episode 04 [] the star in her new class

64 17 0
                                    

Navea kembali ke kelas seorang diri setelah bel berbunyi. Ia lagi-lagi menghabiskan waktu istirahat di depan perpustakaan, tetapi kali ini tidak ada Januar si kakak kelas yang menemaninya. Saat ke kantin pun tidak ada yang bersamanya, Aleta dan Meira tidak datang hari ini. Oleh karena itu, seharian ini Navea merasa sangat bosan. Biasanya kedua gadis itu punya cerita-cerita yang bisa dibagi walaupun ia hanya berperan sebagai pendengar saja pada akhirnya.

Langsung mendudukkan diri di bangkunya, kemudian Navea mengeluarkan buku dan peralatan tulis yang dibutuhkannya.

Pelajaran terakhir di kelasnya adalah sejarah. Seorang guru laki-laki yang sudah berumur yang menjadi pengajarnya, tetapi untungnya metode pembelajaran yang digunakan tidak membosankan. Jadi, para siswa masih mendapatkan dorongan untuk menyimak dengan baik.

Tidak lama kemudian Pak Narka, sang guru sejarah, memasuki kelas dengan tas kecil yang talinya tergantung di pundak. Atmosfer kelas hening sampai beliau mendudukkan diri di kursi guru, lalu mengeluarkan buku absen pribadinya. Kacamata dikeluarkan dari saku setelahnya.

"Selamat siang semuanya."

"Siang, Pak!"

"Bapak akan absen dulu, seperti biasa. Dengarkan baik-baik karena suara bapak tidak bisa keras-keras."

Menurut, semua siswa memilih diam sambil menunggu nama masing-masing dipanggil untuk diperiksa kehadirannya. Hingga nama terakhir di daftar absen.

"Untuk pembelajaran kali ini kalian akan berada dalam kelompok-kelompok kecil, masing-masing terdiri dari dua orang, bebas pilih." Kegaduhan muncul setelah Pak Narka berucap demikian, tetapi dengan cepat pula beliau menenangkan suasana kelas dengan bantuan Keyla. Setelah semua kembali tenang, Pak Narka pun melanjutkan penjelasannya. "Kalian buat kelompok dengan tenang, tidak usah berisik seperti itu, tidak akan ada yang lari keluar kelas." Semuanya menurut dan mulai membagi diri untuk membuat kelompok.

Namun, berbeda dengan Navea. Gadis yang hari ini mengepang rambutnya itu tetap diam di tempatnya sembari menatap ke seluruh kelas dengan bingung. Ia bingung. Sejak awal masuk ke kelas ini, ia hanya akrab dengan Aleta dan Meira. Ketika kedua gadis itu tidak datang dia jadi bingung membuat kelompok dengan siapa.

Hingga netranya tanpa sengaja bertubrukan dengan milik Aruna–si gadis berkacamata yang katanya sudah menjadi kesayangan guru-guru sejak hari pertama. Gadis itu menatapnya lurus, membuat Navea kikuk.

"Mau sekelompok sama gue?" Aruna bertanya tiba-tiba.

"E-eh ...? Lo ngomong sama gue?" Navea menunjuk dirinya sendiri dengan ragu.

"It looks like only two of us left. So, lo mau gak?" Gadis itu kembali bertanya, menawarkan pada Navea.

"Iya, iya, gue mau!" Jawaban langsung diberikan Navea tanpa perlu pikir panjang lagi. Setelahnya Aruna menarik bangku miliknya untuk bergabung di meja Navea.

"Semua sudah dapat kelompok, ya. Kalau begitu tugas yang bapak berikan sederhana saja, buatlah catatan mengenai manusia-manusia purba Indonesia. Masing-masing kelompok minimal menuliskan tiga manusia purba Indonesia. Ditulis di kertas, kalau sudah nanti dikumpulkan di ketua kelas. Besok akan saya ambil tugas kalian."

"Sebelum kalian mulai, apa ada pertanyaan?" Pak Narka melemparkan pandangan ke seluruh kelas, tidak mendapati seorang pun yang mengangkat tangan ataupun bersuara. "Baik, tidak ada pertanyaan, ya. Bapak ada keperluan jadi harus meninggalkan kelas. Bapak harap tidak ada protes dari guru-guru lain mengenai kalian saat bapak pergi. Selamat mengerjakan, ya!"

Setelah Pak Narka meninggalkan kelas, mereka mulai mengerjakan tugas itu. Meskipun beberapa-para lelaki tepatnya-tampak menyepelekan dan lebih memilih untuk sibuk dengan ponsel masing-masing yang sudah dalam posisi miring.

"Eumm, jadi siapa yang nulis?" tanya Navea dengan pandangan yang lurus pada Aruna.

"Lo aja, biar gue yang nyari bahannya di internet."

"Oke."

Navea meraih buku tulisnya lalu membuka di bagian tengah untuk mengambil kertas. Setelah kertas terlepas dari staples, Navea menuliskan nama mereka berdua lalu kelas dan tanggal hari ini.

"Gue bacain, ya, biar lo gak perlu ribet."

"Iya." Navea mengangguk lalu menyiapkan tangannya untuk menulis.

"Oke. Yang pertama itu Meganthropus Paleojavanicus, yang artinya manusia besar tertua dari Jawa." Aruna membaca perlahan agar Navea tidak terdesak untuk menulis dengan cepat. Pun juga memberitahukan penulisan yang benar kala gadis itu tampak kebingungan. Begitu melihat Navea selesai dengan kalimat pertama itu, barulah ia melanjutkan. "Ini diambil dari kata mega yang artinya besar, anthropus yang artinya manusia, paleo yang artinya tua, dan javanicus yang artinya Jawa."

Kedua gadis itu melanjutkan hingga Navea selesai menulis mengenai Homo Wajakensis. Arti nama latin, ciri-ciri, serta penemunya tertulis di kertas kerja mereka dengan rapi. Tidak terlalu banyak, karena Aruna memang sengaja mengambil bagian-bagian penting saja.

"Makasih buat kerja samanya, Na. Biar gue yang kumpulin ke Keyla aja." Aruna mengambil alih kertas itu lalu membawanya pergi setelah mengembalikan posisi bangkunya.

Navea tersenyum tipis sambil menatap punggung Aruna. Tidak seperti kesan yang terlihat di matanya sejauh ini, Aruna nyatanya orang cukup menyenangkan untuk ukuran teman kelompok. Bahkan ia bisa melihat senyum manis gadis itu tadi. Tidak ada tatapan datar selama dan setelah mengerjakan tugas mereka.

Impresi pertama memang tidak selalu benar.

[✓] MemoriesWhere stories live. Discover now