episode 03 [] something that is not should feel right

113 22 0
                                    

Tidak ada yang begitu istimewa untuk dibahas mengenai hari-hari pertama Navea di sekolah barunya, SMA Nawasena. Dua pekan terlewati begitu saja tanpa adanya drama berlebih, pun pertemanannya dengan Aleta juga Meira baik-baik saja. Kedua gadis itu selalu mengajaknya bersama ketika waktu istirahat tiba, mengenalkan lingkungan sekolah ketika melewati beberapa ruangan tertentu seperti ruang kesehatan, perpustakaan dan ruang OSIS. Untuk toilet untungnya mudah dicapai dari kelasnya, hanya perlu berjalan ke ujung koridor maka akan ditemukan pintu dengan tulisan 'Toilet' tertempel di sana.

Waktu istirahat telah berakhir beberapa menit yang lalu, ketika Navea masih berada di kantin bersama Aleta dan Meira. Sebenarnya Navea sudah takut akan terlambat ke kelas, tetapi kedua gadis itu berhasil memenangkannya.

Jadi, setelah Aleta menghabis semangkuk bakso miliknya, barulah mereka bertiga kembali ke kelas.

Tidak seperti yang ditakutkan oleh Navea, setibanya di kelas tidak ada guru yang menempati meja di dekat papan tulis. Hanya ada tumpukan buku di atas sana.

Ketika sudah masuk, dapat dilihat papan tulis yang terisi oleh catatan kecil. Dengan itu, dapat disimpulkan bahwa guru yang mengajar tidak bisa hadir. Mereka hanya ditugaskan untuk mengerjakan tugas di halaman yang keterangannya sudah ada di papan tulis.

"Yosh, jamkos!" Aleta berseru kecil seraya duduk di bangkunya. Kemudian ia mengeluarkan ponsel dari saku roknya, mulai membuka aplikasi media sosial. Meira pun juga ikut-ikutan, duduk di depan Aleta dan mulai mengeluarkan ponsel miliknya. Hanya perlu beberapa saat, setelahnya kedua gadis itu mulai membicarakan apa yang tertampil di layar ponsel mereka.

Sayangnya Navea tidak bisa seperti kedua temannya itu. Ia tidak bersantai-santai ketika ada tugas yang membayangi. Alhasil ia lebih memilih untuk mengerjakan tugasnya lebih dulu. Bergabung bersama Aleta dan Meira bisa dilakukan setelahnya. Begitu pikir Navea.

Bahasa Jerman.

Itu cukup asing bagi Navea. Di sekolahnya dulu, bahasa Jerman tidak ada dalam pilihan mata pelajaran bahasa asing. Karena itu, dia mengalami kesulitan sekarang dalam menyelesaikan tugas. Untungnya kecanggihan teknologi sudah ada di mana-mana, Navea bisa menggunakan fitur lens pada aplikasi penerjemah. Tinggal mengarahkan kamera ke teks yang dimaksud, kemudian terjemahan akan langsung tertampil setelah menunggu beberapa detik.

"Aargghh! Jaringannya ngajak gelut, deh!" Navea berseru kesal saat tulisan 'No internet connection' tertampil di layar ponselnya.

Jaringan internet menjadi satu-satunya masalah di era globalisasi saat ini. Seringnya terpengaruh oleh lokasi atau cuaca.

Navea sebelumnya juga sempat menyadari jika posisi kelasnya tidak cukup strategis untuk mendapatkan jangkauan jaringan internet yang lancar. Namun, baru kali ini benar-benar membuatnya kesal. Kalau saja itu ketika Navea sedang menggunakannya untuk hal lain, ia tidak akan sekesal sekarang.

"Nyebelin banget, sih!"

Seruannya kali mengundang perhatian Aruna di sampingnya. Seketika membuat Navea menjadi kikuk, merasa bersalah karena sudah mengganggu, dan ... takut. Ya, takut karena bisa saja gadis itu kesal padanya yang berisik hingga membuyarkan konsentrasi.

"Maaf," ucapnya spontan disertai ringisan kecil kala melihat Aruna malah mengalihkan pandangannya.

Ketika tugas itu akhirnya berhasil Navea selesaikan, embusan napas lega terdengar dari gadis itu. Sekarang ia bisa melemaskan jari-jari tangannya.

"Yang udah selesai kumpul di meja guru! Kalau ketinggalan nanti anterin sendiri ke ruang guru, gue gak bakal nungguin sampe lo pada selesai!" Keyla, sang ketua kelas, berdiri di samping meja guru sembari mengumumkan hal itu. Baginya, menjadi seorang ketua kelas memang seberat itu.

Navea beralih pada kedua temannya yang masih asik dengan ponsel masing-masing. "Kalian gak ngerjain tugasnya?" Ia bertanya.

"Bukan nggak, tapi belum aja. Males banget, pasti panjang," jawab Aleta disertai embusan napas berat.

"Gak panjang, kok, cuma ada sepuluh pertanyaan. Yang buat susah karena ada teksnya aja yang perlu dibaca sebelum jawab."

"Mana, coba gue liat." Aleta mengulurkan tangannya, meminta buku Navea untuk melihatnya.

"Nih, salin aja sekalian. Bentar lagi udah mau habis jam pelajaran, mending cepetan tulisnya biar kita gak ketinggalan." Navea memberikan bukunya begitu saja. Membalas ucapan terima kasih kedua temannya itu dengan senyuman.

Sembari menunggu kedua temannya menyelesaikan tugas mereka, Navea memeriksa aplikasi percakapan yang ada di ponselnya. Tadi ada beberapa pesan masuk yang tidak dia hiraukan karena fokus mengerjakan tugasnya. Ada pesan dari mamanya yang mengatakan akan pulang lebih awal hari ini, pun ada juga dari teman-temannya saat masih bersekolah di Arthanaja Boarding School. Bukan teman baru, mereka sudah berteman sejak SMP dan kebetulan melanjutkan di sekolah yang sama pula. Ya, sampai sebelum ia pindah.

Asik saling membalas pesan dengan teman-temannya yang masih menikmati waktu istirahat, Navea merasakan sebelah wajahnya yang panas. Ketika menoleh, ia mendapati Aruna yang menatap dirinya dengan tatapan yang tidak diketahui maksudnya.

"Eumm, ada apa, ya?" Navea bertanya dengan takut-takut, bisa saja ia mengusik ketenangan gadis itu tanpa disadarinya.

"Nothing, just never mind." Setelahnya Aruna memutus pandangan mata mereka dengan beranjak dari duduknya. Tampak menghampiri meja ketua kelas mereka dan berbicara sebentar, lalu duduk di bangku yang ditinggalkan pemiliknya untuk lanjut membicarakan entah apa.

"Nav, makasih udah bantuin!"

Suara itu membuat Navea kembali menaruh perhatiannya pada Aleta dan Meira. Ia hanya membalas sama-sama disertai senyuman kecil.

"Lo emang yang terbaik." Meira memberikan dua acungan jempol sambil tersenyum lebar.

Kemudian kedua gadis itu membawa serta buku miliknya untuk dikumpulkan di meja guru. Bersamaan dengan itu, bel berbunyi menandakan pergantian mata pelajaran.

[✓] MemoriesWhere stories live. Discover now