episode 30 [] teasing is what friend will actually do

20 7 0
                                    

Kedua tangannya bergerak dalam tempo pelan untuk merapikan permukaan mejanya yang penuh oleh buku dan alat tulis. Buku paket dan buku tulis ia tumpuk menjadi satu sebelum dimasukkan ke dalam tas. Kemudian alat tulis seperti penggaris, pulpen, pensil dan correction tape dimasukkan ke dalam pencil case yang berikutnya disimpan ke dalam laci meja.

Selesai itu, tangannya beralih mengambil dompet di dalam tas.

"Gue tadi pagi liat lo turun dari motor cowok yang kemarin-kemarin nganterin lo ke kelas."

Navea sontak menghentikan pergerakannya. Tentu karena celetukan Aruna itu benar, ia tahu siapa 'cowok' yang dimaksud. Aidan. Lelaki itu tadi pagi memang datang ke rumahnya, menjemput Navea untuk mereka berangkat bersama.

Ketika membuka pintu dan menemukan lelaki itu, Navea tidak bisa menahan dirinya untuk terkejut sekaligus bingung.

"Gue pengen aja berangkat bareng lo." Adalah jawaban yang lelaki itu berikan saat Navea mempertanyakan alasannya. Tidak cukup masuk akal bagi gadis itu sebenarnya. Namun, pada akhirnya setuju untuk berangkat bersama karena memikirkan bahwa Aidan sudah jauh-jauh ke rumahnya.

"Gak tahu, tadi pagi tiba-tiba pengen berangkat bareng katanya." Navea akhirnya menanggapi kalimat Aruna saat mereka akan menuruni tangga.

"Kalian udah di tahap deket, ya? Atau malah udah official?"

"Official apaan, sih? Dipikir akun resmi artis apa?"

"Halah, gue tahu lo pasti paham maksudnya. Sok-sokan cari excuse."

"Excuse apaan lagi coba, Ru. Udah, ah, gue pengen mi ayam." Gadis itu kemudian berlalu dengan cepat ke stan penjual mi ayam. Hanya perlu menunggu sebentar, semangkuk mi ayam setelahnya ia dapatkan. "Saya langsung bayar, ya, Bu." Uang yang sudah disiapkan langsung disodorkan pada wanita setengah baya itu.

"Duh, gak ada uang pas aja, Dek? Dari tadi juga pada pake uang besar sampe ada yang masih nunggu uang kembaliannya."

"Saya juga gak ada uang kecil, Bu."

Bingung dengan situasi itu, tiba-tiba sebuah suara tidak asing menyela.

"Sekalian saya yang bayar aja, Bu." Aidan, lelaki berkacamata itu, berdiri di samping Navea begitu saja. Setelahnya sang penjual mi ayam memberikan uang kembalian pada Aidan.

Sebelum beranjak dari kantin, Aidan menyempatkan untuk memandang Navea

"Gantinya gampang, kok. Gak usah terlalu dipikirin," ujar lelaki itu seraya mendaratkan tangannya di puncak kepala Navea secara singkat.

Setelah Aidan menghilang di antara kerumunan siswa Nawasena di kantin, Navea membawa mangkuk mi ayamnya ke meja yang telah lebih dulu ditempati oleh Aruna. Gadis itu terlihat sedang menikmati seporsi batagor yang diselimuti dengan bumbu kacang.

"Nah, sekarang lo gak bisa ngeles. Apa-apaan, tuh, adegan sweet ngusap kepala segala."

Baru saja mendudukkan diri, Navea langsung diserang oleh kalimat temannya itu.

"Gak ada yang ngusap-ngusap kepala. Ngaco lo."

"Can't lie to my eyes, Na. Pemberian Tuhan ini, gak baik boong di depan ciptaan sempurna gini.

"Emang gak ada yang ngusap kepala, kok. Orang cuma ditepuk doang."

"Oh, jadi lebih gemes daripada diusap ceritanya. Pengen juga, dong, dipat-pat kayak lo." Aruna menatap Navea dengan pandangan menggoda. Detik berikutnya tidak dapat menahan tawa kala mendapati gadis yang duduk di depannya itu memasang wajah datar. "Lagian gak ada yang bakal larang, kok, kalau lo ada something special sama kakel satu itu," ucapnya setelah meredakan tawa. "Kayak kata orang, isi masa SMA lo dengan yang manis-manis."

"Gak usah makin ngaco, Ru."

"Apa jangan-jangan lo ada something special sama temen kakel lo yang lain?"

"Arunaa!" Navea akhirnya menyerukan nama temannya itu dengan garang, ingin gadis itu menghentikan ucapan-ucapan tidak berdasarnya. Namun, yang ia dapatkan adalah cekikikan geli dari si gadis. Ia jadi semakin gemas pada temannya yang hari ini entah mengapa jadi menyebalkan.

"Nyebelin lo hari ini." Navea kemudian lanjut berusaha menikmati mi ayamnya. Tidak mau lagi menanggapi Aruna yang masih terlihat sok menahan senyum.

Sepuluh menit sebelum bel berbunyi, Navea membelikan dirinya dan Aruna minuman dingin. Sengaja untuk mendapatkan uang kecil untuk mengganti milik Aidan yang sudah membayarkan mi ayamnya.

Ketika keduanya tiba di kelas, bersamaan dengan bel yang berbunyi.

Mata pelajaran terakhir berlangsung selama satu setengah jam. Bahasa Inggris adalah mata pelajaran yang mengisi jam terakhir di kelas mereka. Dengan wali kelas sendiri sebagai pengajar mata pelajaran tersebut, suasana kelas langsung tertib ketika Pak Angga memasuki kelas.

Satu setengah jam itu digunakan untuk memahami struktur dari teks naratif, kemudian kaidah kebahasaannya, dan identifikasi struktur langsung pada contoh teks. Kemudian kelas ditutup dengan pemberian tugas untuk membuat satu teks naratif bagi setiap siswa.

Ketika akhirnya bel kembali berbunyi dan para siswa berhambur keluar koridor untuk segera meninggalkan koridor, untuk pertama kalinya Navea ikut dalam desak-desakan kecil itu. Ia berniat menuju parkiran dan menunggu Aidan di samping motor Vespa milik lelaki itu, ingin segera mengganti uangnya agar tidak merasa terbebani.

Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya Navea bisa melihat sosok tinggi berkacamata yang ditunggunya itu berjalan mendekati tempatnya.

"Mau pulang bareng, Na?" tawar lelaki itu setelah berdiri di depan Navea.

"Eh, gak usah. Makasih. Lagian abis ini gue lanjut ke kafe. Ini gue cuma mau ngasih uang buat ganti mi ayam tadi."

Aidan tersenyum tipis sambil menatap yang disodorkan oleh Navea. "Gak usah buru-buru ganti juga gue gak papa," ucapnya pelan, kemudian dengan enggan menerima uang itu.

"Kalau gitu makasih, ya. Gue duluan."

"Gue anterin aja sekalian." Aidan berusaha mencegah sebelum gadis itu beranjak dari hadapannya.

"Gak usah, makasih. Nanti lo malah harus muter buat pulangnya. Bye, Kak!"

[✓] MemoriesDove le storie prendono vita. Scoprilo ora