Part 26

6.5K 1.2K 102
                                    

Aku berlari mengejar rembulan
Elegi patah hati mengiringi
Aku berenang ke dalam lautan
Ratapan menenggelamkan

Aku ke mana
Pergi ke sana ku berjumpa lara
Diam di sini aku terluka
Jika kembali ku tak bahagia
Pulang pun tak tahu di mana rumahnya

Bukankah aku sebatang kara?

Mengembara mencari cinta
Menemui cinta namun tak diterima
Aku dilempar di antara puing-puing duka
Mengais harapan sia-sia

Aku berlari lagi
Mengejar angan tak pasti di dalam mimpi
Tapi begitu pun tak mengapa
Karena yang nyata tak pernah buatku bahagia

Part Dua Puluh Enam

Setelah menghubungi Joana dan Mila agar tak mencari dirinya, Ivanka hanya duduk diam di dalam taksi yang berjalan tanpa arah tujuan.

Sebenarnya ia sendiri tak tahu pada kemarahannya yang menggelegak bak kayu yang dilalap habis oleh api. Hubungannya dengan Xaveer tak sedalam ini sampai ia harus marah karena melihat suaminya bersama dengan ... Haruskah ia sebut namanya sekarang?

Ghina.

Wanita itu adalah istri pertama Xaveer dan dia adalah yang kedua.

Lalu hampir dua tahun ia tahu jika ternyata dirinya bukan istri satu-satunya. Hal yang Ivanka minta hanya cukup jalani saja pernikahan ini sampai batas waktu yang sudah ia tentukan. Bukannya meminta Xaveer untuk memilih ia atau wanita itu seolah memang tak ada rasa terhadap suaminya.

Tapi memang awalnya kan begitu.

Dia bahkan sangat membenci pria yang hanya menikahi ia untuk sekadar menjadikannya alat. Begitu besar bencinya hingga kadang ketika Xaveer terlelap di sampingnya, Ivanka ingin membekap wajah pria itu sampai benar-benar mati.

Mengapa ia tetap bertahan dalam pernikahan itu juga awalnya karena enggan dikasihani. Enggan disebut gagal. Enggan kembali ke rumah orangtua yang jelas menyuruh ia pulang andai hubungan pernikahannya dengan Xaveer terjadi sesuatu.

Vanya sih tak peduli padanya. Tapi Kafi yang selalu meminta ia kembali jika terjadi sesuatu dengan pernikahannya dan Xaveer.

Dan jika Kafi sudah meminta, Ivanka biasanya sulit untuk menolak. Bukan karena ia patuh. Namun sungkan. Entah bagaimana ia bisa merasa seperti itu pada ayahnya sendiri.

Tapi kini seiring berjalannya waktu, entah bagaimana semua jadi tidak seperti keinginan hati. Jika dulu ia bahkan tak peduli dengan siapapun dan ke mana Xaveer akan pergi, kini Ivanka selalu diliputi cemburu yang diam-diam mengintip tiap ia tahu Xaveer akan menemui keluarga bahagia pria itu.

Harusnya perasaan seperti ini cukup Xaveer saja yang miliki. Jika dengan begini pria itu jadi terlena dan tak bisa lepaskannya, maka itu tak masalah. Ivanka akan terima kecemburuan pria itu sampai kemudian ia pergi dan meninggalkan luka di hati Xaveer. Namun mengapa malah sebaliknya. Ia yang sulit untuk meninggalkan karena hati terlanjur terpaut oleh pernikahan dan pria yang mengikat ia dalam janji suci.

Perasaan seperti ini harusnya tak boleh muncul dan membebaninya.

Menatap jalanan yang cukup padat tak peduli hujan yang mengguyur bumi di Jakarta, Ivanka lalu menipiskan bibir ketika ia benar-benar merasa bodoh dengan tindakannya.

Tak seharusnya ia marah begini.

Meremas rambut dengan erangan frustrasi, suara sopir yang tampaknya kebingungan lalu menginterupsi perasaan kesalnya pada diri sendiri.

"Neng, ini udah dua jam lebih Neng sebenarnya mau ke mana?"

"Oh ya?"

Kening Ivanka mengernyit dalam.

Kisah Yang Kan Pisah Where stories live. Discover now