episode 09 [] some great free sample she got

36 14 1
                                    

Apron berwarna hitam yang terpasang di tubuhnya sedikit berkibar kala Navea membalik tubuhnya dengan cepat. Nampan di tangannya telah kosong, gelas-gelas tinggi yang sebelumnya berada di atas sana telah berpindah ke meja. Ia melangkah cepat untuk kembali ke belakang kasir. Begitu tiba di sana ia menghela napas panjang, pesanan terakhir yang perlu diantarkan telah dikerjakan. Kini ia bisa kembali pada Aruna yang duduk di salah satu stool chair.

"Hari ini lumayan rame, ya," ujar Aruna saat Navea telah kembali ke hadapannya.

"Ya gitu, deh. Jadi tadi kita sampai di mana?"

"Kita sampai di penggunaan artikel die, der, dan das."

Navea membuka halaman demi halaman dari buku catatan miliknya. Namun, mau membukanya berapa kali pun ia tetap tidak menemukan materi yang dimaksud oleh Aruna.

"Di buku gue belum ada catatannya. Pinjem dulu, ya, buat gue salin."

Tanpa kata Aruna langsung menggeser buku catatannya ke depan Navea. Sembari menunggu Navea yang sedang menyalin catatan, ia membuka buku paket bahasa Jerman yang tadi sempat dipinjam dari perpustakaan sekolah mereka sebelum ke kafe.

Pekan depan mereka akan menghadapi ujian tengah semester, karena itulah beberapa hari terakhir kedua gadis itu berakhir di Kafe Tenara begitu waktu sekolah usai.

"Lagi belajar, hm?"

Suara berat yang terdengar dari belakang membuat Navea menghentikan kegiatan menulisnya lalu menoleh. Ia mendapati Sakti menatap ke arah buku catatannya yang terbuka.

"Ngapain ke depan?" Navea menatap Sakti dengan kening mengkerut. Pasalnya lelaki berambut ikal sepundak itu bertugas di dapur, membantu Tama sang pemilik kafe dalam membuat berbagai macam pastri sebagai menu kafe.

"Gue liat-liat doang. Cuma pengen tahu orang-orang yang nikmatin pastri buatan gue," jawab lelaki itu. "Juga buat ngasih lo bonus." Sebuah piring kecil yang terisi kue pastri dengan atasan yang diberi selai beri diletakkan di samping buku Navea detik berikutnya. Mirip seperti pai kotak mini di mata gadis itu, maklum ia bukan ahli dalam bidang perpastrian.

"Waah! Makasih ya, Kak." Navea berseru riang seraya menggeser piring itu tepat ke hadapannya. Tidak langsung memakannya, ia menghilang sebentar ke belakang dan kembali dengan sebuah garpu di tangannya.

"Lo juga harus cobain, Ru," ujarnya seraya memberikan garpu itu pada Aruna. "Yang dibuat Kak Sakti sama Kak Tama gak pernah gagal."

"Thanks."

Begitu satu potongan kecil masuk ke mulut dan rasanya tercecap oleh lidah, Aruna tidak dapat menyembunyikan ekspresinya.

"Enak banget, sumpah! Apalagi ini baru selesai dibuat kan, ya, jadinya masih fresh banget. Teksturnya ada garing dari bagian pinggirnya terus waktu masuk mulut berasa langsung meleleh. Tapi bagian paling favorit itu selainya, sih. Rasanya pas banget, gak asam kayak selai lainnya!"

"Makasih buat testimoni jujurnya. For your information aja, selainya emang buatan Tama sendiri. Pesanan buah berinya baru nyampe tadi pagi jadi dia ngide buat ini."

"Na, lo biasanya sering dapat sampel gratis gini?" Aruna beralih pada Navea yang menikmati kue itu dalam diam.

"Hm, kalau Kak Tama buat sesuatu yang baru gue sama Kak Seli dijadiin tukang icip. Paling sering, sih, semisal ada pastri di etalase yang nyisa dibagi buat gue sama Kak Seli."

"Jadi pengen ikutan kerja di sini. Masih buka lowongan gak? Gue siap ngerjain apa pun asal bisa dapet bonus kue enak gini, gak digaji juga gue gak papa, dah."

Sakti terkekeh karena ucapan teman Navea itu. Awalnya ketika melihat gadis itu ia pikir adalah seorang gadis yang kaku, ternyata tidak juga.

"Ah, wait. Gue tinggal bentar, ada pengunjung." Navea meletakkan garpu miliknya di ujung piring sebelum beranjak.

"So, kalian lagi belajar apa?" Sakti membuka pembicaraan sambil menunggu Navea kembali.

"Bahasa Jerman."

"Oh. Mata pelajaran peminatan, ya?"

"Bukan, mata pelajaran wajib. Gue sama Navea anak kelas Bahasa."

"Well.. gue gak tahu kalau sekolah kalian masih punya jurusan Bahasa."

"Banyak orang yang bilang gitu."

Dering ponsel yang terdengar tiba-tiba menyela pembicaraan itu, bersamaan dengan Navea yang sudah kembali. Aruna menjauh sebentar untuk menerima panggilan, tidak lama, karena beberapa saat kemudian ia telah kembali.

"Na, maaf gue harus pulang sekarang, ada acara keluarga. Bokap gue udah nunggu di depan ternyata."

"Oh, iya, gak papa. Buku catatannya gue pinjem dulu, boleh?"

"Iya, boleh." Aruna membalas sembari membereskan buku-buku serta peralatan menulisnya dengan cepat. "Kalau gitu gue pulang ya, Na!"

"Eh, bentar! Gue punya sesuatu." Sakti menghentikan Aruna sebelum gadis itu sempat melangkah menjauh. Yakin Aruna tidak akan pergi, ia buru-buru kembali ke dapur, tidak berapa lama setelahnya ia kembali dengan paper bag kecil yang kemudian diberikan kepada Aruna.

"Ini apa?" Aruna menatap bingung paper bag itu.

"Kue tadi. Gue sama Tama buat banyak. Anggap aja ucapan terima kasih buat testimoni jujur lo. Nanti jangan lupa buat status terus tag Instagram kafe, namanya nanti tanya Navea aja."

"Ah, oke. Makasih banyak ya, Kak."

"Sama-sama."

Setelahnya Aruna melangkah cepat meninggalkan kafe. Navea hanya menatap kepergian temannya itu sampai punggungnya hilang di balik pintu.

[✓] MemoriesOnde histórias criam vida. Descubra agora