Part 25

6.3K 1.2K 199
                                    

Part Dua Puluh Lima

Ternyata hari ini cuaca cukup tak mendukung. Seharusnya mereka pergi ke Dufan, menikmati beberapa arena permainan. Sayangnya baru tiba ke tujuan hujan langsung mengguyur. Pada akhirnya memutuskan untuk pergi ke tempat yang aman, Xaveer mengajak putranya ke mall dengan menjanjikan Gustav beberapa mainan baru.

"Sepeda aja, ya? Sepeda di rumah udah kecil."

"Itu aja?" Menggandeng Gustav yang baru turun dari mobil bersamanya, Xaveer lihat sang putra mengangguk.

"Mainan di rumah udah banyak."

Uuh ... Xaveer lantas mengusap puncak kepala putranya.

Tak pernah sekalipun Gustav melakukan hal yang mengecewakan padahal walaupun ingin melakukan beberapa kenakalan yang wajar, Xaveer tak akan marah.

"Ngga apa-apa asal kamu bisa rawat."

"Selalu Gustav rawat." Ghina yang menyusul turun langsung menggandeng lengan Xaveer.

Pria itu sontak menatap horor Ghina yang memberi senyuman manis padanya. "Kamu ngga perlu gandeng," bisik pria itu agar Gustav tak mendengar.

Di hadapan sang putra ia tak bisa memperlihatkan setiap penolakannya pada Ghina yang masih tetap merayu agar ia bisa memberi satu ruang khusus untuk wanita ini ketika dulu semua ruang di hidup Xaveer ia dedikasikan pada Ghina seorang.

Dia tak tahu apakah kekecewaannya ini terlalu berlebihan. Toh yang Ghina lakukan semuanya demi Gustav, belahan jiwanya juga. Tapi ... Hampir satu tahun hatinya diabaikan.

Ketika ia berusaha untuk mengembalikan keluarganya, Ghina selalu mendorong ia pada Ivanka. Alasannya karena masih membutuhkan Byan.

Terus begitu sampai kemudian ketika semangatnya mulai luruh, Ghina ingin ia kembali.

Masalahnya ketika dimintai hal itu ... Haknya sebagai suami pada Ivanka sudah ia minta.

Pengalaman pertama istri keduanya ia ambil tanpa sama sekali ia duga-duga jika saat itu akan tiba.

"Jangan debat kalau di luar, mas. Ngga enak didenger orang."

Tidak ada yang mengajak Ghina berdebat. Xaveer hanya tak mau Ghina menempel padanya begini. Tapi tiap ia ingin menarik tangannya, Ghina akan memeluk dengan erat.

"Papa beli es krim, yuk."

Perhatian Xaveer kembali pada Gustav. Akhirnya ia hanya bisa pasrah karena Ghina benar-benar enggan melepaskannya.

"Kita cari baju dulu gimana?" Ghina mengajukan usul. "Kemaren pas sama Tya aku lihat ada baju bagus. Ke sana dulu ya, mas?"

"Kenapa ngga langsung kamu beli aja kemarin?" Xaveer menanggapi dengan datar, bahkan tanpa melihat pada Ghina yang terus memperhatikan ia.

"Mas yang bayarin."

Tanpa berpikir panjang, Xaveer berdeham bersama anggukan.

Tak peduli seburuk apapun hubungannya dengan Ghina, ia tetap memenuhi semua kebutuhan wanita ini.

Ah ya ... Hal itu juga yang membuat Xaveer bekerja bagai kuda karena bukan hanya satu wanita yang ia penuhi nafsu belanjanya.

Setelah puas memborong beberapa stel pakaian termasuk untuk Gustav, mereka kemudian menikmati es krim bersama, dan terakhir pergi menuju arena bermain karena Gustav maupun Ghina sudah merasakan pegal di kaki.

Mereka akan istirahat di sana sambil bermain permainan yang tak menguras tenaga, sedangkan Xaveer pergi mencarikan sepeda yang cocok untuk Gustav dan membawa semua belanjaannya ke dalam mobil agar nanti tak terlalu banyak barang belanjaan yang mereka tenteng.

Kisah Yang Kan Pisah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang