episode 23 [] family holiday on the end of year

25 8 0
                                    

Akhir tahun akan tiba satu pekan lagi, masih cukup lama, tetapi Navea dan kedua orang tuanya telah berada di Bali sejak empat hari hari lalu. Arandanu menepati janjinya untuk membawa keluarga kecil mereka berlibur tepat setelah penerimaan rapor semester ganjil milik Navea.

Sebuah vila yang tidak jauh dari pantai di-booking Arandanu sebagai tempat peristirahatan mereka selama di Bali. Terdapat dua kamar, kamar utama dan kamar tambahan, serta dapur dilengkapi meja makan dan ruang bersantai kecil. Ada juga kolam renang yang dapat mereka gunakan. Meskipun semua itu harus membuat Arandanu merogoh kocek dalam-dalam.

Sekarang adalah hari kelima mereka berada di Bali. Navea rasa-rasanya tidak pernah kehilangan keantusiasannya untuk memulai hari. Ia bangun pagi seperti hari-hari sebelumnya, dengan sangat bersemangat.

Mandi dan memilih pakaian santai dengan cepat—sebuah roll-up shorts, thick strap tank top dan kemeja pantai berwarna pastel dengan motif floral. Kancing kemeja tidak ia kancing seluruhnya, hanya satu kancing terbawah untuk disisipkan ke dalam roll-up shorts-nya.

Kemudian ia keluar kamar untuk mendapatkan sarapan. Kejanggalan menyambut setelah menutup pintu di belakangnya. Sepi. Tidak biasanya sang mama bangun terlambat. Namun, pada akhirnya tidak gadis itu hiraukan. Semalam mereka memang pulang larut, jadi wajar jika kedua orang tuanya itu kelelahan.

Navea menghabiskan sarapannya dengan santai, yang berupa selembar roti dan segelas susu cokelat. Sebenarnya pelayanan yang diberikan membuatnya bisa menikmati sarapan yang lain, tetapi ia sedang tidak ingin. Setelah itu ia kembali ke kamar untuk mengambil tas selempang yang sudah disiapkannya, diisi dengan ponsel dan dompet. Lupa membawanya bersama saat keluar kamar tadi.

Hari ini keluarga kecil mereka berencana untuk mengunjungi Pantai Geger Nusa Dua. Jadilah sekarang Navea berdiri di depan kamar orang tuanya untuk membangunkan mereka.

"Ma! Papa! Kita jadi jalan hari ini gak?" Dengan kepalan tangan yang bergerak mengetuk pintu, sembari itu Navea memanggil keduanya. "Mama! Papa! Aku udah siap, nanti kita kesiangan buat ke pantai!"

Tidak lama setelah itu pintu pun terbuka, menampilkan sosok Arandanu yang masih tampak diselimuti kantuk.

"Semangat banget kamu. Bentar, Papa sama Mama mandi dulu."

"Iya, tapi cepetan. Kalau udah siang gak enak lagi main ke pantai. Panas." Navea memberenggut dengan tangan yang bertengger di pinggang.

"Iya, iya. Mama udah masuk kamar mandi, kok." Arandanu mengacak puncak kepala Navea dengan gemas. "Kamu udah sarapan?"

"Udah."

"Kalau gitu tunggu bentar lagi, oke?"

Navea mengangguk kecil, lalu menjauh dari kamar orang tuanya untuk bersantai sejenak sambil memainkan ponsel begitu Arandanu kembali masuk.

Setelah beberapa saat—menunggu Arandanu dan Sabia yang bersiap, lalu menunggu taksi yang dipesan—akhirnya keluarga kecil itu tiba di Pantai Geger. Pasir putih yang membentang sampai batas laut terlihat begitu indah. Ombak yang berlarian pelan menuju pantai menggaungkan suara alam yang menenangkan.

Menyewa sundeck, kemudian mereka menaruh barang-barang bawaan di atasnya.

"Na, mau main air gak?"

"Aku bukan anak kecil lagi, Pa."

"Gak boleh gitu dong, kalau ke pantai berarti harus main air juga."

"Ya udah, Papa aja sendiri. Aku mau bareng Mama aja di sini."

"Gak seru kamu, Na." Arandanu memasang wajah kesal. Namun, di detik berikutnya langsung mendekati gadis itu dan mengangkatnya seperti karung beras menuju lautan yang terhampar di depan mereka.

"Aaaa Papaa! Turunin!"

Menulikan pendengarannya, Arandanu terus melaju hingga mereka bergabung bersama pengunjung lainnya yang sedang berenang. Navea langsung diturunkannya ketika sudah masuk jauh hingga air menenggelamkan hingga lutut.

Namun, berbeda untuk gadis itu. Air sampai pada hampir setengah pahanya. Untungnya cipratan air yang muncul ketika dia diturunkan tidak membasahi banyak pakaiannya.

"Papa nyebelin banget, sih! Aku, kan, gak bawa baju ganti."

"Ya temenin Papa dulu."

"Kalau Papa mau berenang, ya, berenang aja sendiri. Aku mau balik ke Mama."

Navea melangkah secepat yang dia bisa sambil menyeimbangkan tubuhnya agar tidak terjatuh, menjauhi sang papa yang akhirnya mengalah dan berenang sendirian—sebenarnya bersama pengunjung lainnya.

Saat tersisa beberapa langkah lagi, tiba-tiba Navea bertabrakan dengan seseorang hingga membuat pijakannya tidak stabil. Dalam hati pasrah jika harus basah, tetapi yang ada di pikirannya itu tidak terjadi. Sepasang tangan melingkar di pinggangnya, menahan agar tidak terjatuh. Ketika mengangkat wajah untuk melihat orang yang ditabraknya sekaligus penyelamatnya, Navea dibuat terkejut.

"Kak Kaivan?"

"Hai, Na!" Lelaki itu malah membalas Navea dengan sapaan. Kaivan tersenyum lebar, kemudian membantu Navea kembali mendapatkan keseimbangannya. "Gak nyangka bisa ketemu lo di sini. Main lo jauh juga, ya. Sama bokap-nyokap lo?"

"Hm. Lo sendiri?"

"Sama."

Kemudian keduanya memutuskan untuk menepi ke pantai. Navea mengikuti langkah kaki Kaivan menjauh dari sundeck yang disewa orang tuanya. Hingga akhirnya mereka berhenti di bawah sebuah pohon kelapa yang tidak terlalu berhasil menghalangi sengatan cahaya matahari.

Kaivan mendudukkan dirinya atas pasir, kemudian menepuk sisinya untuk mengisyaratkan Navea duduk di sana. Gadis itu menurut. Setelahnya kedua orang itu duduk dalam diam sambil memandangi laut lepas di depan mereka.

"Lo ngapain ngajak gue ke sini?"

"Gue gak ngajakin, lo yang ngikutin gue."

Navea berdecih pelan. "Kalau gitu gue mau balik." Ia bangkit lalu membersihkan pasir yang menempel di celananya. Baru akan mengambil langkah beranjak, Kaivan meraih pergelangan tangannya sehingga ia tidak jadi melangkah dari sana.

"Di sini bentar. Apa mau gue panggilin Januar?"

"Buat apa ngajak Kak Januar?" Navea bertanya dengan sewot.

"Gue pikir kalian deket."

"Temen, dong. Jangan mikir sembarangan."

"Oh, abisnya kalian kalau ketemu kayak orang lagi pedekate."

"Ngasal lo. Udah, ah, gue mau balik. Lepasin tangan gue."

Kaivan pun melepaskan pegangannya pada pergelangan tangan Navea. "Lo berapa lama di sini?"

"Sampe tanggal dua."

"Oke."

Tidak ada balasan lagi setelahnya. Navea juga beranjak dari sana, sedangkan Kaivan bangkit dari duduknya saat gadis itu telah jauh dari pandangannya.

Tap.

"Woi! Ngapain sendiri di sini?"

Kaivan menoleh pada Januar yang baru datang. Saudara tirinya itu memakai kemeja pantai berwarna putih, membalut kaus putih berlengan pendek yang membalut sempurna tubuhnya.

"Gak ngapa-ngapain, ini baru mau balik. Yuk, lah!"

[✓] MemoriesWhere stories live. Discover now