Part Dua Belas

7.4K 1.2K 66
                                    


Part Dua Belas

Entah ingin menunggu berapa lama lagi untuk dirinya turun dari mobil yang sudah berhenti di area parkir rumahnya sejak tiga puluh menit yang lalu. Tanpa ia nyalakan mesin pun jendela yang ditutup rapat hingga udara kesulitan untuk menerobos masuk, ia bertahan bersama paru-paru yang mulai tercekik.

Berulang kali napas itu memburu dengan cepat menghabiskan oksigen di dalam ruang hampa ini. Bahkan gemetar yang ia harap segera memudar tak kunjung reda, sedang tangis sudah berada di sudut mata yang terbelalak takut untuk sekadar berkedip hanya agar kilasan beberapa waktu lalu tak tampil seperti video otomatis yang akan terputar di depan mata kala ia terpejam.

Wanita itu diam. Bahkan napas mulai ia tenangkan.

Dia tak boleh kacau. Tak boleh.

Menatap wajahnya di kaca spion atas kepala, wanita itu mendongak ketika bola mata mulai menyusuri area lehernya.

Tanda merah itu terlihat.

Di leher, di bawah tulang selangka dan di atas dadanya. Semua terlihat begitu merah seolah darah baru saja keluar dari sana.

Sial!

Bagaimana bisa ia lakukan sejauh ini.

Tangan mengusap area leher yang beberapa saat lalu disentuh oleh bibir pria asing. Ivanka yang terlihat tak sabar mulai membuat usapan keras dan kasar.

Tanda ini tak mau hilang.

Tak mau hilang.

"BRENGSEEEEK!" Kemudian setir yang tak turut andil dalam dosa yang ia lakukan, dirinya pukul dengan keras.

Semua tanda ini harus hilang. Semua bukti pembalasan yang ia pikir akan memberinya puas ini harus lenyap sebelum ia turun dan benar-benar menghadapi pria itu.

Pria yang sudah terlalu terlambat ketika berhasil menemukannya.

Pria yang tak mengucap sepatah kata ketika menarik dirinya menjauh dari si penjaga yang semestinya memang menjaga ia.

Pria yang mengiring pelan laju kendaraannya yang bergerak kacau--nyaris menabrak beberapa kali--namun tak bisa memaksa ia untuk berhenti dan ikut dengan pria itu saja.

Tapi ... Dia sampai di rumah dengan selamat.

Mungkin mobilnya agak tergores karena beberapa kali menyenggol pembatas jalan. Tapi ... Dia selamat.

Dia selamat juga dengan pria itu yang menghentikan mobil di samping mobil miliknya lalu turun dan menunggu.

Pria itu Xaveer.

Masih menunggu di luar sambil menendang-nendang pelan udara agar mengusir bosan.

Pria itu Xaveer.

Yang menutupi sepasang mata memerah dengan raut dinginnya.

Pria itu Xaveer.

Yang tak mengatakan sepatah katapun pada Aldi yang segera lari tunggang langgang, menjauhi atasan yang barangkali akan benar-benar membunuhnya andai ia tak segera hengkang.

Menarik napasnya begitu dalam lalu ia tahan tanpa langsung hembuskan udara dari mulutnya. Ivanka rasakan pedih yang mencucuk dada hingga ia tak sanggup dan menyerah.

Napas itu ia embuskan seiring kemudian sebuah panggilan masuk dari Nadhira yang tentulah sudah tahu apa yang terjadi padanya.

Raddine dan Joana yang tak bisa hentikan ia yang menarik Aldi menuju hotel tentulah menghubungi Nadhira yang kedua sahabatnya pikir bisa hentikan hal gila yang akan Ivanka lakukan. Tapi sayangnya itu tak berhasil karena semua panggilan dan pesan yang masuk ke ponselnya ia abaikan.

Kisah Yang Kan Pisah Where stories live. Discover now