episode 11 [] not so hectic exam week

33 12 0
                                    

Berdiri di depan meja riasnya yang memiliki cermin setinggi 70 centimeter, Navea memperhatikan penampilannya yang terpantul di sana. Seragam pramuka membalut tubuhnya dengan rapi setelah kancing terakhir ia tautkan. Kemudian ia meraih sisir dari atas meja dan mulai menghilangkan kusut-kusut kecil pada rambutnya yang panjang sepunggung. Helaian rambutnya hari ini–seperti biasanya–disatukan dalam sebuah cepolan sederhana di belakang kepala.

Selesai dengan urusan penampilan, Navea meraih tasnya dari atas meja. Ia melihat ke dalamnya terlebih dulu untuk memeriksa benda-benda yang perlu dibawa. Kalung gantungan identitas, kotak pensil yang isinya lengkap, papan ujian, dompet, dan tisu.

Keluar dari kamar, Navea melangkah ringan menuju dapur. Papa dan mamanya sudah ada di sana, dengan piring masing-masing yang telah diisi oleh nasi goreng dan telur mata sapi.

"Buruan sarapan, Na, nanti telat kalau kelamaan!"

"Iya, Ma." Seruan Sabia membuat Navea segera mendudukkan dirinya dan mengambil sendok yang terletak di samping piring. Sebagai lauk tambahan, ia menusuk dua sosis gurita dengan garpu lalu menyuapkannya ke dalam mulut untuk mendapatkan potongan kecil.

Ia menyelesaikan sarapannya dengan cepat sehingga bisa berangkat bersama papanya. Sebelum beranjak, Navea pamit pada mamanya yang masih merapikan meja makan.

Cup.

Sabia membubuhkan sebuah kecupan singkat di kening putri tunggalnya itu. "Semoga lancar ujiannya, Na," ujarnya dengan penuh sayang.

"Makasih, Mama. Kalau gitu aku berangkat."

"Iya. Bilang sama Papa buat hati-hati."

"Oke, Ma."

Keluar rumah lalu memasuki mobil papanya, mobil tersebut melaju setelah Navea memasang sabuk pengaman. Perjalanan singkat itu diisi oleh keheningan sampai mereka tiba di depan sekolah Navea.

"Semangat, ya, buat ujiannya. Lakuin yang kamu bisa, gak perlu maksain diri," ujar Arandanu sebelum Navea keluar.

"Iya, Pa." Gadis itu membalas dengan singkat. "Papa ke rumah sakitnya hati-hati. Kalah dokternya sakit kasian nanti pasien pada membludak."

Arandanu tersenyum kecil. Tangannya melayang lalu mendarat di puncak kepada Navea, ia mengusapnya pelan dengan penuh sayang.

Setelahnya Navea keluar dari mobil dan segera masuk ke lingkungan sekolah. Ia melangkah dengan cepat hingga akhirnya tiba di kelas.

Meletakkan tasnya di bangku yang ia tempati selama ujian, kemudian Navea menghampiri Aruna yang menempati bangku di depan meja guru.

"Pagi, Ru!" sapa gadis itu seraya mendudukkan diri di bangku samping yang tengah ditinggal pemiliknya.

"Pagi."

"Gue agak gugup buat Antropologi. Materi yang perlu dihafal banyak."

"Nih, baca-baca dulu catatan gue," ucap Aruna seraya memindahkan bukunya ke pangkuan Navea. "Nope. Gue udah selesai, mau lanjut ngulas materi bahasa Indonesia." Ia berimbuh dengan cepat kala melihat gelagat Navea.

"Oke. Gue pinjem bentar, ya."

Aruna mengangguk kecil lalu menaruh pandangannya pada buku lain.

Masing-masing sibuk dengan kegiatan mengulasnya sampai bel yang berbunyi nyaring terdengar. Navea mengembalikan buku milik Aruna, tidak lupa mengucapkan terima kasih pada gadis itu, lalu kembali ke bangkunya. Ia mengeluarkan kalung gantungan identitas, papan ujian dan kotak pensil dari dalam tasnya.

Tidak lama kemudian dua orang guru yang bertugas mengawas kelas mereka hari ini masuk. Hening seketika menguasai kelas. Kedua guru itu berpencar ke sisi berlawanan dan mulai membagikan lembar jawaban kosong serta soal ujian ke setiap siswa. Setelah siswa terakhir mendapatkan bagiannya, mereka diperbolehkan untuk langsung mengerjakan ujian.

Ujian di sekolah mereka berlangsung selama satu pekan. Hari Sabtu yang biasanya libur, ketika ujian diisi oleh dua mata pelajaran terakhir. Untuk satu mata pelajaran, siswa diberikan waktu 90 menit untuk menyelesaikan ujiannya dan akan langsung dilanjutkan dengan ujian mata pelajaran selanjutnya. Tidak ada jeda untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Setelah total 180 menit waktu pengerjaan soal ujian, bel kembali berbunyi nyaring yang menandakan berakhirnya waktu ujian. Pengawas mulai bangkit dari duduk mereka dan mengumpulkan lembar jawaban ujian yang telah diisi oleh para siswa.

Navea yang lembar jawabannya telah diambil oleh pengawas, merapikan mejanya dan memasukkan kembali benda-benda miliknya ke dalam tas. Selesai itu ia langsung keluar kelas karena telah diperbolehkan oleh pengawas.

"Navea!"

Ia menoleh atas panggilan itu. Mendapati Aruna yang menghampirinya dengan langkah cepat sembari menyantolkan tali tote bag di pundak kanannya.

"Langsung ke kafe?" tanya Aruna.

"Nggak, pulang bentar mau ngambil buku buat mapel ujian besok."

"Oh, oke. Hati-hati, ya, pulangnya. Gue duluan, ya, udah ditunggu di depan."

"Iya. Lo juga hati-hati pulangnya."

"Bye, Na!"

"Hm, bye." Navea membalas lambaian tangan Aruna sebelum gadis itu berbalik dan menjauh darinya.

[✓] MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang