57 | Hold Me Tight

Start bij het begin
                                    

Kening Diana mengerut, menatap Denis bingung.

"Lebih baik aku jadi pengangguran aja, numpang hidup ke kamu atau kerja di perusahaan kamu?"

"Ih! Apa-apaan sih, kamu!"

"Aku pribadi mau jadi pengangguran aja. Capek juga kalau kerja. Sekali-kali numpang hidup ke istri."

Diana mencubit perut Denis membuat sang empu meringis.

"Sakit," keluh Denis.

"Perusahaan itu milik kamu! Aku gak punya perusahaan. Aku cuma punya nama aja di perusahaan sebagai bentuk cintanya suami aku ke aku."

"Narsis banget."

Diana memberenggut.

"Kamu sengaja cari gara-gara biar gak jadi ke kantor, kan? Kali ini aku gak mau terkecoh. Aku lebih suka kamu yang kayak gini, keren banget pakai jas, dasi sama pantofel. Chika sama adik pasti bangga punya Papa kayak kamu."

Denis mencibir.

"Aku berangkat. Telfon aku kalau ada apa-apa atau kamu ingin sesuatu jangan ditahan."

Denis mengecup kening Diana dan mendekati putrinya yang tengah memasang kaus kakinya sendiri. Denis menatap Diana yang terkikik geli melihat kemandirian putrinya.

"Mau Mama bantu?" Diana mendekat, duduk di samping putrinya.

"Chika bisa sendiri, Mama."

Diana mengangguk dan memerhatikan putrinya mulai dari memasang kaus kaki, sepatu dan memakai ranselnya. Gemas, Diana membubuhkan kecupan di wajah putrinya. Pantas saja dari tadi tidak ada yang mengganggu perdebatan kecilnya dengan Denis, ternyata putrinya itu punya kesibukan sendiri.

"Hati-hati di jalan. Nanti kalau Papa belum jemput, Chika jangan kemana-mana. Tetap tunggu Papa di depan kelas ya, Sayang."

Semalam Denis menyanggupi akan menyempatkan waktu menjemput Chika sekolah. Sebenarnya Diana bisa menjemput Chika. Tetapi keberadaan orang tuanya di apartemen membuatnya enggan keluar kamar dan bertemu orang tuanya sehingga dengan terpaksa Diana menyetujui Denis yang menjemput Chika disela kesibukannya di kantor.

Diana hanya bisa mengantar dua kesayangannya itu sampai di pintu kamar. Ingin sekali mengantar sampai ke depan apartemen, tapi lagi dan lagi Diana enggan bertemu dengan orang tuanya.

Menutup pintu, Diana menghela nafas panjangnya. Kini suasana kamar menjadi sunyi karena suami dan anaknya memulai aktivitasnya. Membunuh kesunyian, Diana memilih membersihkan kamar yang sebelumnya sudah Denis bersihkan ketika baru bangun tidur.

Semenjak kepulangannya dari rumah sakit, Denis memang melarangnya bersih-bersih kamar. Denis yang mengerjakan semuanya. Mulai dari bersih-bersih, memasak bahkan cuci baju. Keengganannya untuk keluar kamar membuatnya merasa bersalah karena seolah menjadi istri yang pemalas, melimpahkan tugasnya kepada suaminya. Apalagi sekarang Denis kembali bekerja. Dia tidak bisa membayangkan selelah apa suaminya saat seharian bekerja dan saat pulang dari kantor harus memasak, bersih-bersih kamar dan mencuci baju.

Ingin sekali mengerjakan semua kebiasaannya dulu sebelum kedatangan orang tuanya ke apartemen. Tapi apa daya, keberadaan orang tuanya membuatnya hanya mendekam di kamar dan menjadi pemalas.

Setelah membersihkan kembali kamarnya, Diana melangkah ke balkon dengan membawa buku yang Denis belikan untuknya, buku yang membahas bisnis. Malas sebenarnya untuk membaca bahkan mengetahui mengenai bisnis. Tetapi atas paksaaan Denis membuatnya mau tidak mau harus menurut. Kata Denis, setidaknya sedikit banyaknya dia tahu tentang bisnis. Bukan karena kelak dia akan terjun dunia bisnis, tetapi karena dia memiliki suami bahkan orang tua pembisnis. Toh, dia di sini tidak ada kerjaan selain makan dan tidur. Monoton sekali hidupnya.

Andai kondisinya bisa diajak kerja sama. Mungkin dia bisa berdamai dengan masa lalu tanpa pikir panjang. Tapi, semua tidak semudah itu. Dia butuh waktu dan entah kapan waktunya tiba.

...

Denis lembur.

Diana menatap sedih makanan yang tadi siang diantarkan oleh Denis untuknya dan Chika. Denis membeli banyak makanan sekalian untuk makan malamnya karena lelaki itu lembur. Hari pertama menjadi pimpinan katanya ada banyak yang harus diperbaiki mengenai sistem kantor. Diana bahkan baru tahu kalau Denis sekalinya bekerja itu totalitas.

Chika sudah tidur sejak pukul delapan setelah belajar membaca dan menghitung. Putrinya itu juga sudah makan malam dan hanya dirinya yang belum makan malam karena dia ingin makan malam bersama Denis. Namun Denis mengatakan jika lelaki itu pulangnya tengah malam dan sekarang masih pukul sepuluh malam.

Seharusnya dia sudah terlelap di atas tempat tidur. Pengecualian malam ini. Dia tengah gelisah menunggu kedatangan Denis. Dia ingin menyambut kedatangan Denis, menjadi pendengar keluh kesah Denis saat kembali bekerja dan sedikit banyaknya memberikan ketenangan untuk Denis yang kelelahan seharian bekerja.

Kantuk yang sempat hinggap kini memudar. Dia tidak lagi mengantuk dan berdiam diri di balkon seraya mengawasi Chika yang tertidur. Ditatapnya jalanan yang sedikit lengang kendaraan dengan pikiran tertuju pada Denis. Berharap jika pekerjaan Denis cepat selesai dan cepat pulang ke apartemen tanpa harus pulang tengah malam.

Dering ponsel mengejutkannya. Bergegas mengangkat panggilan dari Denis dengan wajah berbinar.

"Halo?"

"Sudah makan?"

"Sudah."

Berbohong adalah jalan terbaik untuk bebas dari teguran.

"Kenapa belum tidur?"

Diana mengerjap dan sontak dia membuat gerakan seolah tengah menguap.

"Hoamm .... Aku kebangun, tiba-tiba haus."

"Kamu gak bohong?"

Diana mengerjap dan ragu-ragu kepalanya menggeleng meski tahu Denis tidak bisa melihatnya karena saat ini mereka tengah melakukan panggilan suara. Di detik selanjutnya dia berkata, "Ngapain aku bohong," jawabnya yakin.

"Pembohong."

Cup

Diana mematung ketika seseorang memeluknya dari belakang dan mengecup pipinya. Menoleh, tatapannya bertemu dengan Denis yang menatapnya tajam.

"Katanya sudah makan dan kebangun karena haus. Kenyataannya apa?"

Denis melepas pelukannya dan mendekati sofa dimana makanan yang tadi dibelinya masih utuh. Ditatapnya Diana yang mendekatinya dengan wajah cemberut.

"Jangan marah, tiba-tiba aja aku pengen makan sama kamu dan gak bisa tidur karena mikirin kamu."

Mata Diana berkaca-kaca dan Denis yang mengerti perubahan suasana hati ibu hamil menghela nafas panjang. Menetralkan gemuruh di dadanya agar tidak menimbulkan keributan di malam yang tenang ini.

Dibawanya Diana ke pelukannya seraya menjatuhkan kecupan di pelipis ibu hamil itu.

"Firasat aku benar. Aku sengaja bawa pekerjaan ke rumah biar bisa pulang cepet karena kepikiran kamu. Aku juga lupa belum buatin kamu susu."

Diana menyembunyikan wajahnya di dada Denis saat air matanya jatuh. Dia tidak mau Denis melihatnya menangis. Usapan di punggungnya membuatnya mengantuk tetapi pelukan yang dilepas paksa oleh Denis membuatnya memasang wajah kesal.

"Makan dan setelah ini aku buatkan susu."

Denis meraih makanan dan menyuapinya. Dengan senang hati Diana menerima suapan Denis karena memang ini yang dia inginkan sejak tadi. Sampai membuatnya melamun dan tidak sadar jika Denis tiba di apartemen saat menghubunginya barusan.

Entah ini karena bawaan bayi atau memang keinginannya sendiri untuk bermanja-manja dengan Denis. Yang jelas, dia selalu bahagia ketika berada di dekat Denis.

...

Jangan lupa tinggalkan jejak!💜

Hold Me Tight | Shopiaaa_

Rabu, 05 Juli 2023

Hold Me TightWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu