Part 19

8.6K 1.2K 108
                                    

Part Sembilan Belas

Xaveer terus memeluknya sepanjang malam. Bak sebuah borgol yang mengikat dengan erat, begitulah tangan besar pria ini melingkar di perutnya. Embuskan napas pelan, nikmati suhu panas dari tubuh Xaveer yang bertabrakan dengan dinginnya embusan AC mencipta rasa hangat untuk Ivanka, wanita itu kemudian perlahan mengubah posisi jadi terlentang. Pergerakan yang ia buat memberi reflek pada Xaveer yang makin eratkan pelukan, membuat wanita itu mendesah panjang.

Memangnya ia akan kemana sampai dipeluk seerat ini?

Menatap langit-langit kamar yang terdapat lampu kristal membentuk bunga matahari, wanita ini menoleh ke arah pintu saat terdengar bunyi ketukan. "Non, udah bangun?"

Ia tatap Xaveer yang tetap terlelap.

Ini sudah hampir pukul sembilan pagi. Tak heran jika mbo Wal memanggilnya karena akhir-akhir ini ia sering bangun pagi. Kepagian malah.

"Bangun," bisiknya pada Xaveer sebelum kemudian menjawab tanya mbo Wal. "Kenapa, mbo? Masuk aja."

Pintu kamar yang ketika tidur sendirian malaj tak pernah ia kunci hanya karena berpikir mungkin Xaveer akan diam-diam masuk dan mengunjunginya--Tapi sepertinya baru terjadi tadi malam--segera terbuka, mbo Wal menautkan alis saat melihat sosok Xaveer ada di samping Ivanka. "Loh ... Kok di sini?"

"Nyusulin ke sini tadi malam," jawab Ivanka yang tanpa sadar mengelus lengan Xaveer di tangannya.

Tidurnya agak tak nyenyak karena pria besar ini beberapa kali menggigil sambil merintih semalaman.

Namun tiap kali ingin bangun untuk mengambilkan obat, Xaveer selalu tahu hingga pria itu melarangnya untuk pergi.

Katanya pria itu akan sembuh selama ada Ivanka di pelukannya. Huh ... Yang Ivanka tahu ia malah sumber penyakit untuk pria ini alih-alih mwnjadi obat.

"Mbo mau ambil baju kotor," ucap mbo Wal yang mengulum senyum senang melihat kedamaian dua majikannya.

Harapan besar yang ia inginkan adalah kedua orang itu akan selalu bersama dan jujur pada perasaan masing-masing. "Non ngga kerja?"

Ivanka yang tampak begitu santai berada dalam dekapan Xaveer lalu menggeleng. Ia akui jika sebenarnya ia nyaman dipeluk begini. "Nanti sore, mbo."

Mengangguk saja, mbo Wal kemudian pergi ke kamar mandi dan tak lama keluar membawa beberapa baju kotor dari keranjang baju.

"Masih panas badannya, non?"

"Masih. Ambilin obatnya ya, mbo? Trus anterin sarapan ke sini. Aku mau jus mangga, ya?"

"Oke. Bibik siapin dulu." Segera keluar, tak mau menjadi nyamuk pengganggu di antara keharmonisan Ivanka dan Xaveer yang diperlihatkan, mbo Wal cepat-cepat keluar.

Apalagi kejadian tadi malam masih berlarian di kepalanya. Uuh ... Mbo wal jadi makin malu melihat dua majikannya ini. Malu dan bahagia. Perasaan yang sulit untuk ia gambarkan.

Melihat kepergian mbo Wal yang membuat Ivanka tersenyum geli karena pembantunya itu masih tersipu-sipu, Ivanka kembali fokuskan pandangan pada Xaveer.

Pria ini tetap terpejam tanpa melepaskan pelukan padanya--kini meremas pinggul Ivanka.

Menatap dalam pada wajah tampan yang terlihat agak pucat itu, Ivanka kemudian menggigit pelan dagu Xaveer yang masih bergeming. "Aku mau ke salon. Ayo bangun." Menarik tangannya keluar dari himpitan tangan Xaveer, Ivanka lantas menyentuh permukaan bibir pria itu yang terlihat kering.

Dia benci ketika harus akui rindu yang menyeruak di balik dada pada pria ini.

Dia benci ketika harus akui ada rasa yang begitu besar yang tumbuh untuk pria ini.

Kisah Yang Kan Pisah Where stories live. Discover now