Part 15

8.7K 1.3K 159
                                    


Sepanjang perjalanan terasa begitu senyap. Jika harus dibandingkan dengan suasana kuburan, percayalah di dalam mobil Xaveer rasanya lebih mencekam. Sunyi. Sepi. Napas pun seolah harus ditahan.

Tak ada yang membuat peraturan demikian. Hanya saja sangking besarnya ego masing-masing, berbagi oksigen dalam ruang yang sama saja mereka seperti enggan. Bahkan tak hanya itu. Karbondioksida yang dilepaskan dari indra pernapasan saja jika bisa tak berbaur ketika mencapai di udara. Ya ... Begitulah mereka jika sedang berada dalam situasi genjatan senjata.

Andai tak bernapas tak menyebabkan mati. Maka mereka rela untuk tak bernapas.

Percayalah.

"Berhenti di Aprilmart depan."

Suara yang ditahan-tahan agar jangan keluar terpaksa diperdengarkan karena Ivanka sudah janjian oleh Damian di tempat yang baru ia sebutkan.

Tak ada tanggapan dari pria di sebelahnya yang sama sekali tak menoleh. Sampai kemudian tiba di tujuan, Ivanka langsung cepat-cepat turun dan tanpa mukadimah apapun lagi sebagai kata pengantar kepergian sang istri, Xaveer langsung tancap gas tepat ketika pintu sudah ditutup.

Ivanka lalu bersungut-sungut sebal.

Kalau ngga niat ngga usah nganter!

"Bu? Diantar bapak?" Damian yang rupanya sudah menunggu langsung mendekat dan melihat kepergian mobil Xaveer yang melaju dengan begitu cepat.

"Heem." Enggan memperpanjang obrolan tentang Xaveer, Ivanka melipat tangan di bawah. "Mana motornya?"

Dia tak memiliki motor di rumah. Ada juga milik Xaveer yang terlalu nyentrik jika ia bawa untuk pergi bekerja--notabene hanya sebagai karyawan saja--selain itu tak sudi juga ia meminjam kepada pria itu.

Diantar ke sini saja rasanya harga diri terjun hingga ke titik nadir, kok.

Jadilah ia suruh Damian yang mencarikan motor untuknya. Motor yang tak mencolok karena bahaya jika nanti ia dicurigai sebagai mata-mata.

Andai ia terima niat Damian yang akan mengantarkan motor tadi malam, pagi ini tak perlu ia menunpang dengan lelaki itu, kan?

Uugh!

Pantat seperti gatal-gatal sehabis duduk di mobil Xaveer yang pasti tak ikhlas mengantarkan dirinya. Dasar pria itu saja yang ingin mencari perkara dengannya.

"Ini kuncinya bu. Itu motornya." Menyerahkan kunci berbandul boneka beruang mini pada Ivanka, Damian menunjuk motor matic berwarna merah muda yang catnya sudah mengelupas sana sini.

Bandul boneka sudah membuat hatinya kebat-kebit tak suka, melihat motor yang Damian tunjuk kian membikin diri tak rela. "Ngga ada yang lebih jelek lagi dari ini?"

"Ada sih, bu. Tapi takutnya--"

"Aku sarkas, Damian!" Uuhh!

Langsung menaiki motor tersebut untuk memeriksa apakah ada nilai tambah di balik jeleknya motor yang Damian bawa untuknya, Ivanka tiba-tiba meringis merasakan joknya yang seperti tak memiliki busa lagi.

"Seenggaknya kamu kasih dudukan yang nyaman," desisnya eengan tatapan mengancam.

Damian yang meringis tampak tak enak hati karena diomeli di tempat umum, lantas menunduk. Sedang Ivanka yang segera menyadari itu dengan cepat lantas menghela napas panjang. "Sudahlah." Dia emosi akibat dari perseteruannya dengan Xaveer. Tak mungkin Damian yang menjadi pelampiasan, kan?

Ya ... Walaupun ia kesal juga pada pria ini. "Makasih sudah disiapkan."

Langsung mengangkat kepala bersama senyumnya, Damian menyerahkan berkas pads Ivanka. "Untuk alasan terlambat. Nanti kasih ke Bu Nelly, asisten pak Andika."

Kisah Yang Kan Pisah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang