Tak ada bunyi yang kontras dengan kesunyian yang menyambangi, Ivanka lantas masuk dengan kepala yang ia tolehkan ke kanan dan ke kiri.

Hari Minggu ini semua pasti ada di rumah.

"Non?"

Menoleh ke arah sumber suara, Ivanka memaksakan senyuman untuk ART muda yang usianya bahkan jauh di bawahnya.

"Ike, papa ada?"

"Ada, non. Lagi kumpul-kumpul di halaman belakang."

Kumpul-kumpul?

"Ada tamu, ya?"

Dia tak melihat ada mobil orang lain di luar.

"Ooh ngga, non. Cuma ibu, bapak, sama non Irish dan den Rafa."

"Rafa pulang?"

"Iya, non. Udah dua hari di rumah."

"Begitu?" Ivanka membeo pelan.

Biasanya jika pulang, Rafa akan menghubungi ia atau setidaknya mampir dulu ke kediamannya.

Tampak berpikir sejenak, senyum tipis Ivanka lalu terukir.

Tapi hubungannya dengan adik terakhir pun sudah mulai renggang.

Yah ... Sekarang dia seperti sebatang kara.

"Non mau ke taman belakang?"

Segera mengerjap, Ivanka lalu menggeleng. "Panggil papa aja ya, Ke. Bilang aku tunggu di ruang kerja."

"Ooh gitu. Ya udah non, sebentar, ya?"

Mengangguk sekilas, Ivanka menatap kepergian pembantu bernama Ike sebelum langkah beranjak menuju ruang yang ia maksud yang berada di lantai dua.

Di sana ia bisa melihat acara kumpul keluarga yang Ike sebutkan tadi.

Senyum Ivanka kian lebar namun itu bahkan tak lukiskan kebahagiaan selain rasa miris.

Dia tak pernah ada di taman belakang rumah ketika semua keluarga berkumpul. Bahkan meja yang terbuat dari kayu jati penuh ukiran itu hanya dikelilingi oleh empat kursi yang cukup menjelaskan pada Ivanka jika tak ada ruang untuknya di sana.

Tapi dia sudah tak lagi cemburu setelah rasa itu menguasai ia selama bertahun-tahun. Sudah lelah menyimpan dengki, sekarang Ivanka memilih untuk membuat seluruh rasanya mati.

Berbalik dan beranjak menuju sofa yang ada di ruang kerja sang ayah tepat ketika ia lihat Ike mendatangi Kafi, Ivanka lalu duduk dan menunggu.

Tampaknya kedatangannya cukup diharapkan jadi tak merenung lama, Kafi sudah berada di dalam ruangan yang sama dengannya, tersenyum begitu lebar namun hal yang Ivanka harap--ia mendapat pelukan--tak terjadi alih-alih melihat sang ayah hanya duduk di seberangnya.

Kisah Yang Kan Pisah Where stories live. Discover now