episode 05 [] another day as a part-timer

86 21 0
                                    

Bel berbunyi dengan nyaring, terdengar sampai ke setiap sudut sekolah. Membuat kegiatan belajar-mengajar di setiap kelas seketika terhenti. Guru pun mulai mempersilakan para siswa untuk merapikan barang masing-masing sebelum pulang.

Di kelas 10 Bahasa, Bu Melira sang guru bahasa Jerman masih menunggu di depan kelas untuk setiap siswa mengembalikan buku paket ke meja guru. Setelah siswa terakhir meletakkan buku di atas tumpukan yang lainnya, Bu Melira pun menutup kelas mereka.

"Guten Tag alle!"

"Guten Tag. Danke, Frau Melira!" Mereka membalas dengan kompak sebelum Bu Melira benar-benar keluar dari kelas. Setelahnya kembali pada kegiatan masing-masing memasukkan buku dan peralatan tulis ke dalam tas.

"Navea," panggil Aruna yang sudah selesai dengan menyimpan buku-bukunya.

Navea menoleh pada gadis itu. "Iya?"

"Bisa temenin gue buat balikin buku ke perpus?"

"Iya, bisa." Navea menutup resleting tasnya dengan cepat, lalu memakai hoodie abu andalannya.

Setelah tas telah tergantung di pundak masing-masing, Aruna dan Navea mengambil tumpukan buku paket bahasa Jerman yang ada di meja guru. Sebenarnya mengembalikan buku adalah tugas Keyla serta wakilnya, tetapi gadis bersuara nyaring itu tidak datang hari ini. Mereka juga tidak bisa mengandalkan sang wakil yang nyatanya hanya menyandang jabatan saja.

"Lo punya sodara, Na?" Aruna bersuara memecah keheningan.

"Nggak. Kalau lo?"

"Gue punya dua adek."

"Berarti rame, ya, rumah lo. Jadi pengen. Di rumah gue sepi banget, mana orang tua gue kerja semua."

"Oh, iya, rumah lo deket sini? Gue sering liat lo pulang jalan kaki aja."

"Iya, rumah gue deket. Belum boleh bawa motor juga."

"Emangnya lo udah bisa?"

"Belum, sih." Navea cengengesan sambil memasang tampang tidak bersalah. "Motor cuma satu di rumah, itu pun dipake kerja. Gue gak bakal ada kesempatan buat belajar."

Tiba di perpustakaan, kedua gadis itu melaporkan pengembalian buku terlebih dulu pada penjaga. Setelah jumlah buku dihitung, barulah mereka mengembalikannya ke rak.

"Lo nunggu jemputan lagi, Ru?" Sembari melanjutkan langkah keluar dari lobi, Navea bertanya dengan sedikit memiringkan kepalanya.

"Iya. Lo mau langsung pulang?"

"Nggak langsung pulang, sih, gue masih harus kerja dulu."

Aruna menghentikan langkahnya, membuat Navea pun ikut berhenti. Ia menatap Navea dalam. "Kerja?"

"Iya." Navea membalas dengan ragu. "Gue bosen di rumah. Jadi, waktu liat lowongan kerja di kafe langsung gue lamar. Lumayan uang jajan tambahan."

"Terus lo pulang jam berapa? Emangnya gak capek?"

"Kafenya tutup jam lima, gue pulangnya jam segitu. Capek, sih, nggak. Kafe baru juga, belum terlalu banyak customer. Kebanyakan pesanan online lewat ojol."

Aruna terdiam untuk beberapa saat Setelahnya. "Gue boleh ikut ke kafe tempat lo kerja? Gue pengen liat, siapa tahu bisa rekomendasiin ke temen-temen gue yang lain."

Kali ini Navea yang terdiam di tempatnya. Ia memikirkannya terlebih dulu sebelum memberikan balasan. "Oke, boleh."

Mendengar jawaban positif Navea, gadis itu berseru kecil karena senang. "Kalau gitu kita langsung jalan, yuk! Nanti makin siang jadinya makin panas."

"Iya."

Navea hanya menurut dan berusaha menyamakan langkahnya dengan Aruna kala gadis itu menarik tangannya dengan antusias. Sebelum menyebrang jalan keduanya melihat ke kanan dan kiri, barulah setelahnya mereka melanjutkan langkah dengan cepat.

Sembari berjalan di sisi Navea, Aruna membuka ponselnya untuk memberi kabar pada sopir yang biasa menjemput. Gadis berkacamata itu berencana untuk menghabiskan banyak waktu nanti. Jadi, ia meminta sang sopir untuk menunggu pesan darinya nanti sebelum menjemput.

Akhirnya mereka tiba di Kafe Tenara. Seperti biasanya, ketika pintu dibuka maka lonceng yang ada di atasnya akan berbunyi hingga menarik perhatian Seli yang menjaga meja kasir.

"Pas banget lo datang lebih cepet, Na." Seli langsung berujar lega ketika melihat sosok Navea. Ia adalah rekan kerja Navea yang juga bekerja di luar dapur; mengurus kasir dan mengantarkan pesanan.

"Kenapa? Ada perubahan jadwal kuliah atau mau nugas bareng temen?" Navea bertanya seraya masuk ke belakang meja kasir. Aruna sudah ia persilakan untuk memilih tempat duduk sendiri, sehingga gadis itu kini sudah duduk di salah satu stool bar chair.

"Dosen gue seenaknya ganti jadwal lebih cepat gegara ada kesibukan. Untung lo datang lebih cepet, gue bingung mau ngomong gimana sama Kak Tama." Seli memelankan suaranya ketika mengucapkan kalimat terakhir.

"Oh, kalau gitu bentar gue ganti seragam dulu."

Beberapa saat kemudian Navea sudah kembali dengan apron hitam yang sudah menutupi kausnya.

"Gue ke Kak Tama dulu buat pamit," ucap Seli seraya berlalu menuju dapur kafe.

Navea menghampiri Aruna yang sudah menunggu. "Mau pesan apa, Ru, biar gak bosen? Minuman sama makanan di sini enak-enak, kok. Gue udah sering nyoba, bonus dari bos gue."

"Kalau gitu gue percayain sama lo, terserah bawain gue apa aja."

"Kak Tama baru aja nambahin macaron ke daftar menu. Rasanya, sih, sama kayak di toko pastry terkenal menurut gue."

"Oke, kalau gitu tambahin ke pesanan gue."

"Sip, tunggu bentar."

[✓] MemoriesWhere stories live. Discover now