episode 16 [] thanks to the video assignment she got

41 14 0
                                    

Sungguh, dari segala jenis tugas yang pernah ia kerjakan, membuat video adalah satu-satunya tugas yang paling tidak ia sukai. Rasanya terdapat lebih banyak hal yang perlu disiapkan, tentu juga terasa lebih menghabiskan tenaga. Ia harus menyusun script agar isi videonya terarah, tetapi sebelum itu harus mencari bahan yang mendukung isi script-nya itu. Belum lagi harus ia tulis di kertas agar lebih mudah dihafalkan nantinya. Kemudian sesi menghafal menjadi bagian kesulitan pertama. Tidak tahu mengapa ketika dibutuhkan malah kinerja otaknya ini malah tidak bekerja dengan semestinya.

Fokus pada dunianya untuk menghafal script yang telah selesai ia buat, dengan mulut yang terlihat berkomat-kamit tidak jelas walaupun nyatanya tidak demikian. Lonceng kecil di atas pintu yang berbunyi membuat ia menghentikan apa yang sedang dilakukan.

"Selamat datang di Kafe Tenara. Mau liat-liat menunya dulu atau sudah menentukan pilihan? Saya jamin apa pun pilihannya gak akan mengecewakan, Mbak."

"Boleh minta daftar menunya?"

"Tentu boleh, Mbak." Dengan gerakan yang gesit, ia meraih sebuah buku bersampul tebal dari laci. Kemudian menyerahkannya pada si perempuan berkacamata di depannya itu. "Silakan diliat-liat, Mbak."

Ia menunggu dengan sabar sampai customer itu menyebutkan menu pilihannya. Mencatatnya dengan cepat, kemudian memberikan papan nomor kepada perempuan itu. Setelahnya mulai meracik minuman yang dipesan itu setelah menyampaikan pesanan berupa makanan ke bagian dapur.

"Selesai, Na." Sakti datang dari arah dapur dengan membawa piring berisi pesanan si customer tadi. Meletakkan piring itu di atas nampan tidak jauh dari Navea.

Beberapa saat setelah itu pun Navea selesai dengan pekerjaannya. Gelas tinggi berisi milkshake strawberry dengan topping remahan biskuit oreo diletakkan di samping piring tadi.

"Biar gue aja," ujar Sakti sebelum Navea mengangkat nampan itu.

"Oke. Makasih ya, Kak. Buat nomor sembilan."

Mengangguk kecil, kemudian Sakti beranjak dengan nampan di tangannya. Navea pun kembali ke belakang kasir setelah itu.

Navea kembali berusaha menghafal script miliknya yang sepanjang empat paragraf. Seharusnya tidak sesusah itu, tetapi terkadang lidahnya tiba-tiba tidak leluasa membuat ia terbata-bata dan berakhir melupakan kalimat selanjutnya yang harus diucapkan.

"Ngapain, Na? Komat-kamit kayak mbah dukun aja." Sakti yang selesai mengantarkan pesanan menghampiri Navea.

"Lagi ngafalin teks buat tugas video."

"Buat di dalam aja, gue bisa tanganin di sini selama lo ngebuat video."

"Gak papa, aku masih bisa handle ini, kok. Lagian masih stuck di hafalannya. Nanti aja, deh, kalau bener-bener udah siap mau buat videonya aku panggil Kak Sakti."

"Oke, deh. Gue ngikut aja," sahut lelaki itu sembari menaikkan kedua pundaknya. "Kalau gitu gue balik ke belakang. Ingat, kalau udah mau buat video panggil gue aja."

"Iya, Kak. Aman. Pasti bakal langsung aku panggil. Sekarang biarin aku hafalan dengan tenang dulu. Ini nanti malah gak jadi-jadi buat videonya kalau belum hafal."

"Semangat, Na. Gue tahu lo pasti bisa."

"Aku juga tahu, kok," balas Navea dengan nada sombong yang dibuat-buat. Hal itu mengundang Sakti untuk mengetuk hidung gadis itu.

Baiklah, ini seharusnya tidak menjadi begitu sulit. Menceritakan kembali sebuah dongeng yang diketahui, Navea mengambil dongeng gadis bersepatu kaca yang terkenal di berbagai kalangan. Gadis itu telah menyingkat dongeng tersebut menjadi empat paragraf saja dengan susunan kalimat paling sederhana yang ia bisa.

[✓] MemoriesUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum