episode 33 [] having conversation randomly with him

17 7 0
                                    

Navea menatap temannya itu yang sedang merapikan buku serta peralatan tulisnya. Mereka sedang berada di Kafe Tenara, awalnya berniat untuk belajar bersama karena lagi-lagi sudah memasuki pekan ujian tengah semester. Sayangnya, Aruna mendapatkan telepon dari ayahnya yang mengatakan akan ada acara keluarga. Jadi, gadis itu harus pulang sekarang.

"Hati-hati di jalan, Ru!" Suara Navea mengantar kepergian Aruna, sembari tangan kanannya melambai singkat pada gadis itu.

Karena Aruna tidak bisa membersamainya untuk belajar, maka Navea kembali pada kegiatannya belajar sendiri. Kafe yang hari ini lebih sepi membuatnya bisa fokus dalam belajar. Mungkin juga karena pekan ujian, jadi para pengunjung yang biasanya adalah pelajar memilih untuk belajar ketimbang nongkrong berjam-jam di kafe hanya untuk bersenang-senang.

"Na ...."

Lelaki berambut ikal yang muncul dari arah dapur membuat Navea menoleh. Sakti membawa dua piring kecil di tangannya sembari berjalan menghampiri Navea.

"Temen lo ke mana? Kalian udah selesai belajar?"

"Pulang, ada acara keluarga jadinya gue lanjut belajar sendiri."

"Oh, ya udah gue temenin di sini. Lagian di belakang juga udah diurus Tama semua." Sakti menarik kursi tinggi lainnya dan meletakkannya di samping Navea. Kedua piring yang tadi dibawa olehnya diletakkan di samping buku-buku milik Navea. "Buat lo aja semuanya," ujarnya saat si gadis memberikan tatapan penuh tanya.

"Makasih, Kak."

"Hm."

Kemudian hening. Sakti menopang dagunya dengan siku tangan kanan yang berada di atas meja. Memperhatikan ke penjuru kafe dan hanya mendapati tiga orang pengunjung yang sibuk dengan urusan masing-masing. Hingga akhirnya ia melabuhkan pandangan pada Navea yang fokus pada buku-bukunya.

Saat lonceng di atas pintu berbunyi, barulah Sakti mengalihkan pandangannya. Kemudian ia turun dari kursi tingginya dan berdiri di belakang kasir.

"Selamat datang di Kafe Tenara! Mau langsung pesan atau liat-liat menunya dulu?"

"Strawberry milkshake satu."

"Baik. Satu strawberry milkshake kalau begitu. Silakan menunggu sebentar."

Lelaki itu, Aidan, memutuskan untuk menghampiri satu stool chair yang berhadapan dengan Navea. Pada beberapa saat pertama, ia fokus memperhatikan raut wajah Navea yang serius. Namun, tidak lama kemudian ia tidak tahan hanya berdiam saja saat bersama dengan orang yang dikenalinya.

"Serius amat, Na."

Berhasil. Celetukannya membuat gadis itu mengangkat pandangan. Aidan bisa melihat riak terkejut di manik gadis itu.

"Udah dari kapan, Kak? Eh, udah pesen belum? Sibuk sama buku jadi gak nyadar lo dateng, abisnya tadi juga ada Kak Sakti."

"Aman, Na. Gue udah pesen, kok," sahut Aidan. "Tuh, udah jadi."

Navea menoleh untuk mendapati Sakti yang datang bersama satu gelas tinggi di tangannya.

"Temen, Na?" tanya Sakti setelah meletakkan gelas itu di depan Aidan.

"Iya, Kak," jawab Navea. "Namanya Kak Aidan. Kak Aidan, ini Kak Sakti."

"Well, nice to know you, Bro!" Sakti yang duluan mengulurkan tangannya. Kemudian kedua lelaki itu berjabat ala lelaki lalu mengakhirinya dengan adu kepalan tangan. "Gue seneng Navea punya banyak temen. Lo kalau ketemu ini anak waktu pertama kali banget, kayak bocah yang bisa aja kesesat. Mukanya itu, lho. Kayaknya itu juga yang ngebuat Tama mau Nerima waktu Navea lamar kerja."

"Setuju sih, Bang. Like innocent face."

"Iya, kan! Semua yang jadi deket sama Navea kayaknya juga gegara kemakan sama raut bocahnya."

"Perlu gue ingetin kalau yang kalian omongin masih ada di sini orangnya?" sela Navea dengan kedua tangan yang kini terlipat di depan dada. "Kak Sakti juga apaan nyebut-nyebut gue bocah, hah! Lo juga, ya, malah iya-iya aja nanggepin dengan setuju, Kak."

Ingin memberi balasan untuk menggoda gadis itu lebih banyak, tetapi lonceng di atas pintu masuk kafe yang berbunyi membuat Sakti harus beranjak ke belakang bagian kasir.

Mengembuskan napas pelan, Navea kembali menaruh pandangannya pada Aidan yang tengah menyedot strawberry milkshake-nya.

"Lo ke sini buat nongkrong, Kak?" Akhirnya Navea bertanya. "Lo juga belum ganti seragam, padahal kita udah selesai sejak dua jam lalu."

"Gue abis anterin adek gue ke rumah temennya, mau belajar bareng katanya. Terus gue tiba-tiba kepengen minuman sini, jadi ya udah langsung aja."

"Lo gak ada belajar juga? Lagi ujian gini."

"Lo yang ujian, gue mah TO."

"Nah, tuh. Malah lebih berat, malah nongkrong di sini."

"Siapa yang bilang gue ke sini cuma buat nongkrong doang?"

"Kan, katanya lo kepengen minuman makanya ke sini."

"Kalau lo ada di sini buat apa gue cuma nongkrong buat minum doang. Habis minum langsung cabut mending gue pulang aja," balas lelaki itu dengan panjang lebar. "Gue bawa buku juga kali. Belajar bareng lo di sini lebih enak, suasana baru."

"Seharusnya lo cari tempat sepi yang tenang, Kak."

"Lo nyuruh gue ke kuburan gitu?"

"Gue gak ada nyebut kuburan."

"Tempat yang sepi sama tenang, kan, merujuk ke kuburan. Sepi kalau jam segini, jadi tempat peristirahatan tenang buat yang gak ada di dunia lagi."

"Udah, ah. Makin gak jelas pembicaraan kita. Mending lo keluarin buku terus belajar daripada ngajak gue ngomong mulu. Gue juga mau belajar buat besok."

"Iya, iya. Apa, sih yang nggak buat lo. Semua gue lakuin kalau buat Navea."

"Tuh, gak jelas lagi."

[✓] MemoriesWhere stories live. Discover now